Film “Brave Blue World” mengisahkan tentang kesuksesan banyak orang di beberapa belahan dunia, yang peduli terhadap kondisi kelangkaan air dan air buangan limbah yang merusak kehidupan sekitar. Film yang disutradarai oleh Tim Neeves & Alexander Whittle ini ditayangkan pertama kali tahun 2019. Banyak pengalaman dan ide out of the box yang dapat dilihat dari film luar biasa ini.
Pada bagian awal, film ini berkisah tentang sebuah kawasan di Flint, Michigan Amerika Serikat menghadapi krisis mengejutkan yaitu kontaminasi timbal dalam air minumnya. Para aktivis tak hanya menuntut tetapi aktif mencari solusi untuk masalah ini. Anak-anak dan lansia tidak bisa memakai air dari pipa saluran sebab racunnya. Kemudian Jaden Smith, seorang artis ternama yang juga co-founder 501CTHREE dan JUST WATER ingin membantu mereka dengan cara memurnikan air bagi mereka yang kesulitan mengakses air bersih. Mereka membuat The Water Box di Flint. Kotak ini menyaring air dan menghasilkan 30 liter air bersih setiap 60 detik, yang dibuat khusus untuk menyaring timbal. Ada orang di lokasi yang menguji air itu setiap hari. Ketika masalah air di tempat lain bukan timbal, maka seharusnya bisa diatasi dengan mengubah konfigurasi mesin tersebut.
Dalam bagian selanjutnya film ini menceritakan tentang masalah kekeringan air di Kenya pada tahun 2016, dimana satu-satunya pilihan adalah mengambil air dari sungai. Anak-anak disuruh ke sungai yang sangat jauh, sehingga tak dapat bersekolah. Padahal airnya mengandung kontaminasi kimia tingkat tinggi, sehingga tak bisa diminum. Seorang inovator bernama Beth Koiji memperhatikan bahwa kumbang Namibia mengambil air minum dari atmosfer. Menurutnya, ada enam kali lebih banyak air di atmosfer dibanding semua sungai di dunia. Jadi itu adalah sumber daya besar yang belum dimanfaatkan dengan baik.
Beth mendesain mesin yang mengambil air bersih dari atmosfer dan menyebutnya Majik. Beth membawa penemuannya ke panti asuhan The Ark, agar anak-anak bisa fokus dalam pendidikan bukan lagi berjalan jauh mencari air. Teknologi ini sangat sederhana mirip kulkas dan penyejuk udara. Udara ditarik oleh kipas lalu melewati gulungan kondensor. Di sanalah kondensasi terjadi. Lalu air disalurkan ke tanki pengumpul dan sudah dapat diminum. Hebat ya! Mari lihat film nya di netflix ^_^
Menurut Gary White (CEO & co-founder water.org dan waterEquity), pada tahun 2019, terdapat 1 juta anak di bawah 5 tahun meninggal dalam kurun waktu setahun karena tak mendapat air dan sanitasi yang layak. Salah satu cerita dari organisasi Matt Damon dan Gary White, bahwa ada wanita yang membayar 60 dolar sebulan agar diantarkan air bersih untuk minum. Kemudian melalui program mereka, wanita itu dapat pinjaman agar punya sumber air sendiri, dan mencicilnya sebesar 5 atau 6 dolar sebulan. Hal itu adalah konsep sederhana namun luar biasa. Mereka mampu mengatasi masalahnya.
Di Water.org yang dilakukan yaitu membantu yang membutuhkan agar mampu membeli filter berskala rumah tangga, air portabel yang aman dikonsumsi. Setelah mengumpulkan dan membagikan sekitar 27 juta dolar (413 milyar rupiah) berbentuk modal filantropis, dan mengeluarkan 1,1 miliar dolar (16,83 trilyun rupiah) dalam pinjaman berbunga rendah agar orang dapat solusi air sesuai kebutuhan mereka, dan ternyata hebat bahwa pinjaman dari mereka telah 99% dilunasi. Orang-orang tersebut miskin menurut Gary White, tetapi faktanya yang mereka inginkan adalah sedikit dorongan pasar ke arah mereka dan beri mereka kehormatan untuk atasi masalahnya. Jika kita anggap mereka bukan sebagai sasaran amal, melainkan sebagai pelanggan, maka kita akan terpukau pada kemampuan mereka.
Di Kenya ada lagi seorang inovator out of the box, Dixon Ochieng Otieno (Director of Government Relations SANIVATION), di Naivasha. Perusahaan Dixon menyediakan toilet rumah dan pengolah limbah bagi 20.000 warga Kenya, secara ekonomi berkelanjutan. Sanivation mengumpulkan limbah manusia sekali sepekan, mempekerjakan 98 pekerja lokal untuk mengangkut material-material ini ke fasilitas pengolahan terpusat mereka. Dia mengolah limbah menjadi rejeki. Langkah pertama yaitu mengelolanya dengan teknologi memanfaatkan matahari dan memastikan semua patogen mati. Bagaimana ini bisa dilakukan, sebaiknya melihat langsung film-nya.
Proses berikutnya yaitu dicampur dengan sisa pertanian, dan setelah itu, mereka memiliki produk dari feses yang dapat dipakai sebagai pengganti arang biasa. Dengan arang ini emisi karbonnya lebih rendah dibandingkan arang biasa. Bahkan nyalanya 3x lebih lama daripada arang biasa sehingga dapat menghemat uang. Selain itu, untuk setiap ton arang yang terjual, sebanyak 88 pohon diselamatkan. Penjualan produk buatan mereka tersebut ternyata dapat menutupi biaya operasi. Hal itu membuat model mereka menjadi menarik untuk pemerintah. Sanivation bermitra dengan pemerintah lokal untuk memperluas jangkauan di Kenya dan sekitarnya.
Kisah berikutnya adalah di Chicago yang merupakan tempat bagi instalasi pengolahan air terbesar di dunia. Kota yang berpenduduk 3 juta jiwa ini mempunyai jutaan liter air limbah dibuang setiap hari. Tom Kunetz (president dari Water Environment Federation) mendapat kiriman sekitar 2,8 miliar liter air rata-rata per hari. Salah satu polutan yang ingin mereka hilangkan dari air adalah fosforus. Dalam jumlah berlebih, fosforus di saluran air mendorong tumbuhnya alga dan tanaman air lain. Terlalu banyak tanaman tersebut dapat menyumbat saluran air. Kelebihan fosforus merusak ekosistem perairan, tetapi elemennya merupakan komponen kunci dari DNA yang membuatnya penting bagi semua makhluk hidup. Fosforus adalah sumber daya terbatas yang cepat menghilang. Para ilmuwan khawatir akan ada kelangkaan global fosforus pada tahun 2035.
Maka yang dilakukan adalah menghilangkan polutan dari air limbah dan mengambil inti berharga dari fosforus murni. Saat dikeluarkan airnya, menjadi sangat kental dengan amonia dan fosforus. Dengan menambahkan sedikit magnesium klorida, mereka mengubahnya menjadi produk pupuk komersial. Namun tak seperti pupuk biasa, pupuk ini melepas nutrisi secara lambat, ia sudah terjual dan mendapat keuntungan. Akan tetapi menurut Sebastien Tilmans (executive director Codiga Resource Recovery Center – Stanford University) masih terdapat ironi dari pengolahan air limbah yaitu terdapat lebih dari dua kali lipat energi pada air limbah yang dibutuhkan untuk mengelolanya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya