Mohon tunggu...
Sitti Hasanah
Sitti Hasanah Mohon Tunggu... Teknisi - LOVE, LIVE AND SOUL

Kupu.kupu di padang illang tak berujung...

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pemahaman yang Salah Oleh Masyarakat Awam Tentang Industri Hulu Migas

16 Maret 2015   20:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:34 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14270963151277808709

Sebagai orang awam, sebelum terlalu jauh membahas tentang industri hulu migas, disini akan diceritakan proses pemahaman tentang industri itu sendiri yang awal sangat melenceng jauh dari perkiraan. Dimana pemahaman awal bahwa industri hulu migas adalah industri harta karun yang dapat dinikmati dengan mudah, semudah menyuapkan nasi ke dalam mulut saat nasi telah tersedia didepan kita. Dalam prosesnya dimulai saat ada pemberitaan dikompasiana tentang lomba menulis, yang pembahasannya tentang :

Apa yang anda ketahui tentang industri hulu migas?

Membaca pertanyaan di atas yang terlintas pertama kali di kepala adalah memenggal setiap katanya “Apa itu Industri?, “Apa itu hulu?”, dan “Apa itu migas?

Sebagai orang awam kata “industri” agak terlalu susah untuk dicerna pertama kali, yang terbayang adalah hiruk pikuk kegiatan pabrik dengan keriuhan bunyi mesin, kepulan asap pembuangan dari setiap cerobong asap yang membumbung tinggi, limbah pembuangan yang mengalir bebas ke sungai-sungai milik penduduk tanpa filtering, menimbulkan pencemaran lingkungan dimana-mana, belum lagi kepadatan penduduk yang tinggal empet-empetan, kesannya begitu sesak. Memikirkannya saja sudah terlalu sesak.

Sebelum terlalu jauh imajinasi bergerak, baiklah kita kembali ke awal pembahasan, kembali ke kata “hulu” yang terlintas adalah “sungai”. Mengapa sungai? Karena yang umum istilah “hulu” disandingkan dengan kata “hilir” yang menggambarkan awalan dan akhiran dari proses mengalirnya air dari sungai menuju lautan bebas.

Ada juga rangkaian kata “hulu pedang” yang menggambarkan pegangan suatu pedang, juga ada kata “hulu ledak”, nah yang ini kok rada ekstrim ya? Sedikit seram untuk dicerna oleh pikiran, hanya bisa berpikir sebatas itu. melangkah terlalu jauh memikirkannya serasa nyeri, sakit, hingga rasa takut yang berlebihan. Apalagi saat terlintas pikiran ini, Maher Zain sedang mendendangkan lagu “Palestina will be free” yang dilatarbelakangivideo perang Palestina di layar laptop.

Heh!!! Kembali ngelantur kemana-mana. Should be back to the topic.

Migas, nah kalau yang ini sedikit bisa dicerna. Migas sepengetahuan orang awam pada umumnya merupakan singkatan dari “Minyak dan Gas”. Yup! Minyak dan Gas yang merupakan bahan bakar yang sering digunakan orang untuk dipakai pada kendaraan bermotor atau dipakai untuk menjalankan mesin-mesin pabrik atau yang paling banyak adalah dipakai kaum wanita untuk memasak di dapur, mulai dari dapur konvensional yang menggunakan bahan bakar kayu atau arang yang tetap membutuhkan minyak saat akan dinyalakan. Sampai dapur supermodern yang menggunakan gas atau listrik. Mengapa listrik juga termasuk menggunakan Minyak dan Gas? Karena listrik terbentuknya dari pembangkit listrik yang berbentuk trafo ataupun mesin diesel yang tentunya membutuhkan bahan bakar minyak untuk menjalankannya. (maaf bila salah menggambarkan proses listrik, kembali lagi “pikiran orang awam” harap dimaklumi). Mudah-mudahan yang ini tidak terlalu jauh ngelanturnya.

Fokus kembali ke topik, akhirnya mengantarkan ide untuk mencari inspirasi dari “Om Gugel”. Saat diketikan keyword langsung ke inti pertanyaan “Industri Hulu Migas”….wussss…….hoplah! Berbagai tulisan yang membahas topik ini bermunculan, mulai dari bahasan yang rada formal sampai bahasan yang hanya 2 paragraf pun ada. “Om Gugel” emang tokcer!

Nah berdasarkan materi dari “Om Gugel” pikiran jadi rada terbuka, dari tulisan-tulisan tersebut dapat disimpulkan bahwa industri adalah suatu proses kegiatan ekonomi manusia yang penting yang menghasilkan berbagai kebutuhan hidup manusia mulai dari makanan, minuman, pakaian, perlengkapan rumah tangga, sampai perumahan itu sendiri dan kebutuhan hidup manusia lainnya.

Sedangkan asal kata “industri hulu” adalah proses industri yang dipetakan berdasarkan sifat bahan mentah dan sifat produksinya. Dimana industri hulu adalah industri yang mengelola bahan mentah hasil produksi awal dari industri perikanan, pertanian, peternakan, perhutanan ataupun pertambangan menjadi bahan setengah jadi. Sedangkan untuk proses selanjutnya yang dari bacanya saja sudah ribet bin susah ngerjainnya, hasil produksi bahan “setengah jadi” menjadi “bahan jadi” dibutuhkan proses produksi yang disebut “industri hilir”.

Jadi secara keseluruhan “industri hulu migas” bisa kita simpulkan sebagai proses produksi hasil pertambangan minyak bumi dari bahan mentah menjadi bahan setengah jadi yang belum bisa langsung dimanfaatkan oleh manusia karena masih setengah jadi, untuk dapat digunakan manusia masih diperlukan lagi proses produksi mulai dari proses pemilahan gas, minyak, sampai aspal yang dilakukan oleh “industri hilir”.

Dalam prosesnya, industri hulu migas ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, saat mendengar temuan tentang adanya tambang minyak, otomatis rupiah akan mengalir deras dengan sendirinya. Kita akan menjadi kaya raya dengan sendirinya. Seperti menimba air dari sungai atau sumur yang dapat langsung kita gunakan untuk berbagai kebutuhan, tanpa perlu diolah lagi. Setelah membaca artikel-artikel tentang proses industri hulu migas dari “Om Gugel” ternyata membutuhkan banyak pengorbanan dan persiapan.

Untuk menemukan suatu sumber tambang minyak yang potensial saja ternyata dibutuhkan penelitian dalam jangka waktu yang lama, mulai dari menyusuri lembah, ngarai sampai masuk hutan yang berawa-rawapun diperlukan, terbayang petualangan mencari harta karun yang belum tentu kita dapatkan dengan segera. Disini bisa saja terjadi korban jiwa dalam proses pencariannya karena kadang lokasi yang potensial berada di lokasi-lokasi yang ekstrim. (Jadi kebayang saat pertama kali naik gunung Bawakaraeng)

Belum lagi bila ditemukan lokasi yang mengandung minyak, belum tentu bisa langsung diolah, namun harus mengalami serangkaian proses persiapan yang panjang, mulai dari proses administrasi yang sudah tidak rahasia lagi di negara kita membutuhkan proses berbulan-bulan bahkan tahunan, sampai proses persiapan untuk menambang yang membutuhkan peralatan dan perlengkapan yang canggih serta tenaga ahli yang tidak sedikit, juga membutuhkan pembangunan pabrik yang sesuai standar penambangan yang tentunya membutuhkan persiapan cermat, matang dan banyak duit tentunya. Karena bila membangun pabrik yang asal-asalan seperti pengurangan bahan untuk bestek campuran misalnya, terbayang bila saja terjadi kebocoran, akan menimbulkan bencana yang bisa parah dan menyeluruh mulai dari kebakaran, luapan lumpur, pencemaran bahan kimia dan lain-lain. (Dari pemahaman ini, terbayang penyebab terjadinya lumpur lapindo, mudah-mudahan hanya sebatas bayangan saja).

Dalam proses pencarian dan penambangan awal, ternyata biaya ditanggung oleh kontraktor (hal ini yang mengagetkan penulis), bila tambang itu potensial dalam artian memiliki ketersediaan minyak yang berlimpah maka biaya dapat digantikan dari pembagian keuntungan hasil penjualan, tetapi bila tambangnya merupakan tambang yang tidak menghasilkan minyak yang berlimpah maka kerugian otomatis ditanggung oleh kontraktor tanpa ada pengembalian. Hah, kebayang deh gimana kecewanya.

Terus kita juga selama ini berpikir “mengapa negara kita tidak mengolah sendiri industri hilir migasnya? Biar lebih banyak keuntungan yang bisa didapatkan?” Setelah membaca penjabaran “Om Gugel” bagaimana proses industri hulu dan industri hilir itu terjadi, hah, rasanya emang sulit, ditengah kemandirian pemerintah kita yang sangat tergantung pada indutri hilir asing. Industri hulunya aja sudah sangat ribet ngurusnya dan masih dibawah ketergantungan pada investor asing, lah bagaimana dengan industri hilir yang dalam teorinya memerlukan proses yang lebih rumit dan canggih dibanding industri hulu. Tapi tetap yakin dan optimis, suatu saat generasi penerus bangsa kita memiliki kepercayaan diri untuk membangun industri hilir migasnya sendiri yang tentunya mendapat dukungan penuh dari pemerintah yang bersih dan kondusif.

Memang dalam filosofi ideal perundang-undangan dinegara kita yang mengacu pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Kok rasanya sangat ideal yah? Tapi itu hanya dalam bentuk teori, dalam proses prakteknya sangat jauh dari kenyataan. Diperlukan pemerintah dan dukungan rakyat yang solid, disiplin, jujur, sabar dan rendah hati untuk mewujudkannya. Apalagi seperti yang kita ketahui bahwa minyak bumi dan gas adalah bahan bakar yang tidak terbarukan yang dalam bahasa awamnya bila cadangan minyak dan gas bumi habis maka kita tidak akan mendapatkan gantinya dengan segera seperti saat kita menunggu pergantian musim. Dibutuhkan waktu jutaan tahun untuk kembali membentuk cadangan minyak.

Oleh karena itu untuk kembali mewujudkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 itu dibutuhkan kerja sama pemerintah yang baik dengan rakyat pada umumnya. Dengan memberikan pemahaman yang cukup dan terbuka bagaimana suatu proses industri itu berlangsung, jangan sampai terjadi kesalahpahaman seperti sebelumnya, tentang poses industri hulu migas itu terjadi khususnya.

Diharapkan agar pemerintah sebagai pihak yang diberi mandat oleh rakyat sebagai pemegang kekuasaan dan para pelaku industri untuk lebih proaktif memberikan penerangan tentang segala sesuatunya mengenai proses terjadinya suatu industri, tidak terbatas hanya diruang-ruang seminar yang hanya dihadiri para eksekutif dan para praktisi industri tapi juga diharapkan bisa lebih melibatkan peran serta rakyat awam, tidak semua rakyat negeri ini melek internet, tidak semua rakyat bisa baca, dan yang paling umum “Tidak Semua Rakyat Negeri Ini Hobi Baca” apalagi membaca materi yang formal seperti industri hulu migas, rakyat negeri ini lebih senang baca novel (seperti penulis sendiri) atau nonton kartun dan sinetron.

Mengapa kita tidak mencari cara agar rakyat awam bisa tahu lebih banyak tentang industri hulu migas? Misalnya dengan membuat dokumenter tentang proses industri hulu migas, baik bisa dengan video langsung atau dalam bentuk video animasi, atau langsung memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang proses industri hulu migas itu sendiri.

Cat:

Mohon maaf bila ada pemahaman yang salah tentang industri hulu migas selama ini, dan jadi lebih mengerti mengapa prosesnya bisa begitu mahal. Kembali lagi harus lebih ditingkatkan hobi bacanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun