Mohon tunggu...
Siwi Mars
Siwi Mars Mohon Tunggu... pegawai negeri -

a writer, freelance editor, lecturer and traveller. Who enjoy her life, follow her passion.and try to give her best contribution to others.\r\nhttp://marsdreams.blogspot.co.uk/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pilih Solo atau Group Travelling?

28 Januari 2014   20:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:22 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13909165161285972747

Gaya travelling masing-masing orang beda-beda, termasuk lebih memilih solo travelling ataupun group travelling. Dua gaya itu tentu saja punya kelemahan dan kelebihan masing-masing. Kalian pasti punya alasan tersendiri untuk memilih salah satunya, atau bahkan keduanya yakni terkadang solo travelling, dan bila memungkinkan melakukan group travelling. Kalau saya, memang lebih enjoy dengan cara group travelling. Saya pernah mencobai solo travelling ke beberapa tempat namun merasa ada yang kurang. “Hayo nggak ada yang dimintain tolong untuk fotoin ya?” ledek sahabat saya suatu kala. Ahaha iya, saya memang hobi foto-foto. Salah satu peran teman jalan itu dimintain tolong untuk motretin *oportunis ahaha. Paling seneng kalau teman seperjalanan yang pinter foto apalagi dengan suka rela dan gembira motretin kita hihi. Itu cuma salah satu faktor pendukung untuk enggan memilih travelling sendirian sih. Sebenarnya ada opsi tripod yang bisa membantu kita untuk bisa memotret tanpa bantuan orang lain. Tapi berdasarkan pengalaman, itu butuh nyali dan pede yang agak gedean dikit bila di tengah keramain trus pasang tripod untuk membidik background yang kita inginkan, lalu lari-lari, bergaya, dan cepreeeeet. Hihi, haduww enggak nyaman banget saya rasakan. Apalagi untuk saya yang kadang-kadang pemalu * kadang-kadang doang. Pernah diketawain orang gara-gara tingkah saya pakai tripod itu? Ehehe pernah bangeeeet. Kedua, jalan-jalan berombongan bisa membangun suasana jadi ramai, seru selama perjalanan. Banyak hal-hal yang bisa dilakukan bersama-sama. Ngobrol seru, becandaan, foto gokil rame-rame, makan ramai-ramai. Bahkan kita juga bisa berbagi “bingung”, at least kalau nyasar nyasar nggak sendirian, bingung jalannya nggak sendirian, mau bagaimana juga bisa bertukar pikiran. Kalau travelling sendirian, semua-muanya harus kita hadapi sendirian. Kadang-kadang saya merasa, bukan tujuan tempat jalan-jalannya yang bikin seru, atau objek objek wisata yang kita kunjungi yang membuat sebuah perjalanan penuh kesan, namun justru momen momen yang tercipta bersama teman-teman seperjalanan itulah yang membekas dalam kenang. Ataupun kadang saya merasa, sebuah tempat yang indah sungguh sayang bila harus diihat dan dinikmati sendirian. Dengan travelling ber-group kita juga bisa membagi antusiasme. Kalau melihat hal-hal yang selama perjalanan, kita bisa teriak teriak : “ Wui liat itu keren”..lucu ya ituu...ataupun hal-hal lainnya. Beda dengan solo travelling, masa mau teriak teriak sendirian hihi. Itulah yang saya rasakan selama travelling ber-group, serunya nagih!. Tapi tentu saja ada hal-hal yang kadang perlu dipertimbangkan dalam group travelling. Kalau kita jalan-jalan dengan orang lain, apalagi beberapa orang kita dituntut untuk berkompromi. Namun mungkin inilah seninya. “rempong bu, jalan sama perempuan-perempuan semua. Kebanyakan saling sensi” gitu papar seorang sahabat tentang pengalaman travellingnya bersama sahabat-sahabat perempuannya. Banyak orang, tentu saja banyak kepala dan keinginan. Saat inilah daya kompromi kita ditempa. Ada yang pengen wisata belanja, ada yang lebih pengen wisata stadion, wisata budaya ataupun lain-lainnya, karena tiap orang tidak sama. Tapi bagaimana membangun kesepakatan bersama untuk bisa menikmati trip itu perlu seni dan kelenturan kompromi masing-masing anggota travelling. Hal tersebut sangat terasa bila jangka waktu travellingnya agak lama, seminggu atau lebih. Sangat potensial sekali terjadi ketidakcocokan di antara teman-teman seperjalanan. Apalagi kalau anggota travellingnya terlalu banyak, terasa lebih merepotkan. Jadi saya sih lebih prefer untuk group travelling maksimal 5-6 orang karena mebih mudah untuk komunikasi dan komprominya. Ada yang jalannya lelet, ada yang telatan, ada yang males mandi di pagi hari sedangkan kudu cepet-cepet, ada yang nggak pedulian, ada yang males ikutan bantuin cari rute jalan dll. Tentu saja tiap orang punya kekurangan masng-masing, dan saya juga. Dengan tdiak terlalu banyak anggota travelling, kita bisa lebih mudah untuk mengatasinya. Dalam travelling kita banyak menghadapi tantangan, semisal rute jalan yang belum diketahui, mode transportasi, mungkin bahasa lokal yang tidak ada yang menguasai, selera makan yang berbeda-beda, ataupun masalah uang yang dibelanjakan bersama untuk kepentingan travelling itupun bisa memicu ketidakcocokan. “Mba, menurutku travelling itu bisa lho untuk menyeleksi pasangan. Kalau kita jalan-jalan dengan pasangan yang agak lama, kita bisa tau kok kita cocok sama orang itu atau enggak. Saat kita jalan-jalan agak lama bersama seseorang, karakter asli orang tersebut pasti akan keluar. Aku pernah jalan sama seseorang, dan setelah travelling itu kami jadi saling sadar lho kalau kami nggak cocok,” itu cerita sahabat saya yang hobi travelling. hihi mungkin benar juga. Karakter asli seseorang akan keluar saat menghadapi tantangan, kesulitan ataupun pada kondisi kelelahan. Makanya dalam travelling kita belajar banyak, termasuk belajar memahami karakter orang lain. Bedanya dengan jalan-jalan sendirian, kita cuma memikirkan diri sendiri. Tapi terancam sepi, seperti luntang lantung sendirian. Bagi orang yang suka sepi dan tidak terlalu suka deal with someone else-mungkin gaya travelling ini cocok. Dengan travelling sendirian, kita juga lebih bisa menikmati sekeliling dan objek yang kita kunjungi. Sementara di Bangkok tahun lalu, saya bisa menikmati debur sungai Chaopraya dengan naik turunnya air, bisa melihat-lihat pemandangan dengan lebih detail. Sedangkan bila kita berombongan, kita mungkin lebih sibuk ngobrol, sibuk foto-fotoan, dan membuat kita melewatkan detail detail objek wisata yang kita kunjungi. Dengan travelling sendirian juga membuka diri untuk berkenalan dengan orang-orang baru. Seperti pada saat saya travellling ke grand palace, bangkok. Saya bertemu dengan bapak-anak kemudian berkenalan dan jalan bersama-sama. Sensasi seperti itu nampaknya jarang bisa ada dengan group travelling karena kita otomatis mengelompok, walaupun tentu saja tetap saja membuka kemungkinan untuk berkenalan dengan orang-orang baru. Itu sih sedikit pandangan saya tentang group atau solo travelling, masing-masing dengan keunikannya sendiri. Kalian pasti punya preferensi masing-masing. Yang penting, selagi ada kesempatan, mari travelling..Let’s see outside, reflect inside!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun