Kita selama ini sudah mulai tersisih dengan sejarah lokal kita. Abai dengan apa yang ada dalam diri kita. Barangkali kita sejenak pada harijadi di daerah daerah kita mengenang sejarah. tetapi hanya sebatas pada peristiwa.
Demikian pernyataan yang diluncurkan sastrawan Ngawi Tjahjono Widarmanto di hari kedua Rapat Koordinasi Pengembangan Nilai Sejarah Lokal Untuk Memperkuat Identitas Jawatimur di ruang Wisnu Kencana hotel Royal Trawas Mojokerto, 21 Agustus silam.
[caption id="attachment_322308" align="aligncenter" width="300" caption="Sastrawan Jawatimur aseli Ngawi Tjahjono Widarmanto sedang orasi sejarah. Ini satu peserta Rakor yang semangat betul."][/caption]
[caption id="attachment_322309" align="aligncenter" width="300" caption="Taufik Monyong menjadi moderator ketika Ayu Sutarto dan Agus Sunyoto tampil sebagai narasumber di hari kedua Rakor "]
[caption id="attachment_322310" align="aligncenter" width="300" caption="Sebelum Rakor hari kedua dimulai menyanyikan lagu Indonesia Raya dulu. Hiduplah Indonesia Raya. tu dua."]
Tjahjono Widarmanto sepakat bahwa identitas Jawatimur sangat ditentukan identitas sejarah lokal. Bahkan sejarah kebangsaan negeri ini sangat ditentukan pula oleh anasir anasir sejarah lokal. Menurutnya, yang paling bertanggungjawab pada sejarah lokal suatu daerah adalah masyarakat yang ada tempat masing masing.
"Oleh karena itu, kata Tjahjono, " saya mengimpikan setiap daerah baik kota dan kabupaten mempunyai penulisan sejarah lokalnya sendiri."
Ia kemudian menceritakan seorang penulis sejarah lokal bernama Dukut Imam Widodo yang menulis banyak sejarah lokal seperti Malang Tempo Doeloe, Surabaya Tempo Doeloe.
"Saya hormat pada sahabat saya itu, Dukut Imam Widodo," kata Tjahjono Widarmanto. "Dia menawarkan penulisan sejarah lokal pada kabupaten kabupaten termasuk Ngawi. Tetapi yang di kabupaten juga terkaget kaget dengan besarnya biaya. Itu karena memang paradigmanya berbeda. Selama ini barangkali pihak pemerintah memandang pembuatan buku seperti membuat pisang goreng. tetapi lupa bahwa penulisan buku sejarah lokal jelas butuh dana besar terutama untuk proses penelitian. Maka wajar jika banyak pihak terkejut kejut."
Pada kesempatan itu Tjahjono Widarmanto yang berlatarbelakang sebagai seorang penulis berharap pemerintah Jawatimur mendorong tiap daerah untuk menulis buku identitas sejarahnya. "Dan ini nanti akan dinilai oleh propinsi lalu diberi penghargaan yang layak, " katanya.
Terkait pentingnya penulisan sejarah lokal ternyata mendapat sambutan di hari berikut dari beberapa peserta Rakor antaranya penulis sejarah kelahiran Nganjuk, Harmadi.