Mohon tunggu...
Sitti Rabiah
Sitti Rabiah Mohon Tunggu... Dosen - Kepala TK & Paud

Dosen S1 PAUD, Senior Childcare Teacher, Kepala TK/PAUD, Penyuluh Pembimbing Kurikulum TK/PAUD, ibu rumah tangga yang mencoba menulis. Email: sittirabiah2011@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Impianku Ingin Berwisata Lagi ke Toraja

6 November 2014   01:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:31 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_333264" align="aligncenter" width="259" caption="Tedong Bonga atau kerbau belang di Tana Toraja (foto: merdeka.com)"][/caption]

Pada tahun 2004 yang lalu, saya beserta keluarga berkunjung juga ke Tana Toraja (Tator) Sulawesi Selatan. Itu setelah 17 tahun merantau ke pulau Jawa  dan berkesempatan mudik pulang kampung. Saya ketika itu ditemani suami, kedua anakku dan kakakku, kakak iparku dan kedua anaknya menggunakan mobil sedan tahun 80-an.

Toraja berada sekitar 328 km sebelah utara Kota Makassar. Setelah pemekaran wilayah, daerah obyek wisata ini terbagi dua kabupaten yaitu Kabupaten Tana Toraja sebelah Selatan dengan ibu kota Makale dan Kabupaten Toraja Utara dengan ibu kota kabupatennya yaitu Rantepao.

Makale atau Rantepao, memilik pemandagan indah dan sama-sama unik, terutama saat berlangsung pesta pernikahan (Rambu Tuka) dan upacara kematian (Rambu Solo). Ada beberapa tempat menarik di Tana Toraja, seperti  catatan berikut ini.

Kete’ Kesu:  Sekitar 3 km dari arah Tenggara Rantepao. Di sini bermukim asli suku Tator yang disebut suku Toraja. Suku Toraja ini sudah berusia kurang lebih 400 tahun. Tempat ini semacam kompleks Tongkonan yaitu rumah adat suku Toraja yang paling terkenal, terindah dan terpopuler. Tongkonan ini, lengkap dengan ukiran khas Toraja, tanduk kerbau yang disusun di tiang bagian depan bangunan. Semakin banyak tanduk yang disusun, semakin tinggi derajat sosial penghuni tongkonan tersebut.

Tongkonan berada berada di antara pohon bambu di puncak bukit (pallawa). Konon jika ada keluarga meninggal dan pihak keluarga belum punya dana untuk melakukan upacara adat kematian, maka mayat tersebut disimpan dulu dan diawetkan di rumah Tongkonan ini, sampai pihak keluarga mengambil lalu diupacarakan.

[caption id="attachment_333288" align="aligncenter" width="400" caption="Sebuah pohon yang diperkirakan sudah berusia ratusan tahun terdapat di Kambira, satu wilayah di Toraja. Pohon ini biasa digunakan untuk mengubur bayi-bayi yang meninggal sebelum giginya tumbuh. Pohon ini dinamakan Tarra (foto: Ist)"]

1415185125453990155
1415185125453990155
[/caption]

Mayat tersebut sekalipun sudah berpuluh-puluh tahun lamanya, tapi tidak membusuk atau meninggalkan aroma yang kurang enak, karena sudah diawetkan terlebih dahulu dengan daun-daun dan ramuan yang dibuat sendiri oleh pihak keluarga. Terkadang pihak keluarga lama baru mengadakan upacara kematian (Rambu Solo) karena upacara ini memakai banyak biaya. Sebelum melakukan upacara Rambu Solo, pihak keluarga harus menyiapkan terlebih dahulu kerbau belang (Tedong Bonga) yang harganya mulai 20 jutaan sampai milyaran.

[caption id="attachment_333282" align="aligncenter" width="300" caption="Tongkonan, rumah adat Tana Toraja (foto: ist)"]

1415184117272595164
1415184117272595164
[/caption]

Londa: merupakan kuburan alam dalam sebuah goa yang sudah berusia ratusan tahun. Sebelum masuk ke goa, kita disambut tao-tao yang berjajar rapi di dinding tebing di atas mulut goa. Tao-tao ini, merupakan patung miniatur yang dibuat mirip dengan jenazah yang hendak dikuburkan dan didandani menyerupai jenazah semasa hidupnya. Ini terlihat bagaimana kreatifnya orang Toraja memahat miniatur patung sehingga persis bentuknya seperti jenazah semasa hidupnya, karya seni yang sangat hebat.

Di sekitar tao-tao kita dapat melihat makam gantung, yaitu peti mati (erong) yang disangga kayu-kayu hingga aman berada di atas tebing. Di dalam goa tempat strategis meletakkan peti-peti jenazah yang sudah lapuk, hingga tulang belulang manusia berserakan di banyak tempat.

Ini menandakan kalau mayat itu tidak dikubur, hanya diletakkan di dalam lubang atau di bawah batuan dan terkadang ada uang logam atau rokok di samping tenggorak tersebut, maksudnya apa ya? Mayat yang sudah lama meninggal sudah jadi tenggkorak, kalau yang masih baru masih terbungkus di dalan peti jenazah. Tapi yang sudah agak lama, air jenazah kadang ada yang menetes dari dalam peti karena terkena embun atau air dari dalam goa.

Di Londa ini, peti-peti mayat diatur sesuai dengan garis keturunan keluarga. Di Londa ini pula banyak dikunjungi oleh pasangan muda mudi, karena konon katanya ada tenggkorak manusia sepasang kekasih yang cerita cintanya seperti Romeo dan Juliet. Tapi saya waktu itu tidak ke sana karena tempatnya agak gelap dan licin.

[caption id="attachment_333286" align="aligncenter" width="300" caption="Menaikkan peti jenazah untuk dimasukkan ke goa Kete"]

14151842342109163864
14151842342109163864
[/caption]

Kambira: Sebuah pohon berusia 300 tahun ada di sini. Pohon ini biasa digunakan untuk mengubur bayi-bayi yang meninggal sebelum giginya tumbuh. Pohon ini dinamakan Tarrayang memiliki banyak getah yang dipercaya sebagai susu untuk arwah bayi yang dikubur. Sebelum jenazah bayi dikubur, pohon terlebih dahulu dilubangi lalu bayi dikubur di dalam lubang dengan posisi berlutut dan menghadap keluar pada batang pohon. Setelah jenazah bayi itu didudukkan dan menghadap keluar, lalu ditutup dengan ijuk. Pohon ini banyak menyimpan banyak jenazah bayi, sehingga menjadi tempat yang unik untuk dikunjungi.

Lemo: atau disebut juga rumah para arwah. Di pemakaman Lemo ini, dapat kita lihat mayat yang disimpan di udara terbuka, di tengah bebatuan yang curam. Tempat ini merupakan kompleks pemakaman. Di sepanjang dinding tebing batu, di ruang terbuka dan di tengah bebatuan, itu merupakan tempat menyimpan jenazah. Di sini kita melihat tao-tao atau jenazah para bangsawan Tator di letakkan atau dikuburkan. Di area ini banyak pedagang cindera mata, pernak-pernik souvenir seperti gantungan kunci, kaos bertuliskan Toraja dan juga ada tao-tao terbuat dari pahatan kayu yang bentuknya miniatur kecil sebagai oleh-oleh.

Tilanga: identik dengan kuburan, tapi tempat ini merupakan tempat permandian alam. Tempat ini kita bisa menikmati kesejukan air jernih dan sangat dingin. Di dasar telaga kolam tersebut, banyak hidup ikan lele atau belut seukuran paha manusia dewasa. Di sini kita bisa melihat belut (moa) bertelinga oleh orang Toraja biasa menyebut dengan nama masapi. Konon katanya, jika ada yang kebetulan bisa melihat masapi akan terkabul segala keinginannya.

Sebenarnya masih ada lagi tempat-tempat yang lain dan menarik. Seperti Batutomonga, Makula (permandian belerang), Pasar Bolu (pasar kerbau belang), Swaya dan Desa Pango-pango (desa wisata).

Khusus bagi kaum muslim hendaknya membawa sedikit bekal  karena sulit menemukan tempat makan khusus muslim. Tana Toraja berpenduduk mayoritas non muslim, termasuk daerah penghasil babi terbesar di Sulawesi Selatan.

[caption id="attachment_333274" align="aligncenter" width="300" caption="Tengkorak manusia di Toraja (foto : Ist)"]

1415183735848463616
1415183735848463616
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun