Cerita fabel ini sudah lama saya buat tapi belum sempat diselesaikan. Jadilah saya putuskan untuk menyelesaikan cerita si Lebah Ebi untuk dijadikan sebagai naskah kelima saya dalam mengikuti Blogcomp Maraton Nulis Awal Tahun 2021 ini. Semoga ceritanya menyenangkan.
***
Sejak tadi Ebi hanya berputar-putar saja mengelilingi sarangnya. Teman-temannya sibuk membantu sang Ratu membuat madu termanis, sedang Ebi sibuk sendiri dengan pikirannya. Bukannya dia tidak peduli dengan sekitar, tapi justru yang sedang dipikirkannya menyangkut hidup semua temannya dan Ebi sendiri.
Tadi saat terbang sebentar ke luar hutan, Ebi melihat dua orang manusia berjalan mengarah ke tempat sarangnya berada. Manusia itu berpakaian tertutup. Ebi sangat mengenal jenis baju itu. Pertanda sarang kawanan Ebi sedang terancam. Kedua manusia itu akan mencuri madu di sarang.
Ebi sangat tidak suka manusia seenaknya mengambil madunya. Padahal Ebi dan teman-temannya membuatnya dengan susah payah. Karena itu, Ebi bertekad akan menyerang manusia-manusia itu demi mempertahankan sarangnya tetap utuh.
Ebi tahu teman-temannya juga akan berjuang menjaga sarang, tapi Ebi ingin berada di baris terdepan. Di tubuhnya ada sengat mematikan yang dijadikan senjata melawan manusia itu. Meski tahu akan risiko bila memakainya, tapi Ebi tak peduli. Kemudian Ebi teringat akan cerita sesepuh lebah.
*
Dahulu kala, lebah belum memiliki sengat sebagai senjata pertahanan diri. Waktu itu pula, manusia dengan bebasnya merusak sarang-sarang kawanannya. Mencuri madu demi kepentingan mereka.
Lalu karena tak bisa menerima perbuatan kejam itu, sang Ratu Lebah dari satu kawanan pergi menghadap Penguasa Langit. Tak lupa sang Ratu membawa serta hasil madu buatannya yang termanis. Madu itu menjadi upeti bagi sang Penguasa Langit.
Kata sang Ratu, "Wahai Penguasa Langit yang baik hati, terimalah upeti dari kami ini. Madu termanis yang pernah Engkau terima."
"Terima kasih atas pemberianmu yang selalu terbaik. Sebagai balasannya, akan kukabulkan satu permintaanmu," kata sang Penguasa Langit.