Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Darah Biru yang Terluka (37)

12 Desember 2014   16:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:27 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_359090" align="aligncenter" width="320" caption="Sumber Gambar: wangi-lexia.blogspot.com"][/caption]


  • Bagian ke Tiga Puluh Tujuh :  SENYUM   BUAT   SANG   PANGERAN


Nyai Gandhes memandang kearah keluarga Kemayang.” Apa maumu sekarang Tirto Bawono ?” Tirto Bawono ganti memandang pada Samudera Laksa.

“Dia selalu curang, perempuan tidak jelas itu, selalu mengaku jadi puteri Galuga.” Gayatri berteriak menuding padaku

“Dia memang puteri Galuga, mau apa kamu ?” Gayatri surut ditantang Nyai Gandhes, kemudian berbisik-bisik kepada Samudera Laksa

“Pertarungan di teruskan, tapi tidak boleh memakai cambuk cemeti, tetapi harus memakai pedang panjang seperti biasa.”
Nyai Gandhes menoleh kearahku, tersenyum

Tunjung Hijau masuk ke arena dengan dua pedang panjang, akupum masuk kearena tanpa membawa apa-apa. Cemeti aku titipkan pada Kuning.

Aku cari Nini Sedah, kulihat beliau mengangguk, akupun mengangguk.

Sebuah pedang dicabut, sekali lagi melihat ke arahku, aku mengangguk dan pedang itu di lempar kencang, berputar dan kuterima dengan manis di tanganku.

Gaya ciptaan Nini Sedah yang di ajarkan padaku, dan akan membuat setiap musuh yang kuhadapi merasa hilang dan ciut nyali.

Tunjung Hijau melihat, memandang pada Nini Sedah dan juga padaku.
Tetapi dia cepat menyerangku dengan bertubi-tubi dan mendorongku, tidak diberi kesempatan.

Tetapi secepat kilat aku berkelit, dan kutendang dia dengan kuat hingga tersungkur jatuh.. Dua pedangnya terlepas dan aku lihat ada darah mengalir dari tangannya, dia memandangku dengan murka. Kuarahkan pedangku dimukanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun