Mobil melewati pintu gerbang pagar rumah, masuk halaman depan, berhenti didekat undakan rumah, kemudian kita semua turun, sekeliling sepi dan redup  keadaannya,
Berdiri didepan pintu rumah dinas ayah yang baru, semua menunggu eyang.
Aku lihat eyang berdiam diri sejenak dan kemudian membuka pintu depan, Â memecahkan sebutir telur yang tadi selalu aku bawa, Â persis di pintu masuk dan di serakkan begitu saja disitu.
Kata eyang itu tanda kula -- nuwun/ijin masuk kita semua.
Semua masuk, eyang putri, ayah ibu, aku, kemudian  menyusul  3 pembantu yaitu mbok Yah, Sumi dan Pardi, juga ada 2 sopir dari kantor dan dua orang pegawai yang menjemput kita.
Pegawai itu menunjukkan ruangan  yang ada didalam dirumah.
Rumah dinas yang  amat luas, katanya halamannya 3 hektar, dikelilingi pagar tembok kokoh setinggi 3 meter.
 Bangunan rumah sekitar 1500 m2, dengan 4 kamar tidur besar, dan satu kamar tidur utama.
Semua komplit, ruang tamu, ruang makan, juga ruangan santai keluarga, dapur dan semuanya dengan ukuran yang besar, bersih, rapi dan tertata.
Sebenarnya rumahnya juga baru di renovasi, tadi disekitar rumah itu masih berantakan dengan beberapa tumpukan kayu serta rumput yg lumayan tinggi. Dengar-dengar, rumah ini angker, ada cerita tragedi tragis menakutkan yang terjadi.
Dahulu, penghuni rumah ini seorang pejabat  Belanda, yang kemudian digantikan ayah, setelah Indonesia merdeka.