Hallo, millennials!
Satu tahun lalu, saat pandemi Covid-19 mulai merambah di Indonesia, pemerintah mengeluarkan kebijakan bekerja dari rumah (work from home) ataupun belajar dari rumah (learn from home).Â
Saat kebijakan itu berlangsung, banyak media yang menyelenggarakan webinar atau talkshow online dengan mengangkat tema "Tetap Produktif walaupun Di Rumah Saja".
Padahal, dalam kenyataannya kita sudah disibukkan dengan tugas sekolah yang banyak. Dan tak jarang pula para karyawan yang bekerja dari rumah pun mengeluh akibat pekerjaan yang mereka terima seperti tak mengenal waktu.Â
Mereka dituntut melakukan tugasnya kapan pun, karena dianggap ketika bekerja di rumah memiliki banyak waktu dan lebih fleksibel. Kita semua dituntut melakukan banyak pekerjaan dalam satu hari bahkan satu waktu.
Kilas balik pada pertengahan tahun lalu, banyak unggahan-unggahan di media sosial orang yang sedang sibuk melakukan pekerjaannya, sedang dikejar deadline juga misalnya.Â
Memang, hal itu sudah menjadi tuntutan sekolah ataupun kantor, yang sekarang sudah menjadi gaya hidup dan lebih dikenal dengan istilah "Hustle Culture".
Sebelum membahas lebih lanjut, apakah millennilas sudah familiar dengan istilah "Hustle Culture"? Dan apakah salah ketika kita melakukan pekerjaan dengan kerja keras? Simak di bawah ini, ya!
Sebenarnya, fenomena Hustle Culture ini sudah ditemukan sejak tahun 1971 kemudian semakin menyebar dengan cepat terutama di kalangan milenial. Apalagi beberapa tahun ini, gaya hidup "hustling" menjadi sesuatu yang trendy di kalangan anak muda.Â
Apalagi dalam dunia yang semakin kompetitif, Hustle Culture menjadi hal yang menguntungkan. Kalangan muda menjadi tertarik dan berlomba-lomba untuk mengumpulkan seberapa banyak uang yang dapat ia kumpulkan.