Seni itu bukan hanya untuk seni melainkan sebagai rahmatan lilngalamin. Jadi semuanya terayomi oleh seni. Demikian pernyataan budayawan Doni Iswara dalam pertemuan Dewan Kesenian Tulungagung [DKT] di Balai Budaya Tulungagung, Rabu [10/09] silam.
Sosok yang juga menjadi salah satu anggota Dewan Pembina DKT itu juga menyampaikan keprihatinannya karena selama ini seni semakin kehilangan nilai nilai kearifan dan pencerahan. Menurutnya, seni harus mengemban nilai nilai positif bagi masyarakat.
[caption id="attachment_323810" align="aligncenter" width="300" caption="Doni Iswara sedang mewawancarai ketua DKT "][/caption]
Segayung dengan Doni, anggota Dewan Pembina DKT lainnya, Sukriston juga menyatakan bahwa seni bukan semata untuk seni. Menurutnya, selama ini seni diterjemahkan dengan art to art. Seharusnya lebih dari itu. Bahwa dalam seni ada hal penting yang harus lebih dikembangkan yaitu nilai nilai dan adanya partisipasi. Bagaimana membangun Tulungagung, masyarakat dapat berpartisipasi melalui seni.
"Di jaman yang semakin komersil ini, kerap masyarakat mendirikan seni Jaranan lebih untuk sekadar tampil dalam hajatan, bukan pada bagaimana berpartisipasi melalui seni," ungkap budayawan Jawa itu.
Jadi, masih menurut Sukriston, paradigma dalam berkesenian harus diubah. Bahwa seni harus membawa harmoni lingkungan dan partisipasi masyarakat.
[caption id="attachment_323811" align="aligncenter" width="300" caption="Budayawan Sukristin berbaju hitam berjejer dengan sastrawan Cinde Laras dan penyair Ardi Susanti"]
Cinde Laras dari komite Sastra DKT juga sepakat bahwa dalam seni yang ditampilkan masyarakat seharusnya memang berisi nilai nilai terutama penyampaian tentang budi pekerti supaya membentuk jiwa dan karakter masyarakat. "Saya," kata Cinde, "yang berlatar belakang seorang pendidik memang sangat prihatin melihat banyak anak didik semakin luntur jiwa dan karakternya, semakin tercerabut dari akar budayanya."
Pada pertemuan yang dihadiri para pengurus DKT itu, Cinde Laras juga prihatin selama ini generasi muda terutama anak anak sekolah tidak banyak mengenal budaya dan sastra jawa macam Geguritan. "Sastra Jawa tidak banyak dikenal anak muda Tulungagung. Padahal Tulungagung punya banyak sastrawan Jawa seperti mendiang Tamsir, Tiwiek SA, dan lainnya yang selama ini mengembangkan sanggar Sastra Jawa bernama TRIWIDA," kata sosok yang pernah menjadi guru teladan tingkat nasional itu.
Maka menurut Cinde Laras, menjadi sangat penting jika DKT lebih gigih mengenalkan seni terutama sastra Jawa kepada anak anak sekolah. Ia juga berharap DKT semakin bangkit dan dapat memberi manfaat pada masyaratak Tulungagung serta lebih mampu memfasilitasi produk produk seni yang dapat didokumentasikan dalam bentuk buku.
[caption id="attachment_323812" align="aligncenter" width="300" caption="Sastrawan Cinde Laras sedang bacakan Geguritan berjudul Jaka Budheg. kereen."]