Mohon tunggu...
Sitti Azzahra
Sitti Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi STAIN Majene, Jurusan Tarbiyah dan Keguruan, Prodi Pendidikan Agama Islam

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Tradisi tanah Mandar Saeyyang Pattuqduq dan Tammaq Mangaji (Kuda Menari-nari dan Khatam Al-quran)

2 Juni 2024   12:40 Diperbarui: 2 Juni 2024   12:43 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak masuknya agama islam ditanah Mandar bukan hanya merubah stuktur kekuasaan di istana kerajaan, tapi juga sekaligus melahirkan berbagai macam tradisi yang bernuangsa islami sebagai sebuah hasil ekspresi dari pergumulan budaya. Salah satu tradisi yang mengakar di tengah kehidupan Mandar khususnya di kerajaan Balanipa yang masuk dalam wilayah Kabupaten Polewali Mandar sekarang ini adalah tradisi "mappatammaq atau totammaq missawedi saeyyang pattuaqduq" (orang khatam Al-qur'an menunggang kuda penari). 

Defenisi umum "saeyyang pattuqduq" atau kuda menari-nari yaitu (kepala bergoyang naik-turun, kaki depan silih berganti di angkat, bergerak karena kode dari pawangnya lewat tali kekang. Mattuqduq di Polewali Mandar merupakan tradisi yang lahir dari akumulasi kearifan masyarakat Mandar sebagai bentuk apresiasi terhadap prestasi yang dicapai oleh seorang anak, baik laki-laki maupun perempuan yang telah tammaq mangaji (khatam Al-qur'an). 

Mappatammaqq di Mandar secara tradisional ada beberapa macam bentuk, namun pada intinya sama yaitu apresiasi yang dalam bentuk wisuda bagi anak-anak yang telah tammaq mangaji (khatam Al-qur'an).Sebelum islam, mayarakat Polewali Mandar khusunya di daerah Pambusuang tiap tahun membawa sesembahan ke Palippis di antar oleh puutri cantik yang menuggang kuda "pattuqduq". 

Sewaktu islam sudah masuk, ulama membolehkan penunggang kuda mengelilngi mesjid dan mengantar anak kecil yang tamat mengaji yang dilakkukan tiap "bulan munuq" bulan maulid. Dulu dimasa kekuasaan Kerajaan Ajarang Balanipa di atur: Mesjid kelas I merayakan pada Rabiul Awal, mesjid kelas II di Rabiul Akhir, dan mesjid kelas III pada Jumadil Awal. Pada pelaksanaan maulid yang demikian, yang menunggang kuda "pattuqduq" dan diramaikan "pakkalindaqdaq" dan "parrawana" adalah versi Imam Lapeo. 

Kegiatan menunggang "saeyyang pattuqduq" oleh seseorang yang berpakaian adat Mandar (wanita dewasa, biasanya bangsawan) dan dibelakangnya duduk gadis kecil yang mengenakan "padawara", yang baru khatam Al-qur'an "tammaq mangaji". Kuda dipandu oleh seorang pawang, para penunggang dijaga empat laki-laki dewasa yang disebut "pesarung" di arak keliling kampung, di iringi musik oleh "parrabana", ssesekali kepada penunggang dideklamasikan puisi Mandar "kalindaqda".

 Kalau anak laki-laki yang khatam, biasanya hanya seorang diri dengan pakaian lelaki Arab yang bersurban. Tradisi "saeyyang pattuqqduq" dalam sesi pakaian atau hiasan yang digunakan oleh totammaq missawedi saeyyang pattuaqduq" (orang khatam Al-qur'an menunggang kuda penari) atau "saeyyang" memiliki perubahan baik make up atau hiasan lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun