[caption id="attachment_197977" align="aligncenter" width="300" caption="Veteran, penjaga bendera bangsa. Gambar:anggarezpector.blogspot.com"][/caption] Ingat Veteran , kita pasti ingat dengan perjuangan bangsa Indonesia . Ingat dengan cerita-cerita kepahlawanan bangsa kita merebut kembali kemerdekaan ini dari tangan Belanda . Yang konon sudah menjajah bangsa kita semua selama 350 tahun. Kita bukan minta atau mengemis tapi merebut kembali dengan gagah berani, tanpa gentar disertai darah dan air mata. Kisah-kisah heroik disetiap daerah pasti ada, semua mendebarkan dan membanggakan. Tapi yang paling berkesan adalah perjuangan dari Surabaya. Dimana “arek-arek Suroboya” dengan perkasa berusaha menghadang sekutu yang ditunggangi Belanda. Dengan hanya peralatan seadanya, mereka berusaha menghalangi pasukan sekutu yang punya persenjataan paling canggih saat itu. Waktu itu Surabaya dihentak dari laut dengan dentuman-dentuman meriam dari kapal perang Sekutu dari laut Dan pesawat tempur – nya yang menyeruak dilangit Surabaya Dengan bom –bom yang menggeleggar, meraung-raung merambah , membahana di persada Surabaya Surabaya bergetar, rakyat panik dan lari berhamburan, tunjang-palang mengungsi keluar kota, menyelamatkan diri. Tetapi diantara puing-puing Surabaya, masih berkeliaran pasukan-pasukan kecil arek Suroboyo yang cuma “bondho nekat” . Istilahnya modal dengkul , bermodalkan tekad/dengkul saja . Mereka hanya punya tekad , menghadang Belanda yang mau balik lagi menggagahi Nusantara tercinta ini . Mereka hanya cuma punya nyawa tok dengan senjata seadanya , seketemunya. Sekutu kemudian mendarat, dengan gegap gempita . Diawali pasukan gurgha yang tampak garang, dengan sorban dan bajunya yang khas. Gemeradak dibacking tank-tank yang bergemuruh. Mereka datang tidak dengan Caiya-caiya-nya Shahruk Khan . tetapi dengan senapan pemusnah canggih yang menakutkan. Dan yang selalu siap dihamburkan pada pasukan arek Suroboyo yang menghadang mereka. Pertempuran berhadap-hadapan mengerikan terjadi , dan korban berjatuhan bergelimpangan bersemburat darah. Dari persenjataan , sungguh pertempuran yang tidak seimbang, korbanpun bertumpuk dipihak kita. Tetapi karena pasukan sekutu kurang paham dengan jalan-jalan tikus di Surabaya . Jadi mereka sering dicegat diantara bangunan yang sudah runtuh porak poranda. Dari pasukan sekutu yang terbantai itulah , baru pasukan “ arek-arek Soroboyo “ ini mendapat amunisi dan peralatan perangnya ,…. kasihan sekali. Tetapi pasukan sekutu, jagoan-jagoan perang dunia – pasti tidak kurang taktik dan tidak gentar menghadapi pasukan arek Suroboyo . Yang hanya bondo nekad , seadanya , yang amat minim peralatan dan minim pengalaman perang. Setelah mundur 2 hari, pesawat-pesawat sekutu datang lagi, disertai dentuman meriam dari kapal perang yang lego jangkar dilaut . Mereka menyebarkan selebaran agar perlawanan dihentikan , mereka harus mundur . Atau Surabaya akan di bumi-hanguskan jika tidak mau menyerah. Dan inilah jawaban mereka , jawaban arek-arek Suroboyo : : “ Ayo ,…..rawe-rawe rantas , malang-malang putung ,… maju terus ! “ Pertempuran yang terjadi menimbulkan korban yang amat besar , mengerikan . Sehingga kemudian Surabaya dijuluki sebagai kota Pahlawan . Ya , kenapa saya kok sok begitu tahu dengan perjuangan arek-arek Suroboyo ini ? Betul ,…karena salah satu dari pasukan arek Suroboyo itu akhirnya jadi suami saya. Saya masih ingat, disetiap menjelang 17 Agustus , jiwanya seolah menggebu dan bergetar lagi , ada semangat menggelora didada Sayapun senang mendengarkan kisah2 heroik, gila2-an , kadang jenaka , lucu dan keberanian nekad ngawur , penuh bahaya . Betul2 nyawa taruhannya dari pasukan suami , yang rata2 masih amat muda itu. Pertempuran hadap-hadapan serta penghadangan yang mereka lakukan , banyak membawa korban. Di peperangan , jika ada seruan “ AWAS – tiarap “ , mereka harus cepat tiarap , menjatuhkan diri dimana saja. Terlambat sedikit , nyawa terbabat melayang oleh tembakan/mortir musuh yang menerabas kemana-mana. Pernah seorang rekan suami yang nekad , meskipun sudah ada peringatan “ tiarap “ , dia tetap berdiri dan berteriak “ maju !! “ , terus berlari kearah musuh. Dan terbabatlah pejuang muda itu , putus berkeping bersimbah darah dihadapan pasukannya. Sesudah merdeka , disetiap peringatan kenegaraan jelang 17 Agustus . Jadi persis setiap tanggal 16 Agustus , ,jam 12 .00 tengah malam, suami selalu hadir datang ke upacara itu dengan semangat. Untuk memperingati rekan2 –nya yang gugur dahulu sebagai kusuma bangsa , dan jasadnya berserakan dimana-mana . Sekalian merekapun bertemu dengan rekan-rekan semasa perjuangan dahulu. Mertua perempuan sayapun suka nimbrung bercerita, tidak kalah seru dan semangatnya. Karena beliau juga salah seorang dari mereka , berjuang dibelakang dengan mendirikan dapur umum. Pensuply makanan dari garis belakang untuk pejuang garis depan. Bagaimana beliau dengan bu Dar Mortir, pahlawan wanita Surabaya , lari kocar-kacir , jika tempat dapur umumnya ketahuan dan diobrak-abrik Belanda. Satu yang saya ingat dari beliau2 itu , bahwa perjuangan itu amat didukung oleh seluruh rakyat Indonesia. Pejuang2 itu bukan hanya orang/pemuda Surabaya saja , tetapi banyak pemuda2 dari seluruh pelosok tanah air , nimbrung jadi satu , bertekad bulat seiya sekata . Saudara2 dari desapun dengan sukarela menyokong perjuangan heroic itu. Mereka berjuang bersama , satu padu , susah dan senang sama-sama. Bersama-sama melawan penjajah dengan satu janji , satu semboyan : MERDEKA atau MATI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H