Palu - Pukul 17.00 Wita Jumat 28 September 2018 saya mendapat telepon dari teman saya bernama Agung sejam selebun sunami menghantam dan memporak porandakan Kota Palu. Saat itu Agung berada di Anjungan Pantai Palu (TKP terparah Sunami).
"Om saya tunggu di Anjungan kita nyantai di sini," ujar temanku di balik telpon Jumat sore itu 28 September 2018.
"Usai Magrib saya meluncur bro" jawabku.
"Saya di depan Ditlantas Polda Sulteng om" kata teman saya lagi mengajak saya.
Saya hanya membuka sms tersebut di Handpone Samsung Lipatku. Perasaanku tak enak saat itu. Suara Azan magrib pun terdengar.
"Allah huakbar Allah huakbar" Â demikian suara Azan detik detik terjadi gempa dahsyat dan sunami.
Usai azan semua umat muslim menjalankan ibadah magrib. Entah apa yang saya rasa saya pun tak ada niat pergi acra di Pantai Teluk Palu.
Saat semua orang menjalankan ibadah Sholat magrib, saya sedang menyelsaikan tugas kantor di meja kerja saya di Jalan Kedondong Palu.
Tiba tiba gempa yang berkekuatan 7,4 Skala Riscter menggoncang cukup dahsyat sebagian besar wilayah Sulawesi Tengah. Semua isi ruangan kerja saya berantakan.
Saya lari ke luar tanah retak, saya pun lari ke jalan besar sembari meneriakan suara 'Allah Hualbar' Â semua warga dari bawah lari ke gunung.