Mohon tunggu...
sitisurensi
sitisurensi Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

hukum pidana dalam islam

20 Desember 2024   11:05 Diperbarui: 20 Desember 2024   11:05 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum pidana dalam Islam, yang dikenal dengan istilah fiqh jinayah, merupakan cabang ilmu hukum yang mengatur berbagai aspek terkait tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dapat membebani kewajiban hukum kepada individu yang melakukan pelanggaran. Fiqh jinayah berakar dari dua sumber utama hukum Islam, yaitu Al-Qur'an
dan Hadis, yang menjadi pedoman bagi umat Islam dalam menentukan perbuatan yang dianggap sebagai pelanggaran serta sanksi atau hukuman yang harus diterima oleh pelaku tindak kejahatan. Dalam sistem hukum Islam, tidak ada pemisahan yang tegas antara hukum privat dan publik, karena keduanya saling terkait erat dan berfungsi untuk menjaga ketertiban sosial serta moralitas dalam masyarakat. Hukum pidana Islam bertujuan untuk menegakkan keadilan dan memelihara ketertiban, tidak hanya untuk melindungi individu tetapi juga untuk menjaga keseimbangan sosial yang lebih luas.
Fiqh jinayah sendiri terdiri dari beberapa kategori utama yang mengatur jenis-jenis pelanggaran dan sanksi yang diberikan. Kategori pertama, hudud, mencakup kejahatan-kejahatan yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap ketentuan Allah yang sangat jelas dan tidak bisa ditawar. Jenis-jenis kejahatan dalam kategori ini antara lain adalah pencurian, zina, pemerkosaan, dan peminum minuman keras. Untuk setiap kejahatan ini, sanksi yang diberikan sudah ditentukan secara tegas dalam syariat Islam dan bersifat tetap. Artinya, hukuman yang diterapkan dalam kasus hudud tidak bisa digantikan atau diubah oleh keputusan manusia, dan penerapannya sangat ketat serta harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti adanya bukti yang sah dan kesaksian yang jelas. Penerapan hukuman hudud, dengan demikian, bertujuan untuk memberikan efek jera sekaligus menjaga kestabilan moral dalam masyarakat.
2

Kategori kedua, qishash, berfokus pada kejahatan yang melibatkan penganiayaan atau pembunuhan. Dalam kasus ini, korban atau ahli waris korban berhak untuk meminta pembalasan yang setimpal terhadap pelaku kejahatan, seperti dalam kasus pembunuhan, di mana hukuman mati atau hukuman setara dengan perbuatan yang dilakukan bisa diterapkan. Namun, dalam sistem hukum Islam, terdapat pilihan bagi pihak korban untuk memaafkan pelaku atau menerima kompensasi (diyat), yang sering kali mengarah pada penyelesaian damai. Oleh karena itu, prinsip qishash tidak hanya menekankan pada pembalasan setimpal, tetapi juga membuka ruang untuk rekonsiliasi dan pengampunan. Keputusan untuk menuntut qishash atau memilih memaafkan sangat bergantung pada keputusan pribadi korban atau keluarganya, yang mencerminkan nilai keadilan dan belas kasihan dalam hukum Islam.
Kategori ketiga, ta'zir, mencakup pelanggaran-pelanggaran yang tidak termasuk dalam dua kategori sebelumnya, yaitu hudud dan qisas. Jenis-jenis kejahatan dalam kategori ini bisa sangat beragam dan melibatkan berbagai macam tindakan yang merugikan masyarakat, tetapi tidak memiliki hukuman tetap yang diatur dalam Al-Qur'an atau Hadis. Hukuman untuk pelanggaran ta'zir ditentukan oleh hakim atau pemerintah berdasarkan kebijaksanaan, situasi sosial, serta tujuan untuk mendidik pelaku dan mencegah terulangnya kejahatan serupa. Dalam hal ini, hukuman bisa berupa denda, penjara, atau hukuman lainnya yang dianggap sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan. Ta'zir memberikan fleksibilitas
kepada penguasa atau hakim untuk menyesuaikan hukuman dengan konteks sosial yang ada, sehingga memberikan ruang bagi sistem peradilan untuk lebih adaptif dan responsif terhadap perubahan zaman.
Secara keseluruhan, hukum pidana dalam Islam tidak hanya berfokus pada pemberian hukuman, tetapi juga menekankan pentingnya keadilan, pembuktian yang sah, dan perlindungan hak-hak terdakwa. Hukum ini bertujuan untuk mendidik masyarakat agar hidup sesuai dengan prinsip moral dan etika yang diajarkan dalam Islam, serta untuk memperbaiki perilaku individu yang melakukan kejahatan. Selain itu, penerapan hukum pidana Islam juga diharapkan dapat mencegah kejahatan dan memperkuat ketertiban sosial, yang pada akhirnya akan menciptakan masyarakat yang aman, adil, dan harmonis. Dengan demikian, hukum pidana dalam Islam memiliki fungsi yang lebih luas, yaitu tidak hanya sebagai alat pemidanaan, tetapi juga sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan dan moralitas dalam kehidupan sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun