TeoriÂ
Pada teori ini perkembangan kepribadian dibentuk melalui delapan tahap perkembangan psikososial, yaitu dari bayi hingga dewasa. Dalam setiap tahapannya, seseorang dapat mengalami krisis psikososial yang dapat memiliki hasil positif atau negatif bagi perkembangan kepribadian. Dikatakan krisis psikososial karena melibatkan kebutuhan psikologis individu (yaitu, psiko) yang bertentangan dengan kebutuhan masyarakat (yaitu, sosial).
Penyelesaian yang berhasil dari setiap tahap menghasilkan kepribadian yang sehat dan perolehan kebajikan dasar. Kegagalan untuk berhasil menyelesaikan suatu tahap dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan untuk menyelesaikan tahap lebih lanjut dan oleh karena itu kepribadian dan perasaan diri yang lebih tidak sehat. Tahapan ini, dapat diselesaikan dengan sukses di lain waktu.
Tahapan dalam perkembangan psikososial, menurut Erik Erikson:
- Kepercayaan vs Ketidakpercayaan, tahap ini dimulai saat lahir dan berlangsung sekitar usia satu tahun. Bayi mengembangkan rasa percaya ketika interaksi memberikan keandalan, perawatan, dan kasih sayang. Kurangnya ini akan menyebabkan ketidakpercayaan.
- Otonomi vs. Malu dan Keraguan, tahap ini terjadi antara usia 18 bulan sampai kira-kira usia dua sampai tiga tahun. Bayi mengembangkan rasa kontrol pribadi atas keterampilan fisik dan rasa kemandirian. Erikson menyatakan bahwa sangat penting bagi orang tua untuk membiarkan anak-anak mereka mengeksplorasi batas kemampuan mereka dalam lingkungan yang mendukung yang toleran terhadap kegagalan. Keberhasilan mengarah pada perasaan otonomi, kegagalan menghasilkan perasaan malu dan ragu.
- Inisiatif vs. Rasa Bersalah, tahap ini terjadi selama tahun-tahun prasekolah, antara usia tiga dan lima tahun. Anak mulai menegaskan kontrol dan kekuasaan atas lingkungan mereka dengan merencanakan kegiatan, menyelesaikan tugas dan menghadapi tantangan. Sukses pada tahap ini mengarah pada rasa tujuan. Jika inisiatif ditolak atau ditolak, baik melalui kritik atau kontrol, anak-anak mengembangkan rasa bersalah.
- Industri vs. Inferioritas, tahap ini terjadi selama masa kanak-kanak antara usia lima dan dua belas tahun. Pada tahap inilah kelompok teman sebaya anak akan mendapatkan signifikansi yang lebih besar dan akan menjadi sumber utama harga diri anak. Anak menghadapi pembelajaran baru dan tuntutan sosial. Sukses mengarah pada rasa kompetensi, sementara kegagalan menghasilkan perasaan Inferiority.
- Identitas vs. Kebingungan Peran, tahap kelima terjadi selama masa remaja, dari sekitar 12-18 tahun. Remaja mengeksplorasi siapa mereka sebagai individu, dan berusaha untuk membangun rasa diri, dan dapat bereksperimen dengan peran, aktivitas, dan perilaku yang berbeda. Menurut Erikson, ini penting untuk proses pembentukan identitas yang kuat dan mengembangkan rasa arah dalam hidup.
- Keintiman vs. Isolasi, tahap ini berlangsung selama masa dewasa muda antara usia sekitar 19 dan 40. Selama periode ini, konflik utama berpusat pada pembentukan hubungan yang intim dan penuh kasih dengan orang lain. Sukses mengarah pada hubungan yang kuat, sementara kegagalan menghasilkan kesepian dan isolasi.
- Generativitas vs. Stagnasi, tahap ini berlangsung selama masa dewasa pertengahan antara usia sekitar 40 dan 65. Orang-orang mengalami kebutuhan untuk menciptakan atau memelihara hal-hal yang akan bertahan lebih lama dari mereka, sering kali memiliki mentee atau menciptakan perubahan positif yang akan bermanfaat bagi orang lain. Kesuksesan mengarah pada perasaan berguna dan pencapaian, sementara kegagalan menghasilkan keterlibatan yang dangkal di dunia.
- Integritas Ego vs. Keputusasaan, tahap ini terjadi setelah usia 65 tahun dan melibatkan refleksi pada kehidupan seseorang dan berpindah ke perasaan puas dan bahagia dengan hidupnya atau perasaan penyesalan yang mendalam. Sukses pada tahap ini mengarah pada perasaan kebijaksanaan, sedangkan kegagalan menghasilkan penyesalan, kepahitan, dan keputusasaan.
Aplikasi Teori Kepribadian Erikson Pada PendidikanÂ
Contoh penerapan pada tahap Inisiatif vs. Rasa Bersalah (masa usia 3-5 tahun) menurut Erikson, tahap perkembangan ketiga adalah usia bermain. Adapun yang harus dilakukan pada tahapan ini diantaranya yaitu; pembelajaran dengan pendekatan bermain (dimana belajar melalui bermain disini berdasarkan potensi dan perkembangan anak pada usia dini), pendekatan saintifik (dimana pendekatan ini dilakukan untuk membangun cara berpikir anak), pendekatan tematik terintegratif (dilakukan untuk memudahkan guru agar bisa memberikan pemahaman terhadap materi yang diberikan). Dengan diterapkannya pendekatan ini diharapkan siswa mampu mengembangkan sikap positif, kerja sama dan interaksi sosial, memecahkan masalah, da tanggung jawab.
Dari beberapa pendekatan yang diterapkan pada siswa usia 3-5 tahun (Pendidikan tingkat PAUD) ada hal yang harus dihindari pada tahapan ini agar siswa tidak tertanam rasa bersalah dalam dirinya yaitu dengan menghindari hal-hal berikut seperti guru tidak membatasi kreatifitas anak, memperlakukan anak dengan ketulusan hati, menasehati dengan bahasa halus, memberikan teguran tidak di dapan umum dan lainnya yang mengarah pada rasa bersalah terhadap diri anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H