Mohon tunggu...
Siti Syalwa
Siti Syalwa Mohon Tunggu... Lainnya - semangat

dunia adalah tempat berkeluh kesah

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Kita Mesti Belajar untuk Tetap Berkarya seperti Nano Riantiarno

20 Januari 2023   21:12 Diperbarui: 23 Januari 2023   07:14 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah kamu menyukai pementasan teater? Jika iya, kamu pasti kenal dengan sutradara sekaligus penulis naskah drama teater yang terkenal. Ia adalah Nobertus Riantiarno atau biasa dikenal dengan Nano Riantiarno. Ia seorang aktor, penulis, sutradara, wartawan dan tokoh teater Indonesia yang mendirikan teater koma pada 1 Maret 1977. 

Teater koma sudah berusia 45 tahun dan sudah memproduksi 222 produksi sejak awal didirikan. Kini, kita semua kehilangan seseorang yang berbakat dan hebat di bidang seni sastra khususnya teater, Nano Riantiarno. Tepat hari ini, beliau pergi meninggalkan seluruh karya yang luar biasa.

Saya sebagai salah satu penggemar turut berduka dengan kabar hari ini. Saya mengikuti jejak beliau ketika saya mendalami teater di tahun 2016. Saya membaca buku beliau yang berjudul Kitab Teater. Saya mendalamin kitab itu sampai saya benar-benar mengaplikasikannya dalam bermain teater. 

Saya juga sempat menonton di layar laptop saya, lakon yang beliau mainkan yaitu Tanda Cinta. Dari lakon tersebut, saya benar-benar jatuh cinta kepada beliau. Beliau begitu hebat menulis naskah tentang cinta yang tidak terlalu cengeng atau cinta yang terlalu ambisius. Tetapi tentang cinta dengan segala pertahananya.

Saya ingin sekali menonton teater koma sejak saya mengenal beliau. Tetapi uang yang saya miliki tidak cukup untuk menonton pementasan beliau. Akhirnya saya hanya melihat pementasan beliau dari layar laptop. Sampai suatu ketika saya mendapatkan satu tiket menonton pertunjukan yang diproduksi oleh beliau. 

Pementasan itu berjudul Lakon Geminta Sebuah Kisah Cinta di Negeri Tanpa Cinta tahun 2018. Saya sempat menestakan air mata karena saya sudah menunggu cukup lama untuk dapat menonton produksi dari teater koma. Ketika saya menonton pertunjukan itu saya terkaget-kaget dengan kemegahan set dan musik yang dikombisanasi luar biasa membuat saya merasa paling kecil di antara penton lainnya. 

Saya bertanya-tanya, bagaimana bisa seorang bapak bisa begitu hebat membuat pementasan yang disesuaikan dengan perubahan dunia. Dan yang lebih hebatnya lagi, beliau dan timnya tetaer koma, mampu mengajak begitu banyak orang untuk datang menonton pertunjukan teater. Hasilnya memang luar biasa.

Naskah beliau betul-betul ringan tetapi disuguhkan dengan sangat luar biasa. Saya ingat, ada dua aktor yang membawa cerita ini sangat lucu. Saya lupa peran mereka sebagai apa, tapi saya terbahak-bahak setiap melihat mereka tampil. Dari lakon yang saya tonton pertama kali, saya merasa pementasan ini wajib ditonton oleh kalangan manapun. 

Ceritanya benar-benar sangat menyentuh. Seingat saya, disebutkan ada sebuah negara yang dipenuhi dengan kasus korupsi dan dalam penceritaan itu saya benar-benar terhanyut. Karena kejadian dalam cerita itu persis terjadi di negara ini pada tahun 2018. Itulah yang membuat saya terkagum-kagum. 

Mereka mampu memberikan suara mereka untuk negeri ini melalui pementasan drama/teater. Hingga musim covid pun teater koma masih setia menyuguhkan karyanya melalui akun Youtube channel miliknya. Saya tidak segan-segan menunjukan pementasan Teater Koma kepada murid-murid saya sebagai suatu pembelajaran.  

Saya begitu bangga dengan komitmen Bapak Nano Riantiarno dan Teater Koma dalam berkarya. Saya selalu senang dengen proses dan perjuangan mereka dalam menegakkan teater di kalangan Indonesia dan suara mereka untuk negeri ini. Saya benar-benar belajar banyak dari beliau dan komunitasnya yang hebat. 

Saya berharap kepada Tuhan, semoga beliau ditempatkan di panggung yang lebih besar. Selain bapak Nano Riantiarno, ibu Ratna begitu luar biasa. Ia sebagai istri sekaligus pemimpin produksi, saya juga sangat mengaguminya. Lakon Tanda Cinta adalah lakon paling saya sukai. 

Dan selalu ingin saya tanyakan kepada bapak sutradara kita "Masih adakah cinta di antara kita?". Rasanya saya menulis artikel ini hanya untuk mengenang beliau dari bidang terkecilnya. Sesungguhnya masih banyak yang mesti dipelajari dari beliau. Harapan saya, setelah kamu membaca artikel ini, kamu bisa jatuh cinta kepada bapak sutradara dan penulis naskah Nano Riantiarno.

Selamat jalan bapak teater Indonesia, Nano Riantiarno. Terima kasih atas karya-karya yang hebat dan luar biasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun