Mohon tunggu...
Siti Sulamah
Siti Sulamah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yuk, Membuka Ladang Pahala Jariyah dengan Menjadi Kompasianer

13 November 2022   18:51 Diperbarui: 13 November 2022   18:57 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Yuk, Membuka Ladang Pahala Jariyah dengan Menjadi Kompasioner

Oleh Siti Sulamah

Dunia ini bukanlah tujuan akhir kehidupan manusia.Hidup di dunia  hanyalah salah satu dari episode perjalanan seorang anak manusia. Bagai  musafir yang singgah berteduh di bawah sebuah pohon.  

Di persinggahan yang hanya sementara itu dia tidak boleh lengah, berleha-leha. Dia harus mempersiapkan bekal untuk perjalanan berikutnya.  Dunia adalah ladang untuk bercocok tanam yang hasilnya akan kita panen kelak di akhirat. Buah yang akan kita petik sesuai dengan tanaman yang kita semai di dunia.  Keburukan dan Kebaikan. Itulah dua dua jalan yang harus dipilih oleh manusia. 

Allah   menjadikan dua pilihan itu sebagai ujian  dan cobaan selama menjalani kehidupan di dunia. Apakah kehidupan kita akan berakhir dengan Husnul Khatimah atau Su'ul Khatimah. Dalam Q.S. Al-Anbiya ayat 35 Allah berfirman yang artinya, "Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada kami."  

Hanya ada satu kepastian mutlak yang ada di dunia yaitu kematian. Setiap orang menunggu giliran untuk mati. Saya jadi ingat apa yang pernah disampaikan oleh Koh Steven Indra Wibowo Rahimahumullah, Ketua Muallaf Center Indonesia (MCI). Dengan sangat cerdas beliau pernah mengatakan bahwa dalam kehidupan orang beriman, ada dua hal yang ditunggu, Pertama, menunggu waktu sholat. Kedua, menunggu kematian. Ya, benar sekali. Waktu sholat dan kematian. Dua hal itulah hakikatnya yang ditunggu oleh semua orang yang beriman.

 Jika secara sadar dan sengaja, setiap detik dalam kehidupan ini  kita  menunggu dua hal tersebut, mustakhil kita akan terjerumus kepada kemaksiatan. Muroqoballah. 

Merasa selalu dalam pengawasan Allah. Kesibukan dan aktifitas lain,  hanya sekadar interupsi dan  intermezo semata. Masa sih,  ada orang yang selalu ingat sholat dan ingat mati, selalu dalam keadaan WasKat (pengawasan Malaikat), diawasi oleh CCTV yang batereinya tidak pernah lowbet,  tidak pernah error, penjaganya tidak 'doyan cuan' akan berbuat dosa. Apa itu artinya kita harus jadi Malaikat. Yang pekerjaannya berzikir doang....? Ya enggaklah. Manusia adalah makhluk yang berdarah dan berdaging. Punya jiwa dan raga. Fisik yang perlu makan, otak yang perlu belajar, dan hati nurani yang perlu zikrullah.

 Di tengah interupsi dan intermezo yang kita jalani kita 'up date' terus niat kita. Jangan tanggung-tanggung. Misalnya kita keluar rumah untuk  bekerja. Niatkan kita melaksanakan perintah Allah. Mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga hukumnya wajib. Dengan terpenuhinya kebutuhan keluarga, maka akan terbentuk keluarga sejahtera. 

Keluarga yang ekonominya tercukupi akan bisa beribadah lebih tenang, bisa membantu orang lain, dan juga terhindar dari sifat meminta-minta atau berharap bantuan dari orang lain. Jadikan  setiap detak jantung, kedipan mata,  bersitan pikiran, hembusan nafas, langkah kaki, lambaian tangan, semuanya bernilai  ibadah. Awali setiap kegiatan dengan mengucapkan Bismillaah....

Cukupkah semua itu untuk bekal kita menuju perjalanan selanjutnya? Tentu saja Anda sudah tahu jawabannya. Memang benar bahwa, hanya rahmat Allah yang dapat memasukkan manusia ke surga.  Yang perlu upayakan adalah  bagaimana agar rahmat Allah itu diberikan kepada kita. Di dalam Q.S. An Najm 32-42 Allah berfirman bahwa manusia akan memperoleh apa yang telah diusahakannya. Usahanya itu akan diperlihatkan dan akan diberi balasan yang sempurna. 

Dan hanya kepada Tuhanlah kesudahan segala sesuatu.  Amal kebaikan yang bisa dilakukan manusia itu sangat terbatas. Dalam keterbatasan itu, manusia yang cerdas akan berpikir sebagaimana prinsip ekonomi, yaitu dengan modal minimal  ingin memperoleh hasil yang maksimal. Sisa umur yang diberikan selayaknya  'memantaskan'  kita untuk memperoleh rahmat dari Allah .  

Dalam sebuah hadis yang diriwayatka oleh  Abu Hurairah RA, Rasulullah bersabda: "Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan kepadanya." (HR Muslim).

Jika seorang anak adam meninggal dunia, berada di alam barzah,  dia akan menunggu hari berbangkit, pengadilan akhirat. Boleh jadi  ratusan, ribuan, jutaan atau milyaran tahun, Wallahu a'lam. Di saat-saat penantian itulah manusia boleh mencicipi apa yang sudah ditanamnya di dunia. Orang beriman bisa 'rehat panjang' setelah 'terpenjara' selama hidup di dunia. Sebaliknya 'pendurhaka'  akan merasakan buah kedurhakaannya. Berakhir sudah 'kebebasan' yang telah dinikmati selama hidup di dunia''

Salah satu dari tiga amal jariyah  atau yang  tidak akan terputus, meskipun seorang manusia sudah meninggal dunia yaitu ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang bermanfaat, dan dibagikan kepada orang lain maka dia akan menerima  pahala dari semua orang yang mengamalkan ilmu itu. Berbahagialah orang yang mau mebagi ilmunya. Ilmu itu semakin  dibagi akan semakin bertambah. Ilmu itu bak cahaya yang menerangi. Mari  dengan rata, kita bagi cahaya matahari (meminjam lirik lagunya Bimbo, dalam lagu Rosul Menyuruh Kita)

Di era digital sekarang ini sangat mudah bagi seseorang untuk membagi ilmunya. Tak perlu mendirikan sekolah, madrasah, atau mengumpulkan orang-orang untuk datang ke sebuah aula pertemuan. Cukup menulis, menulis, dan menulis. 

Banyak sekali platform digital  yang bersedia memuat dan menyebarkan tulisan kita. Contohnya Kompasiana. Platform digital ini memberikan kesempatan  seluas-luasnya kepada semua orang untuk mengirimkan tulisannya. Apapun tema dan bentuk tulisannya, asal tidak mengandung unsur SARA,  In Saa Allah akan ditayangkan oleh Kompasiana.   Dalam hal ini Kompasiana merupakan pelopor kebebasan yang bertanggung jawab. Setiap tulisan adalah tanggung jawab dari penulisnya sendiri.

Kemajuan teknologi informasi  ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi bersifat kontrukstif , sedangkan sisi yang satunya bersifat 'destruktif'. Baik menjadi konstruktif maupun destruktif tergantung siapa yang memakainya. 

Mari  kita menjadi bagian dari mengambil bagian dengan ' membagi tulisan' yang bermanfaat. Apakah tulisan kita dibaca orang atau tidak , itu bukan tujuan utama. Yang penting kita sudah menyampaikan apa yang menurut kita perlu disampaikan.  Kalaupun ada yang membaca itu, Alhamdulillah...  itu adalah sebuah kebahagiaan. Mudah-mudahan dengan tulisan-tulisan itu,  kita bisa mendapat kiriman  pahala jariyah. Tanpa rasa khawatir, meskipun  ratusan, bahkan ribuan saat berada di alam barzah, menunggu hingga digelarnya Pengadilan Akhirat.

Kolaka, 13 November 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun