(Oleh : Poloria Sitorus, S.Pd)
Sejak masa Covid-19 ekonomi keluarga kami hancur-hancuran. Suami saya yang sebelumnya bekerja di sebuah perusahaan swasta, beberapa bulan setelah kami menjadi penyintas Covid-19 tidak lagi dipanggil bekerja. Saya yang meski lulusan sarjana pendidikan dalam 4 tahun terakhir menjadi pengangguran karena memilih fokus mengurus anak-anak. Sekitar Agustus-November 2021, penghasilan kami nihil. Sisa tabungan kami di Bank semua ludes selama kami dalam pemulihan Covid-19.
Kami sempat kelimpungan tak tentu arah, tidak tahu harus bagaimana lagi. Satu-satunya harapan kami adalah dari peternakan ayam yang dirintis oleh suami saya sejak setahun sebelum Covid-19. Namun saat itu penjualan ayam pun tidak banyak. Bisa dikatakan selama 4 bulan itu kami hanya bisa menjual 2 ekor ayam jago saja. Itu pun dengan harga di bawah rata-rata. Tentu tidak cukup untuk semua kebutuhan keluarga kami.
Ada masa sulit sampai kami kehabisan beras, susu anak-anak, dan bahan pokok lainnya di rumah. Gas untuk memasak sering kosong. Sampai akhirnya kami harus memasak menggunakan kayu bakar. Beruntung saat itu banyak ranting dan dahan kayu dari pohon-pohon Akasia yang tumbuh di perbatasan rumah kami dengan area rawa di sebelah timur yang berjatuhan karena kencangnya angin. Itulah yang dikumpulkan suami saya untuk kami pakai memasak selama dua minggu. Setelah dahan-dahan Akasia itu habis, kami kewalahan lagi untuk memasak dan menjerang air hangat serta untuk membuat perapian. Kala itu, api dan air hangat sangat kami butuhkan untuk melawan ganasnya virus Covid-19 yang mengerikan itu.
Berusaha untuk tetap bertahan hidup tanpa uang hampir mustahil. Sebab meski ada sedikit ubi jalar yang saya tanami di pekarangan rumah sebagai bahan pangan pengganti beras, tetap saja minyak, gula, susu dan obat-obatan serta multi vitamin untuk anak dan lainnya harus dibeli dengan uang. Kami hampir prustrasi. Menghidupi dua anak tanpa penghasilan tetap rasanya sangat sengsara. Sanak saudara pun tak ada peduli saat itu. Namun sebagai orangtua yang telah dititipi anak-anak oleh Sang Pemilik Semesta, tentu saja kami tidak boleh menyerah begitu saja.
Siang-malam kami berserah dalam doa sembari tetap berusaha. Suami saya merawat anak-anak ayamnya yang tersisa. Saya menanami bahan-bahan pangan seperti: ubi jalar, singkong, papaya, labu, pisang, jambu dan lainnya untuk mencukupi kebutuhan dapur kami. Setiap hari suami saya memancing dan ajaibnya suami saya selalu mendapatkan banyak ikan, cukup untuk lauk kami dari pagi-malam. Karung-karung bekas beras yang saya tanami ubi jalar pun ajaibnya saat dibongkar, berisi penuh ubi ungu. Sungguh kami merasakan Tuhan sedang menunjukkan keajaiban hidup bagi kami. Itu membuat kami tetap optimis untuk terus melanjutkan hidup dengan selalu bersyukur.
Sembari terus bekerja dan berdoa, kami yakin pasti ada jalan keluar untuk kehidupan ekonomi keluarga kami yang saat itu sedang sengkarut dan penuh ujian. Sampai pada akhirnya Kak Wulan, kakak keempat saya menyarankan kami meminjam dana KUR (Kredit Usaha Rakyat) dari BRI. Kak Wulan menjelaskan persyaratan untuk bisa mendapatkan dana KUR tersebut. "Sekarang ini semua jadi MUDA(H) kalau kita mau berusaha dengan bantuan KUR BRI," ucapnya memotivasi kami.
Kami memberanikan diri mendatangi Kantor Cabang BRI lalu mengajukan dana pinjaman KUR untuk mengembangkan usaha. Saat kami memasuki Kantor Cabang BRI, karyawan BRI yang kami temui menanyai suami saya tentang usaha apa yang sedang kami jalankan. Suami saya mempresentasikan rencananya untuk pengembangan peternakan Ayam Jago yang telah digagasnya setahun sebelumnya. Setelah itu, tim BRI melakukan survei ke lokasi peternakan kami. Hanya berselang 2 hari setelah tim BRI survei, pinjaman dana KUR untuk kami pun disetujui dan segera dicairkan. Dana tersebut kami manfaatkan seoptimal mungkin untuk pembenahan dan pengembangan Peternakan Ayam Jago.
Sejak mendapatkan bantuan dana KUR BRI, kami lebih semangat dan serius melakukan breeding (perkawinan silang) beberapa jenis Ayam Jago dan melakukan berbagai eksperimen untuk menghasilkan produksi Ayam Jago secara berkelanjutan. Bahkan suami saya harus membeli mesin penetas telur dengan kapasitas 150 butir telur untuk mendukung produksi anakan Ayam Jago di Peternakan D&G Game Farm. Sejak saat itu anakan Ayam Jago kami rawat secara intensif. Di usia 6-8 bulan Ayam Jago tersebut bisa terjual dengan harga rata-rata 1 Juta hingga 2,5 Juta Rupiah per ekor.
Setelah peternakan Ayam Jago berhasil dan berkembang, tercetus ide
ingin membuka usaha Petshop untuk penyediaan Pakan Ayam Jago lengkap dengan obat-obatan dan jamu-jamuannya. Berangkat dari hobi dan kecintaan suami saya terhadap jenis-jenis Ayam Jago dari sanalah ide itu tercetus. Selain itu suami saya dan teman-teman peternak Ayam Jago juga terbilang ramai di wilayah Samarinda dan daerah lainnya. Mereka tergabung dalam beberapa Group Facebook dan Whatshap. Suami saya melihat ini sebagai peluang bisnis yang menjanjikan.
Pada November 2021 saat ingin membuka usaha petshop, kami membutuhkan modal yang lebih besar lagi. Saat itu pinjaman dana KUR BRI kami masih sedang berjalan. Kami kembali mendatangi Kantor Cabang BRI terdekat dan menghubungi karyawan BRI yang sebelumnya membantu kami untuk pencairan dana KUR yang pertama. Saat itu kami diberitahu bahwa untuk peminjaman tambahan dana usaha, pihak BRI perlu melihat usaha dan prospek usaha tersebut setelah berjalan minimal 6 bulan.