Mohon tunggu...
Yustina Siwi Purnamaningtyas
Yustina Siwi Purnamaningtyas Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Hanya insan biasa yang merasa memiliki hidup yang luar biasa.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Hei, Kita Bukan Allah

18 Juli 2014   04:26 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:01 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Sebenarnya ini bukan cerita penting, tetapi saya merasa ada hal menjengkelkan dan hal menarik yang bisa diambil pelajaran.

Pernahkah kita menyukai orang lain? Tentu pernah.

Pernahkah kita disukai orang lain? Saya rasa tentu juga pernah.

Seberapa kuat rasa suka itu? Itu adalah harga yang unik untuk setiap pribadi.

Pernahkah kita didewakan oleh orang yang menyukai kita? Beberapa dari kita mungkin akan kebingungan menjawabnya atau ada beberapa yang menjawab pasti dengan jawaban “ya” atau “tidak”.

Terkadang beberapa orang yang menyukai kita terlalu bersikap lebay atau sangat berlebihan terhadap kita. Mereka selalu mengatakan bahwa mereka terus-menerus mengingat kita, setiap saat, di setiap kegiatan mereka, bahkan ada yang super gombal mengatakan bahwa mereka selalu mengingat kita di setiap napas mereka. Bolehlah kita tertawa dahulu. Hahaha.

Sikap lebay berikutnya, mereka selalu membuat seolah-olah kita berada dalam keadaan genting sehingga semua hal yang sebenarnya prioritas malah mereka tinggalkan hanya untuk kita yang sesungguhnya tidak dalam situasi yang penting. Misalnya, ketika kita menanyakan waktu kosong untuk mengajak jalan-jalan, makan bersama, dsb, mereka ternyata lebih memilih mendahulukan ajakan kita meski mereka sedang berada dalam tugas/tanggung jawab dengan mengatakan bahwa mereka free saat itu.

Nah, yang berikutnya, ini sikap lebay yang lebih tinggi kadarnya. Orang yang menyukai kita biasanya tahu segalanya tentang kita, sampai hal-hal yang amat tidak penting tentang diri kita. Tetapi sayangnya, ketika kita bertanya pada mereka tentang orang-orang yang selama ini berada di dekat mereka (misalnya keluarga), banyak sekali hal yang tidak mereka ketahui. Contoh: Zodiak ibu/ayahmu apa?, Masakan kesukaan Ayah/Ibumu?, Adikmu dapat peringkat berapa?, Kakakmu semester berapa?, Adikmu alergi apa?, Warna kesukaan Ayah/Ibumu?, dsb. Mereka kadang tidak tahu sama sekali atau maksimal hanya menjawab dengan awalan kata “mungkin”. Entahlah, apakah mereka tidak peduli dengan hal-hal semacam itu, tidak memperhatikan orang-orang terdekatnya, atau alasan lain yang hanya orang bersangkutanlah yang mengetahuinya.

Satu lagi sikap lebay dari mereka dengan kadar yang menurut saya sulit untuk ditolerir (atau sebaiknya berpikirlah beribu-ribu kali jika kita didekati orang-orang yang kadar lebaynya sudah seperti ini), yaitu ketika orang yang menyukai kita sudah mulai menggantikan posisi Allah di hatinya dengan posisi kita. Apakah itu artinya mereka sudah menjadi atheis dan hanya percaya pada kita? tentu tidaklah seekstrim itu. Tetapi kita bisa melihat dari gejala-gejala yang diperlihatkan oleh orang tersebut.

Contoh: pernahkah kita ketika tengah beribadah di tempat ibadah umum di sekitar tempat tinggal kita (misal di masjid dekat rumah) bertemu dengan orang yang menyukai kita (padahal rumah orang tersebut sangat jauh dari tempat tinggal kita)? Sekali mungkin kebetulan, tapi jika berkali-kali bahkan setiap kali apalagi ketika selesai beribadah orang tersebut seolah selalu mengikuti kita (menurut saya ini sudah tidak sopan), rasanya motivasi terkuat bukan lagi tertuju pada Allah, tetapi hanya untuk bertemu kita.

Di daerah tempat tinggal saya, saya lebih sering mengikuti Misa hari Minggu pada pukul 06.00 di gereja paroki terdekat. Rupanya “orang” tersebut juga selalu membuntuti saya (padahal tempat tinggalnya lumayan jauh dan itu adalah Misa paling pagi di Paroki tersebut). Sekali saya pikir kebetulan, tetapi begitu saya tahu itu berulang setiap kali maka saya tahu tujuannya yang paling utama. Tentu, dengan semua gelagat yang menunjukkan kesengajaannya tersebut. Hmm, saya bukanlah Sakramen Mahakudus, jadi risih ketika seseorang (secara terus-menerus) menghadiri Misa hanya untuk bertemu saya dan tidak lagi “memandang” Misa sebagai sebuah sakramen. Lalu, ketika ternyata orang yang menyukai kita melakukan perbuatan baik  hanya agar dilihat baik oleh kita (mungkin agar kita bersimpati padanya), saya rasa kita sudah menjadi motivasi yang salah bagi orang yang menyukai kita.

Walau bagaimanapun, meski menyukai/mencintai itu adalah hal baik, namun bila hal itu malah menjadi motivasi yang salah untuk kehidupan kita (semua), maka kita harus mengkaji ulang. Mungkin itu bukan mencintai, melainkan memberi peluang kepada ego/nafsu kita untuk semakin berkembang.

Kita bukan Allah, jadi mengapa mereka harus berlebihan mengingat kita di setiap napas (gombal alias dusta)?

Kita bukan Allah, jadi mengapa mereka harus mengorbankan hal-hal yang jauh lebih penting untuk memenuhi ajakan kita yang amat tidak penting? (Bahkan sebenarnya jika ada ajakan sesungguhnya dari Allah untuk segera sembahyang pun kita kerap malah mengabaikannya)

Kita bukan Allah, jadi mengapa mereka pergi ke tempat-tempat ibadah hanya untuk menemui kita, bukan “berjumpa” dengan Allah?

Kita bukan Allah, jadi mengapa mereka melakukan kebaikan untuk dilihat oleh kita, untuk mendapat simpati kita? (padahal sesungguhnya berbuat kebaikan adalah untuk membagikan kebaikan yang telah Allah berikan pada kita, bukan berbuat kebaikan atas nama manusia ~ kalau kata teman saya yang muslim, berbuat kebaikan untuk mendapat simpati/ridho Allah, bukan ridho kita).

O ya, tambahan, apalagi ketika orang yang menyukai kita bukanlah orang yang kita sukai dan memang kita sangat tidak mau disukai oleh orang tersebut (kalau kata teman saya, “amit-amit deh orang itu, gak banget, gak banget seribu kali”. Hahaha) rasanya seperti ingin melempar bunga beserta potnya (yang di dalamnya terdapat kerikil-kerikil) kepada orang tersebut. Hahaha.

Jangan lupa, ini pun berlaku untuk kita apabila kita juga menyukai orang lain. Ingat, orang yang kita sukai juga bukan Allah. Hehehe.

Salam dan Berkah Dalem ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun