Mohon tunggu...
Sitta Taqwim
Sitta Taqwim Mohon Tunggu... profesional -

Pejalan, pemintal kata, tukang potret, pecinta Bangunan kuno, gunung dan matahari.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Toraja: Ziarah ke Negeri Raja-Raja

12 Maret 2015   10:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:46 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_402158" align="aligncenter" width="588" caption="Jajaran tongkonan di Kete Kesu"][/caption]

Toraja berarti orang-orang dari atas atau orang-orang dari dataran tinggi. Menurut kepercayaan Toraja, para leluhur mereka turun dari nirwana melalui tangga langit. Pemerintah kolonial Belanda pertama kali menamai suku tersebut Toraja pada 1909. Di awal abad 20, misionaris Belanda datang menyebarkan agama Kristen ke tanah Toraja. Toraja telah lama terkenal sebagai destinasi wisata. Beberapa waktu lalu, akhirnya saya bisa berkunjung ke sana bersama seorang teman. Foto-foto yang saya pajang di sini adalah jepretan sekadarnya dengan ponsel Lenovo saya yang mulai bulukan.

Tongkonan

[caption id="attachment_402159" align="aligncenter" width="420" caption="Motif bulatan (pa’barre allo), ayam dan kerbau (pa’tedong) di atap tongkonan "]

1426128284324231993
1426128284324231993
[/caption]

[caption id="attachment_402160" align="aligncenter" width="420" caption="Tulang rahang kerbau dipasang di tongkonan di situs megalitikum Kalimbuang Bori "]

1426128351144722469
1426128351144722469
[/caption]

[caption id="attachment_402161" align="aligncenter" width="420" caption="Tanduk kerbau dipasang di depan rumah "]

14261283751846221293
14261283751846221293
[/caption]

Sebelum ke Toraja, saya pikir tongkonan itu hanya ada di Kete Kesu. Ternyata sesampai di Toraja, tongkonan bertebaran dimana-mana! Tongkonan adalah rumah tradisional yang dimiliki oleh klan keluarga dan dipakai sebagai “rumah transit” kerabat yang meninggal atau untuk mengadakan pesta. Tongkonan jarang dipakai untuk rumah tinggal sehari-hari, meski ada pula beberapa tongkonan yang dipakai untuk tempat tinggal. Eksklusivitas kaum bangsawan atas tongkonan semakin berkurang seiring banyaknya rakyat biasa yang mencari pekerjaan di daerah luar Toraja. Setelah memperoleh cukup uang, orang biasa pun mampu membangun tongkonan yang besar.

Motif bulatan menyerupai matahari disebut pa’barre allo bermakna bahwa manusia percaya segala yang ada di dunia ini berasal dari Puang Matua (Tuhan). Motif ayam jantan di atas bulatan disebut pa’manuk lodong melambangkan kepemimpinan yang bijaksana. Sementara kerbau, hewan yang paling tinggi nilai dan statusnya bagi masyarakat Toraja ini melambangkan kemakmuran dan kebangsawanan. Wah, saya bershio kerbau lho!

Motif dengan warna dominan merah, coklat, oranye dan hitam menghiasi ornamen tongkonan. Awalnya saya pikir dekorasi itu dicat belaka, namun ternyata bila diperhatikan ada ukiran halus di kayu bangunan tongkonan. Di satu rumah tongkonan dekat situs batu menhir megalitikum, saya dapati deretan rahang dan gigi kerbau dipajang di depan rumah. Ini cukup unik mengingat lazimnya yang dipajang adalah tanduk kerbau yang melambangkan prinsip yang kokoh.

Atap tongkonan masa kini terbuat dari kayu, sementara tongkonan peninggalan masa lampau biasanya dibuat dari bambu. Jajaran tongkonan di Kete Kesu terbuat dari bambu. Rumah adat yang usianya ratusan tahun itu bahkan di bagian atapnya telah ditumbuhi tanaman hijau.

[caption id="attachment_402162" align="aligncenter" width="420" caption="Tongkonan di Kete Kesu"]

14261284302052568080
14261284302052568080
[/caption]

[caption id="attachment_402163" align="aligncenter" width="420" caption="Tongkonan di Kete Kesu"]

1426128452751262164
1426128452751262164
[/caption]

Makam di Pana

[caption id="attachment_402164" align="aligncenter" width="420" caption="Banyak turis mancanegara yang berkunjung dan asal negara mereka digoreskan di papan ini"]

14261284832053918159
14261284832053918159
[/caption]

[caption id="attachment_402165" align="aligncenter" width="420" caption="Makam di Pana tak digunakan lagi"]

14261285121802487519
14261285121802487519
[/caption]

[caption id="attachment_402167" align="aligncenter" width="305" caption="Makam bayi di pohon Tarra "]

14261285511857779237
14261285511857779237
[/caption]

Makam di Pana ini termasuk situs yang tak terlalu sering dikunjungi. Di sini ada makam di tebing batu yang tampaknya tak digunakan lagi dan makam bayi di lubang pohon yang masih digunakan. Saat saya berkunjung, tampak kain kafan menjuntai dari lubang pohon Tarra, pohon bergetah yang diibaratkan sebagai pengganti ASI. Hanya bayi yang belum tumbuh gigi yang boleh dimakamkan di lubang pohon Tarra. Di dalam lubang, ada beberapa permen yang dihadiahkan peziarah untuk menemani sang bayi di alam lain sana.

Lokomata di Batutumonga



HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun