Mohon tunggu...
Siwi Sang
Siwi Sang Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi Desa

Pengelola TBM Umahbukumayuhmaca, penulis buku tafsir sejarah GIRINDRA Pararaja Tumapel Majapahit, dan Pegiat Literasi Desa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dua Naga Singasari

21 September 2013   23:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:34 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

1250M musim tanam padi dan kangkung. Kekuatan besar  Kutaraja disokong penuh Sang Pranaraja dan Panji Patipati menumbangkan Tohjaya di Panjalu Daha. Tahta kembali ke tangan keturunan Mahisa Wonga Teleng. Mahisa Cempaka naik tahta di Daha bergelar abhiseka Sang Narasingamurti. Sang Pranaraja diangkat sebagai patih Daha. Mapanji Patipati diangkat sebagai pemimpin agama Siwa di Panjalu Daha.

Dengan demikian pada 1250M Panjalu Daha dan Jenggala Kutaraja ditempati dua cucu Ken Dedes. Mahisa Cempaka menjadi maharaja di Panjalu dan Mapanji Seminingrat menjadi maharaja di Jenggala.

Keduanya sangat rukun. Benar-benar sangat klop. Contoh pemerintahan agung. Tidak saling tinju.

Setahun setelah bertahta di Panjalu Daha, Sang Narasingamurti menikah dan menurunkan putra bernama Dyah Lembu Tal, lahir sekitar 1252M. Kelak Dyah Lembu Tal dari seorang permaisuri, menurunkan Nararya Sanggramawijaya, pendiri Majapahit.

Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara, parwa II sarga 3, Lembu Tal atau Dyah Singamurti adalah putri Mahisa Campaka. Lembu Tal menikah dengan Rakeyan Jayadarma, putra Prabu Guru Dharmasiksa raja Kerajaan Sunda-Galuh yang memerintah pada 1175-1297M. Dari perkawinan itu lahir Raden Wijaya. Rakeyan Jayadarma menjadi putra mahkota yang berkedudukan di Pakuan. Akan tetapi meninggal dunia karena diracun musuh. Sepeninggal suaminya, Dyah Lembu Tal membawa Raden Wijaya pergi dari Pakuan. Keduanya kemudian menetap di Tumapel, negeri kelahiran Dyah Lembu Tal. Dengan demikian, naskah di atas menunjukkan kalau Raden Wijaya memiliki hubungan darah dengan keluarga Kerajaan Sunda-Galuh.

Kisah di atas bersumber Babad Tanah Jawi yang menyebut pendiri Majapahit adalah Jaka Sesuruh, putra Prabu Sri Pamekas raja Pajajaran. Jaka Sesuruh melarikan diri ke timur karena dikalahkan saudara tirinya yang bernama Siyung Wanara. Ia kemudian membangun Majapahit dan berbalik menumpas Siyung Wanara.

Menurut Pararaton, Raden Wijaya adalah putra Mahisa Campaka. Mahisa Campaka alias Narasingamurti adalah putra Mahisa Wonga Teleng. Sementara Mahisa Wonga Teleng adalah putra Ken Arok, pendiri wangsa Rajasa.

Jika Babad Tanah Jawi dan Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara menyebut Dyah Lembu Tal sebagai perempuan, Nagarakretagama menyebutkan Dyah Lembu Tal sebagai laki-laki, sebagai bapa Raden Wijaya.Pupuh 46 bait 2 dan pupuh 47 bait 1 kakawin Negarakertagama menulis: ”Narasingamurti menurunkan Dyah Lembu Tal. Sang perwira yuda, dicandikan di Mireng dengan arca Budha. Dyah Lembu Tal itulah bapa Baginda Nata. Dalam hidup atut runtut sepakat sehati. Setitah raja diturut, menggirangkan pandang. Tingkah laku mereka semua meresapkan.”

Di antara berita-berita di atas, yang paling masuk akal adalah Nagarakretagama. Naskah ini selesai ditulis pada 1365M, hanya selisih 56 tahun sejak wafatnya Raden Wijaya.Prapanca juga tidak pernah keliru menyebut tokoh lelaki sebagai perempuan. Apalagi dikuatkan dalam Prasasti Balawi yang dikeluarkan Raden Wijaya pada 1305M dimana dirinya menyatakan sebagai anggota Wangsa Rajasa. Ditambah Prasasti Kudadu bertarikh 1294M yang menyebut Nararya Sanggramawijaya sebagai cucu Narasingamurti.Perihal Dyah Lembu Tal, Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara kemungkinan besar terkecoh dengan istilah ‘Dyah’.

Dalam sejarah Majapahit, nama 'Dyah' boleh disemat kepada laki dan perempuan. Itu merupakan gelar kebangsawanan. Sementara kata 'Lembu' atau mahisa atau kebo, hanya kusus disemat kepada tokoh laki.

Tetapi sangat mungkin keluarga Raden Wijaya berkaitan dengan keluarga Pajajaran. Hanya tetap sulit untuk mengatakan bahwa Dyah Lembu Tal adalah tokoh perempuan. Dyah Lembu Tal adalah tokoh laki, Sang Perwira Yudha Singasari. Hubungan Dyah Lembu Tal dengan darah Pajajaran kiranya dari istri kedua. Dari istri pertama Dyah lembu Tal menurunkan Raden Wijaya, sementara dari istri kedua dari Pajajaran, menurunkan Arya Bangah. Setelah datang ke Majapahit, Arya Bangah diangkat sebagai patih Daha menggantikan Mpu Sora yang gugur pada 1300M.

*     *

Pada 1254M, Sri Maharaja Seminingrat menobatkan putra sulungnya, Nararya Murdhaya sebagai yuwaraja di Panjalu Daha bergelar Sri Kertanagara. Mengapa putra sulung Anusapati itu mengeluarkan kebijakan menempatkan putranya di Daha sementara pada waktu itu, sejak 1250M Sang Narasingamurti menjadi maharaja di Panjalu Daha?

Rupanya pada tahun itu Mapanji Seminingrat mengadakan perombakan besar dalam tata kepemerintahan. Mapanji Seminingrat dan Narasingamurti bersepakat menyatukan kembali kerajaan Tumapel. Ini berdasarkan perjalanan sejarah Tumapel. Pada 1222M sang kakek, Ranggah Rajasa membentuk negara kesatuan Tumapel, menyatukan Panjalu dan Jenggala dalam naungan panji-panji Tumapel. Pada 1227M, negara kesatuan Tumapel pecah menjadi Panjalu dan Jenggala. Negara kesatuan Tumapel lenyap selama hampir 30 tahun. Pemecahan itu menimbulkan pergolakan dalam keluarga keturunan Ranggah Rajasa. Menimbulkan korban terutama setelah peristiwa pemberontakan Tohjaya. Sangat penting kiranya menyatukan kembali Tumapel, menguatkan kembali wangsa Rajasa. Apalagi mendengar kabar dari Swarnabhumi tentang perkembangan kerajaan Malayu. Bukan tidak mungkin kekuatan Malayu bakal bergerak menggempur tanah Jawa. Maka penyatuan kekuatan panjalu dan Jenggala di bawah bendera kerajaan Tumapel menjadi sangat penting.

Narasingamurti sepakat bulat melepas kepentingan pribadi, menjunjung kepentingan negara secara luas, membangun pemerintahan bersama kakaknya. Maka pada 1254M Sang Narasingamurti meninggalkan keraton Daha, menuju ibukota di Kutaraja. Sementara keraton Daha ditempati Nararya Murdhaya, keponakannya.

Dapat disimpulkan penyatuan Panjalu dan Jenggala terjadi setelah Sang Narasingamurti melepas kekuasaan di keraton Panjalu Daha pada 1254M. Ini sekaligus untuk menyanggah analisa yang menyatakan penyatuan kerajaan yang dilakukan Seminingrat terjadi pada 1250M atau setelah Mapanji Tohjaya berhasil dimusnahkan.

Masih pada 1254M, Mapanji Seminingrat mengeluarkan kebijakan bersama dengan adiknya yaitu memindah ibukota Tumapel di Kutaraja ke kota Singasari. Sesungguhnya nama kerajaan sejak awal adalah Tumapel. Tetapi dalam perkembangannya orang selalu menyebut nama ibukota sebagai nama kerajaan.

Seperti kerajaan Medang yang beribukota di Kahuripan dan Daha pada masa Erlangga. Orang lebih mengenal Erlangga sebagai raja Kahuripan dan Daha. Padahal sebenarnya Erlangga adalah raja Medang i bhumi Watanmas, Medang i bhumi Kahuripan, dan Medang i bhumi Daha.

Maka setelah kerajaan Tumapel beribukota di Singasari, sejarah lebih mengenal Seminingrat dan putra sulungnya, Kertanegara sebagai raja Singasari, ketimbang Tumapel. Begitulah salah kaprah sejarah.

Kelak Raden Patah dikenal sebagai raja Demak. Padahal Demak adalah ibukota kerajaan bukan nama kerajaan. Kembali pada kebijakan yang dikeluarkan Seminingrat.

Selain memindah ibukota kerajaan Tumapel, Seminingrat dan Narasingamurti berencana membangun dan membesarkan angkatan laut. Ini berdasarkan pertimbangan berita tentang sepak terjang kekuatan Mongolia yang sedang menyebar menguasai dunia. Tentu berita keberhasilan Mongolia menaklukkan Tiongkok pada 1234M, sudah terdengar sampai tanah Jawa.

Dalam upaya memudahkan jalur menuju pesisir utara, Seminingrat membangun pelabuhan di Canggu. Pelabuhan ini sangat penting karena akan menjadi jembatan penghubung antara Tumapel yang terletak di pedalaman dengan daerah pesisir utara. Pelabuhan Canggu juga memiliki peran penting dalam upaya Tumapel membangun pangkalan lautnya di Tuban dan Hujung Galuh.

Setelah Tiongkok jatuh ke tangan Mongolia, terjadi pengungsian besar-besaran bangsa Chin. Itulah saat dimana istilah Cina mulai dikenal. Cina adalah istilah bagi para pengungsi bangsa Chin. Tentunya para pengungsi itu banyak pula yang berlayar ke Jawa dan berkisah tentang ketangguhan pasukan penakluk Mongol.

Apalagi dikabarkan bahwa peralatan perang pasukan Mongolia sudah menggunakan bubuk mesiu, menggunakan panah api terbang, bom granat. Panah disertai asap beracun. Dengan peralatan inilah, Kerajaan Chin jatuh 1234M. Bukan tidak mungkin mereka bakal menuju Jawa. Karena itu sangat tepat jika Seminingrat dan Narasingamurti giat membangun angkatan laut Tumapel dan membangun pelabuhan penyeberangan sungai Canggu.

Dan jika melihat kedudukannya sebagai pemegang angkatan perang, maka dapat dipastikan bahwa yang pertama menggagas pembangunan angkatan laut Tumapel adalah Sang Narasingamurti.

Nagarakretagama menyebut pemerintahan bersama antara Wisnuwardhana dan Narasingamurti diibaratkan seperti Madhawa dan Indra. Ini maksudnya Wisnuwardhana disifati sebagai Dewa Wisnu, sementara Narasingamurti sebagai Dewa Indra atau Dewa Perang. Pada waktu itu Sang Narasingamurti dikenal sebagai Ratu Anggabaya yang memegang penuh kendali angkatan perang kerajaan Tumapel.

Sementara Pararaton menyebut pemerintahan bersama antara Wisnuwardhana dan Narasingamurti diibaratkan dua naga dalam satu liang dan dimaksudkan untuk menciptakan perdamaian antara keluarga Tunggul Ametung dan keluarga Ken Arok.

Dan sementara, putra Sang Narasingamurti, Dyah Lembu Tal terasa sangat inspiratif. Sang Perwira Yudha ini belum banyak dikemukanan sejarah.

***

Siwi Sang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun