Berdua suami ikut pelatihan guru menulis yang digelar IGI di Wisma UNJ Jakarta (Foto: D'alia Halmahera)
Teacher Writing Camp (TWC), sebuah acara yang diadakan oleh IGI (Ikatan Guru Indonesia) Pusat sambil bermalam di Wisma Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rawamangun, Jakarta Timur. Awalnya saya agak berat ikut di acara hasil kerja sama Acer, Penerbit Indeks dan komunitas blogger ini. Kenapa? Saya ibu rumah tangga yang sekaligus berprofesi sebagai guru sudah pasti harus meninggalkan anak-anak di sekolah maupun anak-anak yang di rumah selama dua hari, Sabtu – Minggu 8-9 Desember 2012.
Tapi ternyata niat dan semangat belajar yang besar, pada akhirnya mengalahkan semuanya. Saya kemudian meminta kepada suami untuk mendaftarkan diri sebagai peserta lewat pesan singkat SMS ke Pak Wijaya Kusumah (Omjay) selaku penyelenggara acara ini. Alhamdulillah keesokan harinya melalui akun facebook saya “Bunda Raihan”, Omjay mengumumkan nama-nama yang ikut serta dalam acara TWC ini berikut kamarnya masing-masing. Legah juga karena ternyata nama saya termasuk yang dicantumkan dan menempati kamar 301.
Sabtu pagi 8 Desember 2012, saya bergegas berbelanja ke pasar dan segera membuat kue pastel. Niatnya kue pastel tersebut akan dibawa ke acara TWC untuk dimakan bersama teman-teman di sana nanti. Sengaja juga saya siapkan untuk Omjay yang selama ini banyak menyelenggarakan kegiatan positif seperti ini. Tapi ternyata sampai di Wisma UNJ pada Sabtu siang, Omjay tidak nampak karena katanya masih ada di Padang, Sumatera Barat dalam satu acara pelatihan menulis bagi mahasiswa. Saya agak kecewa sedikit karena keinginan untuk memberikan kue pastel ke Omjay tidak terlaksana. Akhirnya kue pastelnya dimakan ramai-ramai sesama peserta, takut nanti keburu basi. Maaf ya Omjay.
Sabtu siang itu, saya dan suami tiba di tempat acara dan langsung mendaftar sekaligus membayar biaya pendaftaran. Acaranya sendiri sedang berlangsung yang dimulai oleh sponsordari Indosat, terus dilanjutkan dengan “Pelatihan Praktik Edmodo” disampaikan oleh Pak Chuli Jimmi Manurung. Cuma sayang saya tidak bisa mengikuti dengan baik sesi ini karena modem di laptop lagi “lola” alias loading lama. Materi pengenalan Edmodo ini sangat bagus, cocok bagi saya yang sehari-hari berprofesi sebagai guru karena sangat membantu dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Edmodo ini menggunakan e-learning berkolaborasi dengan jejaring sosial facebook. Saat diperagakan kepada peserta TWC, wow .. sangat fantastik sekali menurut saya yang semula sempat mengantuk.
Sebetulnya saya masih menikmati pembelajaran Edmodo, tapi apa boleh buat karena panitia sudah memberikan sinyal bahwa waktu untuk Edmodo selesai. Acara dilanjutkan oleh Pak Yulef Dian yang tidak kalah menariknya dengan materi sebelumnya, yaitu “Mengetik Cepat dan Menulis Cepat di Blog”.
Sebelum Pak Yulef mulai, saya agak ragu, apakah saya bisa mengikuti materi ini. Maklum karena saya masih agak “gaptek” alias gagap teknologi. Kalau istilah produsen computer Acer, saya termasuk Gurala, Guru Era Lama. Bukan Guraru, alias Guru Era Baru.
Jangankan mengetik dan menulis cepat di blog, blognyapun belum punya. Tapi kenyataannya saya sangat enjoy mengikuti materi Pak Yulef. Penyampaiannya cukup jelas dan mudah diikuti. Tapi naas bagi saya, pada saat pak Yulef lagi asyik menyampaikan materi, baterai notebookku lowbet. Cepat-cepat kucolok kabelnya ke sambungan listrik yang sudah disiapkan oleh panitia. Tapi alangkah kagetnya saya ketika baru berlangsung sepuluh menit, eh ternyata ada yang mencabut dan menggantikan dengan kepunyaannya ke lubang sambungan listrik tadi.
Saya agak sewot sedikit alias emosi. Gini hari masih saja ada orang yang nota bene satu profesi sebagai guru yang digugu dan ditiru, tapi tega berbuat seperti layaknya orang tidak berpendidikan, tidak punya etika dan sopan santun. Eh astaghfirullah, kok jadi emosi ya?
Sewot, emosi dan kecewa akhirnya berakhir dengan masuknya Pak Ukim Komarudin memberi materi “Teknik Pembuatan Buku dan Prosesnya”. Beliau tak henti –hentinya memberikan motivasiuntuk selalu membaca dan menulis tentang apa saja yang kita ketahui. Kata Pak Ukim, “siapa yang ingin mengetahui dunia, maka perbanyaklah membaca. Siapa yang ingin dunia mengetahui dirinya, maka perbanyaklah menulis”. Terus terang saya sangat terkesan dengan kata-kata beliau.
Sebelum acara TWC ini, saya juga ikut program “Pelatihan Guru Menulis” yang digelar Omjay di tempat yang sama. Pelatihan yang dirangkaikan peluncuran buku karangan Pak Ukim berjudul “Guru Juga Manusia” pada tanggal 25 Nopember 2012 itu, Pak Ukim sempat memberikan pesan yang sangat inspiratif bagi saya.
Sambil menandatangani bukunya yang saya beli pada hari itu, beliau berkata, “Saya tunggu tulisan ibu”. Maksudnya tulisan saya. “Iya pak, Insya Allah, tunggu tulisan saya Pak. Saya akan mengiktui nasehat bapak yang katanya kalau mau lancar menulis cerita, coba baca doa saya, insya Allah tulisan Anda akan bisa selesai dengan baik dan lancar”. Apa itu doanya? “Allahumma paksa. Artinya tidak akan ada karya tulis kalau tidak terpaksa”. Hahaha..
Lain lagi dengan “Pengajaran Abad 21” yang disampaikan Pak Agus Sampurno. Saya agak terkesimak ketika Pak Agus memperlihatkan melalui foto slide di in focus, suatu keadaan murid-murid di abad 21. Begitu hebat dan canggih nantinya. Tapi timbul dalam pikiran saya, sekarang ini saja masih banyak orang yang gaptek seperti saya misalnya. Bagaimana di abad 21 nanti ya? Katanya abad 21 hal yang dibutuhkan ialah banyak bersabar karena bersabar banyak gunanya. Saya setuju pak.
Acara terus berlangsung dan mulai terasa capek, pinggang mulai terasa pegal, kaki mulai tegang, ketika pak Rahmat Affandi masuk memberikan materinya. Guru di sebuah SD Negeri di Kota Bekasi ini bercerita tentang “Kiat Jitu Menulis Buku”. Wah, semua pembawa materi mempunyai keunikan sendiri, hebat ya IGI? Saya merasa tidak menyesal datang jauh-jauh ke acara TWC ini.
Mungkin Pak Rahmat melihat para peserta sudah mulai lelah, maka sebelum masuk materi utama, beliau mengajak semua yang hadir untuk bertepuk “Semangat” dan bertepuk “Bengong”. Saya yang memang berlatar belakang berprofesi guru Taman Kanak-kanak (TK), merasa seperti lagi berada di ruang kelas TK. A dan TK. B. Berhadapan dengan anak didik sambil bertepuk.
Ada salah satu kiat beliau yang masih tertinggal dalam benak saya. Pak Rahmat Affandi mengatakan, “menulis itu tidak perlu bakat, tapi yang diperlukan adalah kemauan”. Ini yang membuat saya bersemangat untuk menulis. Yang membuat saya cius, eh serius, mengikuti semua materi di acara TWC ini, bahwa mulai dari awal sampai akhir acara, materinya berisi kiat- kiat bagaimana menulis dan menerbitkannya jadi sebuah buku. Benar-benar materi yang sangat berbobot. Betul kata Omjay sewaktu rehat acara, “Gak salah kan IGI mendatangkan narasumber?” Yes,…Hidup IGI.
Ketika acara selesai di hari pertama yang berlangsung hingga malam hari di Sabtu, 8 Desember 2012 itu, saya pun kemudian kembali ke kamar. Semua peserta menempati kamar masing-masing untuk istirahat di malam hari. Alhamdulillah panitia kebetulan memberikan satu kamar khusus bagi peserta yang datang sebagai pasangan suami-istri seperti saya. Asyikk hehehe…
Sebagian peserta rogram Teacher Writing Camp (TWC) sedang latihan (Foto: Santorry Saad)
Esok paginya, Minggu 9 Desember 2012, acara TWC dimulai pukul 07.30 WIB dengan narasumber Pak Satria Darma, yang tak lain adalah Ketua Umum IGI Pusat. Beliau mengingatkan agar rajinlah membaca karena perintah membaca itu sudah ada sejak jaman Rasulullah SAW. Yaitu “Iqro”, artinya bacalah. Pak Satria Darma juga mengatakan bahwa, “Rabun Membaca, akan Pincang menulis”.
Menurut saya apa yang dikatakan Pak satria ini ada benarnya. Karena sekarang ini banyak guru senior yang merasa dirinya sudah lama mengajar, sudah malas pula membaca. Mereka menganggap dirinya sudah menguasai segala materi yang akan diajarkan dari tahun ke tahun. Padahal kadang-kadang yang diajarkan itu sudah tidak up to date lagi, alias sudah kadaluarsa. Sudah begitu kalau murid protes, dianggapnya murid-murid itu terlalu sok pintar, “songong” karena menggurui gurunya. Wah…ini yang gawat.
Lain lagi dengan Pak Nusa putra yang mengatakan kalau menulis itu selalu ada resikonya. Resiko apa ya pak? Saya jadi takut mendengarnya. Rencana mau menanyakan hal itu pada sesi tanya jawab, tapi sampai akhir materi tidak pernah diberi kesempatan untuk bertanya, meski sudah berkali-kali mengacungkan tangan. Mungkin karena waktu terbatas, sehingga moderator membatasi jumlah peserta yang mau bertanya.
Ada lagi yang dikatakan Pak Satria. “Tidak ada pekerjaan yang bermutu jika dikerjakan secara instan, atau langsung jadi dan mendapatkan hasilnya saat itu juga. Tapi harus melalui proses. Menulis itu jangan menuntut terlalu bagus, pokoknya menulis saja dulu. Jangan berharap terlalu bagus karena tidak akan menjadikan satu tulisan pun nantinya, karena harus diulang-ulang”. Wah, saya banget tuh pak, tidak salah lagi. Saya mengalami sendiri seperti itu pak, hahaha…
Sesi berikutnya adalah paparan ibu Pipiet Senja, seorang novelis wanita yang sudah sepuh tapi berhasil mengumpulkan tulisannya menjadi buku “Orang Bilang Aku Teroris”. Buku tersebut adalah kisah perjalanannya menyebar virus menulis ke berbaga kota di Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri “menteror” para tenaga kerja Indonesia terutama TKW agar berani menulis pengalaman sukses dan penderitaannya. Luar biasa banget deh Teteh Pipiet. Di tengah aktvitas menulis yang tiada henti, padahal dia sendiri mengidap kelainan darah bawaan sehingga mengharuskannya ditransfusi darah berkala sepanjang hayatnya.
Menurut,Teteh Pipiet ini, menulis adalah pilihan yang tepat terutama untuk kaum perempuan. Modal awal untuk menjadi penulis selain membaca, buka mata lebar-lebar, serap situasi sekitar, tunjukkan empati yang tinggi terhadap fenomena di sekeliling anda, menulislah dengan bahasa sendiri, bahasa komunikatif. Pipit Senja yang usianya sudah senja, tapi tidak mau berhenti menulis sekalipun keadaan dirinya sudah merasa dirinya nenek-nenek. Ibu Pipiet Senja kapan ya saya bisa seperti ibu? Keliling dunia tanpa harus bersekolah tinggi tapi dengan menulis bisa keliling dunia.
Acara TWC ini akhirnya ditutup oleh Omjay (Wijaya Kusumah) yang mengumumkan dimulainya lomba menulis di blog dengan hadiah dari sponsor Indosat. Bisa tidak ya saya ikut lomba tersebut? Yang pasti acara TWC ini sangat berkesan tak pernah terlupakan. Persoalannya sekarang, kapan ya saya bisa juga menulis dengan baik dan menerbitkan tulisan tersebut menjadi buku? Kalau itu hanya sebuah mimpi, lalu salahkah jika saya bermimpi suatu saat jadi penulis buku? **
Terima kasih,
Salam Kompasiana
Sitti Rabiah
Email: Sittirabiah 2011@yahoo.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H