Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Freelancer - Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemulung Cilik Berkaos Kuning

13 Oktober 2015   20:41 Diperbarui: 13 Oktober 2015   20:41 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pemulung Cilik Berkaus Kuning.
Kurus tubuhmu tinggal tulang.
Menyeret karung goni yang nampaknya terisi seperdelapannya (belum penuh).
Wajahmu acuh tak acuh.
Dua tangan mungilmu cekatan mengambil satu demi satu gelas-gelas air mineral yang berserakan.
Memungutinya dengan kecepatan luar biasa yang membuat mulutku menganga.
Memasukkannya ke dalam karung.
Berjongkok di antara kursi-kursi perhelatan outdoor di kampungku.
Berdiri lagi, beranjak, berjongkok lagi di sela-sela kursi lipat besi berwarna merah.
Sibuk beberapa saat mengeluarkan isi air mineral
(dia hanya butuh kemasan plastiknya saja).

Kupandangi wajahnya.
Membaca benaknya.
"Aku dikejar waktu"
Begitu seolah kubaca di jidatnya.
Tertulis dengan huruf Arial 12 bold.
"Dan aku baru saja beranjak dari usia 5 tahun"
Lanjut tulisan itu. Kulitnya, tubuhnya, kusam.
Kakinya tanpa sendal.

Di tengah keramaian tetamu, dia jadi semacam seorang figuran tak penting yang menyelinap dengan keberanian luar biasa: sebuah kelusuhan di tengah kerapihan sederhana (tetap saja lusuh, bukan?)

Di kepalanya hanya ada sebuah gambar besar: gelas plastik air mineral.
Tak peduli apapun mereknya. Bahkan mungkin ia tak punya kemampuan membaca.

Pemulung Cilik Berkaus Kuning
Di panggung, seorang pengunjung menyumbangkan lagu berjudul, "Layu Sebelum Berkembang"
Telingamu tak pedulikan nyanyian itu, kutahu.
Di meja prasmanan dan pondokan sederhana terhidang Soto Bandung, es krim coklat, dan bakso kuah. Bahkan aromanya kau usir dari khayal kanak-kanak laparmu.
Di tanganku, satu demi satu potongan semangka kukunyah perlahan.
Saat menelannya, entah kenapa dibarengi sebuah rasa aneh yang menyesakkan dada.

Mei 26, 2013
@Perhelatan Pernikahan di Kampung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun