Tiap-tiap jelang pagi, kala kesadaran belum penuh terkumpul, kudapati seseorang beranjak menuju kamar mandi, meninggalkan sebuah sisi kosong yang janggal dan timpang, membuatku tak bisa lagi menyambung tidur meski mata digelayuti kantuk; terbangun tiap beberapa menit sekali, memastikan seseorang yang tadi pergi sekejap sudah kembali
Meninggalkan satu kecup di kening atau di sudut bibir, atau di pipi, di manapun ia suka dan di manapun ia mau
Aku akan beringsut ke pelukannya, berbaring di lengannya yang kokoh, menatap dagunya, membalas dengan ciuman yang lebih dari sekali. Merebahkan kepala di dadanya yang hangat, yang sanggup menampung semua jenis rasa dan menyimpannya untuk dibagikan lagi berkali lipat lebih banyak
Sudah sembilan bulan rutinitas itu terjadi
Sudah sembilan bulan sepasang tangan mengajakku bergenggaman, melangkah pelan-pelan di atas lapisan takdir, saling menatap dengan netranya yang optimis sekaligus manis
Setiap hari, selalu gegap gempita kala menantinya pulang Menunggunya membagikan bagaimana harinya berjalan, apakah ia bahagia, dan mencari-cari kemungkinan lelah terpancar dari kedua matanya
Aku selalu menyukai rentang tangannya, pelukannya yang hangat, caranya tertawa, keahliannya melakukan banyak hal
Masakannya selalu lezat, harinya penuh rencana, dan istirahatnya membuatku lega
Kebersamaan adalah tak selalu
Tak jarang aku harus menunggu
Pekerjaan kerap menjauhkan ia dariku
"Cepat pulang, aku rindu.
Ingin bertemu tanpa khawatir diburu-buru waktu. Ingin memeluk tanpa sungkan dan ragu."
Tangerang Selatan, 5 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H