Dalam budaya kolektivis, identitas individu sangat terkait dengan kelompok, seperti keluarga atau komunitas. Keanggotaan dalam kelompok lebih sedikit, tetapi komitmen terhadap kelompok sangat kuat. Anggota kelompok diharapkan mengutamakan kepentingan kelompok di atas kepentingan pribadi, dengan menjaga harmoni dan keselarasan menjadi prioritas utama. Konflik sering dihindari, dan setiap tindakan individu mencerminkan kehendak kelompok. Dalam budaya ini, hubungan sosial yang erat dan saling bergantung sangat dihargai, dan individu merasa terikat untuk menjaga kesejahteraan kelompok mereka.
Ekspresi Emosi dalam Hubungan Sosial
Budaya juga memengaruhi cara individu mengekspresikan emosi, khususnya dalam hubungan in-group dan out-group:
Dalam budaya kolektivis, ekspresi emosi cenderung dipengaruhi oleh nilai-nilai kelompok dan keharmonisan sosial. Emosi positif, seperti kebahagiaan atau rasa terima kasih, lebih sering diekspresikan dalam in-group (kelompok terdekat) untuk memperkuat hubungan dan menjaga keharmonisan. Sebaliknya, emosi negatif, seperti marah atau frustrasi, sering ditekan atau disembunyikan agar tidak mengganggu keselarasan kelompok. Hal ini dilakukan untuk menghindari konflik dan menjaga rasa saling menghormati, sehingga kelompok tetap utuh dan stabil.
Dalam budaya individualistis, ekspresi emosi lebih bebas dan terbuka, tanpa banyak membedakan antara in-group(kelompok terdekat) dan out-group (kelompok luar). Individu merasa lebih bebas untuk mengungkapkan perasaan mereka, baik itu positif maupun negatif, tanpa harus khawatir menjaga keharmonisan kelompok. Hal ini mencerminkan penghargaan terhadap kebebasan pribadi dan otonomi. Oleh karena itu, dalam budaya ini, orang cenderung lebih terbuka dalam berbagi perasaan, baik dengan teman dekat maupun orang yang baru dikenal.
Perbedaan ini mencerminkan bagaimana konteks budaya membentuk pola interaksi dan komunikasi emosional dalam kehidupan sehari-hari.
Pengaruh Budaya terhadap Persepsi Sosial
Persepsi sosial, atau cara kita menilai dan memahami orang lain, juga dipengaruhi oleh budaya:
Dalam budaya individualistis, perilaku individu cenderung dinilai berdasarkan sifat pribadi atau kepribadian mereka, seperti kejujuran, kemandirian, atau ambisi. Identitas seseorang lebih ditentukan oleh karakteristik unik yang dimilikinya, bukan oleh peran atau keterikatan mereka dalam kelompok. Misalnya, seseorang dipandang sebagai "pekerja keras" atau "ramah" karena kualitas pribadinya, bukan karena pengaruh kelompok. Penilaian ini mencerminkan fokus budaya individualistis pada individu sebagai entitas yang mandiri dan berbeda dari orang lain.
Dalam budaya kolektivis, perilaku lebih sering dipahami dalam konteks situasi sosial atau lingkungan sekitar.
Bahkan bias kognitif seperti self-serving bias (kecenderungan menyalahkan situasi saat gagal dan memuji diri sendiri saat berhasil) tidak berlaku universal. Budaya kolektivis cenderung menghindari pujian berlebihan demi menjaga harmoni kelompok.