Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Seni Pitutur Jawa: Wejangan Pedoman Hidup

12 Juli 2014   02:46 Diperbarui: 4 April 2017   16:17 3130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14050824111850169612

[caption id="attachment_333149" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber Gambar: titikbaliksukmologi.blogspot.com"][/caption]

Dari mengambil pensiun saya terus ke supermarket dekat rumah untuk membeli keperluan harian dan buah-buahan.
Disini saya disapa oleh seorang ibu sepuh yang ternyata tante dari salah satu teman saya.
Memakai bahasa Jawa krama-inggil yang santun, saya benar-benar  terpesona.

Usia beliau sudah 82 tahun tetapi masih tampak sehat, sopan, tenang, anggun, sabar dan masih suka tertawa. Beliau dahulu notaris dikota saya.
Sesampai dirumah, mungkin karena terpengaruh oleh bahasa Jawa karma-inggilnya, saya jadi ingat ibu dan keluarga besar saya, yang selalu memakai bahasa itu kesehariannya.

Beberapa hari yang lalu saya membaca tulisan mbak Aridha Prassetya tentang wejangan dari ayahanda tentang kesabaran yang memakai bahasa Jawa.
Saya jadi ingat lagi tentang beberapa wejangan dan seni pitutur Jawa yang luhur tentang pedoman hidup.

Ini beberapa diantaranya :

1.  Sabar subur, gemi setiti mukti, artinya : Sabar itu akhirnya subur/bahagia, hemat cermat itu rahmat.
2.  Dora lara, goroh kerogoh, artinya : Berdusta itu menderita, Menipu itu akhirnya tertipu.
3.  Aja dumeh, mengko mundak keweleh, artinya : Jangan suka meremehkan, nanti malu sendiri/tercemar diri sendiri
4.  Lut-lutan lowe, nyamber buntute dewe. Artinya : Orang yang memfitnah orang lain, tetapi fitnah itu mengenai diri sendiri.
5.  Ora nyedak wong ladak, ora nyanding wong muring-muring, artinya : Tidak mendekati orang yang congkak, tidak mendampingi orang yang marah-marah.
6.  Singa papa ngulati mangsa, artinya : Orang yang menipu rakyat, pura-pura berbuat baik tetapi tujuannya mencari untung/mangsa.
7.  Ojo geguyon mundak kleru, ojo anggak mundak kelenggak, artinya : Jangan suka mentertawai orang lain, karena bisa keliru, jangan terlalu angkuh, bisa terhempas.
8.  Pamer cemer, gemendung glundung, artinya : Pamer bisa mengurangi harga diri
congkak dan tinggi hati bisa tergelincir.
9.  Ajining diri gumantung saka lati, ertinya : Harga diri kita tergantung dari mulut
kita sendiri, meskipun tinggi derajadnya tetapi jika mulut kita tidak bisa di
percaya, dapat di pastikan hilang harga diri dan kewibawaan.
10.   Ana gunem mingkem, ana catur mungkur, ana padu mlebu, artinya : Ada
percekcokan tutup mulut, ada pembicaraan menjelekkan orang lain, tidak usah
mendengarkan, ada perselsihan menyingkirkan diri.

Sebenarnya masih banyak lagi pitutur yang lain, tetapi semoga saja yang sedikit ini bisa membuka mata hati kita, menata nurani bening sanubari kita, untuk meraih kebajikan, kebijakan yang arif dan kearifan yang luhur.

*** Orang yang mempunyai martabat paling tinggi ialah orang yang memikirkan sesuatu dengan sebaik-baiknya, merasakan sesuatu dengan cara paling santun dan bijak, serta bertindak dengan cara yang paling baik.
( P.J.Boiley )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun