[caption id="attachment_326434" align="alignleft" width="250" caption="Ini foto terakhir Ummi (ibu) saya setelah menjalani perawatan di RS. Namun ajal telah menjemputnya pada 15 Juni 2014. Selamat jalan Ummi.. (foto dok keluarga)"][/caption]
JANUARI 2013 yang lalu, saya tiba-tiba dikagetkan oleh suara nada ringtone Adele melantunkan “some one like you”. Itu terjadi pada saat saya sedang membawakan materi di kampus. Dering telepon genggam yang sempat mengganggu suasana belajar mahasiswa itu, ternyata dari kakak nomor tiga di antara enam saudara saya.
Diamengabarkan kalau ibunda kami tercinta dalam keadaan sakit dan mengkhawatirkan. Beliau sudah dirawat sehari-semalam di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah SakitWahidin Sudirohusodo, Makassar, Sulawesi Selatan karena sakit jantung, pembengkakan pada lambung, terdapat cairan pada paru-paru, diabetes, dan hipertensi. Ya Tuhan, ini sungguh di luar dugaan saya.
Selama ini beliau sehat-sehat saja. Tempat tinggal yang berjauhan, kami sekeluargatinggal di Jakarta dan ibunda di Makassar, terkadang membuat jarak tersendiri hingga jarang untuk saling bertegur sapa, termasuk dalam mengetahui keadaan kondisi kesehatan kami masing-masing.
Saya dan suami masih keluarga dekat, saudara sepupu. Kami dijodohkan oleh keluarga, antara lain karena atas kemauan ibunda kami sendiri. Sejak bujangan suami saya sudah tinggal di Jakarta dan sehari-hari bekerja sebagai wartawan dari Pos Kota Group. Setelah menikah tahun 1997, saya kemudian diboyong ke Jakarta. Buah cinta kami melahirkan putera-puteri, Akbar Ramadhan yang kini mengikuti jejak ayahnya bekerja sebagai wartawan di sebuah televisi swasta, Tempo TV, dan Siti Harfiah Nur yang tahun ini mulai duduk di bangku perguruan tinggi.
……..
KAMI hanya sekali dalam setahun pulang ke Makassar saat mudik lebaran mengingat kesibukan kami berdua. Dulu saya ibu rumah tangga biasa, setelah melahirkan anakpertama,saya kuliah Diploma Satu dan Diploma Dua Jurusan Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak (PGTK). Kemudian saya lanjut lagi kuliah S1 Jurusan Pendidikan Anak Dini Usia (PADU, kini PAUD). Sampai sekarang ini menyelesaikan Magister Administrasi Pendidikan. Sebelumnya sempat kuliah di Jurusan Psikologi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rawamangun, Jakarta Timur.
Bersamaan itu juga suami saya selain menekuni dunia kewartawanan, dia juga menyelesaikan pendidikan S1 hukum dan dilanjutkan S2 sampai saat ini. Itulah kenapa kami jarang pulang ke Makassar. Di samping jaraknya yang jauh, juga disibukkan dengan kegiatan sehari-hari. Saya selain sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi swasta juga penyuluh dan pembimbing guru-guru TK dan PAUD. Di tengah kesibukan itu, masih harusmengawasi dua TK milik sendiri di sekitar tempat tinggal. Saat itu pula, bersamaan kelahiran putri kami yang kedua.
Begitu pun dengan suami. Disamping sebagai “kuli tinta” menjelang kurang lebih 30 tahun belakangan ini, dia juga menekuni profesi tambahan sebagai pengacara. Nah itulah kesibukan kami sehari-hari kurang lebih 26 tahun sehingga terasa kurang dalam berkomunikasi dengan keluarga di Makassar.
Begitu kakak mengabarkan kalau ibunda dirawat di RS. Wahidin, Makassar, hari itu juga saya minta izin di tempat kerja serta pamit pada suami. Sesampai di ruang IGD RS. Wahidin, saya sedih dan meneteskan air mata melihat keadaan ibunda yang tergulai lemas. Seluruh badannya terlihat membengkak. Menurut diagnose dokter, beliau menderita sesak nafaskarena penyakit jantung, juga pembengkakan pada lambung, terdapat cairan pada paru-paru, diabetes, dan hipertensi.
Sehari-semalam ibunda di ruangan IGD karena tidak mendapat ruangan yangkosong, baik ruang VIVnya maupun kamar biasa. Lima jam kemudian, barulah seorang perawat menyampaikan kalau sudah ada kamar yang kosong di Lontara I, kamar I kelas II.RS Wahidin hari itu penuh dengan pasien dari berbagai daerah terutama wilayah bagian Timur.
…………………..
SELAMA tiga minggu masa perawatan ibunda, kami sangat bersyukur karena mendapat pelayanan yang cukup baik dari para perawat maupun para dokter. Bahkan dari tukang bersih sampai tukang sampah, cukup bersahabat. Karena penyakit ibunda komplikasi karena usianya sudah 79 tahun, maka ditangani oleh tiga dokter spesialis. Dari dokter Gizi dan Makanan yaitu dr. Yanti, dokter internis yaitu dr. Anwar sedangkan dari jantung yaitu dr.Harie Cipta.
Mereka semua ini bekerja tanpa mengenal lelah, dan semua pasien sangat simpati terhadap beliau bertiga. Para pasien tidak segan-segan menyampaikan keluhannya karena mereka merasa nyaman dan tidak takut. Apalagi bagi ibunda, khususdr. Anwar dan dr. Harie Cipta, tiba-tiba sudah merasa seperti anaknya sendiri.
Saya sendiri yang menjaga ibunda selama tiga minggu merasa nyaman dan selalu merasa terhibur. Apalagi dengan dr.Harie Cipta, setiap masuk ruangan membacakan jurnalnya, pasti bercanda, familiar dan masih usia muda.
Untuk masuk rumah sakit ini, terkesan penjagaan memang sangat ketat. Sering dilakuan “sweeping” bagi tamu atau pembezuk kalau bukan jam berkunjung. Bahkan satpamnya kerap kali terkesan arogansi terhadap penjaga pasien. Ini juga karena kadang-kadang penjaga pasien juga sering agak bandel. Bagi saya sendiri, tindakan tersebut justeru membuat saya merasa nyaman. Pasien bisa istirahat tanpa diganggu oleh pembezuk di luar jam kunjungan. Meski penjagaan sudah sangat ketat, tapi kok sempat-sempatnya ada ancaman bom di rumah sakit ini. Belakangan baru saya ketahui sehari setelah issu bom tersebut, karena saya baca di salah satu koran di Makassar.
Tiga minggu saya menjaga ibunda di RS. Wahidin. Alangkah senangnya tatkala sudahdinyatakan kesehatan beliau mulai membaik dan boleh pulang. Alhamdulillah ya Allah, Engkau masih memberikan kesempatan untuk bisa berkumpul dengan keluarga. Meski demikian, tetap saja masih ada yang mengganjal perasaan. Itu karena teringat oleh pesan dr. Harie Cipta soal kondisi ibunda tercinta, yang membuat saya kembali sedih denganperasaan was-was.
“Ibunda itu sudah mengalami kelemahan pada jantungnya dan itu bersifat kronis. Karena itu fungsi jantungnya harus dipertahankan dengan obat-obatan. Jadi ibunda itu harus minum obat seumur hidupnya. Kalau tidak, beliau akan sesak seperti pertama datang ke rumah sakit,” begitu pesan dr Harie.
Pada kesempatan lain, dr Harie juga kembali mengingatkan. “Jika ibunda rutin minum obat dan kontrol, Insya Allah lemah jantungnya tidak akan kumat”.
Lain halnya dengan ibu Maryamah tetangga sebelah ibunda yang tidak dapat tertolong karena gagal jantung. Suami yang menjaganya sedang sholat dhuhur. Tidak lama kemudian beliau menghembuskan nafasnya yang terakhirtanpa anak-anaknya disampingnya.
Saya sangat sedih dan sempat meneteskan air mata. Betapa tidak, karena siang hari sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir itu, ibu Maryamah masih sempat minta tolong kepada saya supaya dibangunkan untuk disuapin, minta air hangat untuk minum obat.
-------------
NAH inilah pengalaman saya menjaga ibunda selama tiga minggu, suka dan duka, senang dan sedih setiap hari saya lihat. Senang jika bisa keluar dengan sehat tapi sedih jika keluar dari rumah sakit dengan memakai keranda yang ditutup dengan kain hijau. Saya sungguh tidak bisa membayangkan.
Melalui tulisan ini, saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, terutama khusus untuk dr. Harie Cipta yang banyak membantu ibunda kami tercinta. Doaku semoga pak dokter sukses selalu dan kembali ke kampung halamannya dengan membawa keberkahan. Amin.
Saat tulisan ini dibuat, saya sudah berada kembali di Jakarta. Perasaan saya terasa masih tertinggal, jauh di Makassar dan selalu ingin pulang menengok kondisi kesehatan ibunda. Dalam keadaan galau, saya teringat akan pesan singkat berupa SMS yang dikirim dr. Harie Cipta.
“Kalo sempat dan punya waktu, sebaiknya sesekali sempatkan waktu untuk pulang ke Makassar menjenguk ibundanya. Sebab itu juga menjadi salah satu obat pemberi semangat hidup bagi ibundanya”.
Selesai membaca SMS itu, tiba-tiba saya sudah meraih telepon dan mengecek jadwal penerbanganJakarta – Makassar. Berencana pulang untuk kunjungan kedua. Ya, seperti saran dr. Harie Cipta…
salam,
Sitti Rabiah
email : sittirabiah2011@yahoo.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H