Di era saat ini, Gen Z tumbuh dalam dunia yang saling terhubung melalui internet. Informasi dari berbagai belahan dunia dapat diakses dengan mudah, yang memperluas wawasan mereka. Namun, kemudahan ini juga berpotensi mencairkan dan memudarkan identitas budaya lokal. Dengan lahir di era internet, Gen Z sangat akrab dengan teknologi seperti smartphone, media sosial, dan platform streaming. Teknologi memengaruhi cara mereka belajar, bekerja, bersosialisasi, bahkan menjalani kehidupan spiritual.
Media sosial memainkan peran besar dalam membentuk pola pikir dan gaya hidup Gen Z. Kehadiran influencer membuat banyak anak muda lebih fokus pada konsumsi dibandingkan nilai-nilai mendasar. Selain itu, tekanan untuk selalu tampil sempurna di media sosial sering kali berdampak negatif pada kesehatan mental mereka, seperti meningkatnya kecemasan dan rendahnya kepercayaan diri. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial tidak hanya menjadi ruang untuk berbagi, tetapi juga menciptakan tekanan sosial yang signifikan.
Kehadiran dunia virtual seperti media sosial dan metaverse membuat banyak Gen Z lebih aktif di dunia digital daripada di dunia nyata. Kondisi ini kadang mengganggu hubungan interpersonal mereka. Teknologi juga mempercepat lahir dan matinya tren, menciptakan gaya hidup yang sering kali berorientasi pada konsumsi dan "FOMO" (Fear of Missing Out). Akibatnya, pengaruh budaya asing seperti musik, film, makanan, dan gaya hidup dari negara lain sangat kuat di kalangan Gen Z. Budaya-budaya asing ini dengan mudah diterima, yang sedikit demi sedikit dapat menggeser tradisi lokal.
Proses akulturasi ini dapat memberikan manfaat dengan memperkaya budaya lokal melalui penyerapan elemen budaya asing. Namun, di sisi lain, akulturasi juga dapat mengikis tradisi dan nilai-nilai lokal yang sudah lama ada. Tekanan dari budaya global yang terus hadir melalui teknologi ini membutuhkan kesadaran dari Gen Z untuk menjaga keseimbangan antara penerimaan budaya baru dan pelestarian budaya lokal.
Muhammad Iqbal adalah seorang filsuf, penyair, dan politisi tekemuka asal India yang di anggap sebagai salah satu pemikir besar di dunia Islam modern. Ia memandang modernisasi sebagai peluang sekaligus tantangan bagi umat Islam. Ia tidak menolak kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, bahkan mendorong integrasinya dengan nilai-nilai Islam untuk memperkuat peradaban Muslim. Namun, Muhammad Iqbal dengan tegas menolak peniruan buta terhadap budaya Barat yang cenderung materialistik dan mengabaikan dimensi spiritual. Menurutnya, umat Islam harus membangun modernitas yang berakar pada tradisi dan nilai-nilai Islam, bukan hanya meniru peradaban lain. Salah satu gagasan penting dari Muhammad Iqbal adalah perlunya ijtihad, yaitu pemikiran kritis dan independen, untuk mengembangkan ajaran Islam agar tetap relevan dengan zaman. Ia percaya bahwa ijtihad memungkinkan umat Islam untuk menjawab tantangan kontemporer tanpa kehilangan esensi ajaran agama, sehingga Islam dapat terus menjadi agama yang dinamis dan memberikan solusi bagi berbagai permasalahan modern.
Muhammad Iqbal mempunyai Konsep Khudi. Konsep ini mengajarkan pentingnya kesadaran diri dan penguatan kepribadian sebagai inti dari keberadaan manusia. Dalam konteks Gen Z yang hidup di era modernisasi dengan arus informasi dan budaya global yang deras, Khudi dapat menjadi panduan untuk menemukan dan mempertahankan jati diri. Iqbal menekankan bahwa Khudi adalah proses pengembangan karakter yang kuat dan mandiri, yang tidak hanya bergantung pada nilai-nilai eksternal tetapi juga terhubung dengan dimensi spiritual yang mendalam. Dengan memahami dan menghidupkan Khudi, Gen Z dapat membangun fondasi kepribadian yang kokoh, mampu menghadapi tantangan modern, dan tetap berpegang pada nilai-nilai luhur yang memberikan arah dalam hidup.
Muhammad Iqbal mengajarkan pentingnya mengombinasikan keunggulan ilmu pengetahuan modern dengan nilai-nilai agama dan tradisi untuk menciptakan peradaban yang seimbang. Dalam konteks Gen Z, pelajaran ini relevan karena modernisasi tidak harus berarti meninggalkan identitas, tetapi justru memperkaya diri dengan kebijaksanaan universal. Contoh konkret dari pendekatan ini adalah penggunaan teknologi untuk dakwah, seperti menyebarkan nilai-nilai Islam melalui media sosial atau aplikasi digital yang mengajarkan Al-Qur'an dan hadis secara interaktif. Selain itu, Gen Z dapat memanfaatkan teknologi untuk membangun komunitas berbasis nilai-nilai spiritual, seperti platform daring yang mendorong diskusi keagamaan atau aksi sosial yang berlandaskan pada ajaran Islam. Dengan cara ini, modernisasi menjadi sebuah alat untuk memperkuat keimanan dan memperluas dampak positif dalam masyarakat.
Pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal dapat menjadi panduan bagi Gen Z untuk menghadapi tantangan modern seperti krisis identitas, tekanan sosial, dan alienasi spiritual. Muhammad Iqbal menekankan pentingnya pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada keterampilan teknis, tetapi juga memperkuat pemahaman spiritual dan moral, sehingga mampu menciptakan individu yang utuh. Ia juga mendorong kesadaran diri sebagai fondasi untuk mengatasi tekanan sosial dan membangun identitas yang kokoh di tengah arus globalisasi. Selain itu, gagasan Muhammad Iqbal tentang ijtihad mengajarkan pentingnya pembaruan pemikiran agar nilai-nilai agama tetap relevan dalam menjawab tantangan zaman. Dengan mengintegrasikan pendidikan, kesadaran spiritual, dan pemikiran progresif, Gen Z dapat membangun masa depan yang tidak hanya modern, tetapi juga berakar pada nilai-nilai yang memberikan arah dan makna dalam hidup mereka.
Kesimpulan nya, Pemikiran Muhammad Iqbal menegaskan bahwa Gen Z dapat menjalani modernisasi tanpa kehilangan jati diri dengan mengintegrasikan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan nilai-nilai agama dan tradisi. Ia mendorong pembaruan pemikiran melalui ijtihad untuk menjaga relevansi ajaran Islam di tengah perubahan zaman, sekaligus menekankan pentingnya pendidikan dan kesadaran spiritual sebagai fondasi dalam menghadapi krisis identitas, tekanan sosial, dan alienasi spiritual. Dengan belajar dari Muhammad Iqbal, Gen Z dapat memahami bahwa modernisasi bukanlah ancaman, tetapi peluang untuk memperkuat karakter dan memperkaya kehidupan dengan kebijaksanaan universal. Kini saatnya merefleksikan di kehidupan kita, menjaga akar nilai yang kokoh, dan bergerak maju untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H