Mohon tunggu...
Siti Sanisah Rasyid
Siti Sanisah Rasyid Mohon Tunggu... Guru - Penulis jalanan

Fabiayyi Ala Irobbikuma Tukadziban

Selanjutnya

Tutup

Politik

Me First and Then The Others

7 Mei 2022   20:01 Diperbarui: 8 Mei 2022   17:55 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mataram - Beberapa tahun terakhir, secara pribadi saya melihat bahwa begitu banyak hal yang terjadi dalam republik. Begitu banyak tontonan gratis yang layak tonton dan layak sensor disuguhkan secara vulgar. 

Tidak terbatas pada show tunggal atas nama dan untuk kepentingan pribadi, juga serangkaian konser besar yang mempertontonkan gaya dan lagak para pembesar yang berbicara atas nama kelompok, tetapi nyata untuk kepentingan dan keuntungan pribadi. 

Masing-masing berlomba menggaungkan usul dan pendapat, semua ingin didengar seolah mencuri setiap kesempatan untuk menutup telinga karena enggan mendengarkan yang lain. 

Ada juga yang memaksa diri bicara padahal bukan bidang, keahlian atau pun tanggung jawabnya yang justru memperkeruh suasana. Tidak masalah, yang penting ego dan kepentingan diri tersampaikan ke publik. Tak peduli publik tersenyum atau mencibir.

Keyakinan saya, bukan hanya saya tetapi Anda juga melihat dan menyadari bahwa memang dalam beberapa tahun terakhir inu, praktik kehidupan publik kita diwarnai oleh terbentuknya pelangi personalisasi. 

Masing-masing sibuk memilih, membentuk dan menikmati warnanya sendiri. Tidak jarang, ketika ada ruang kosong pecinta satu warna mengganggu dan mengusik pecinta warna lainnya. Kasus ini tidak hanya terjadi di level grass roots, tetapi juga di tingkat nasional dan global. Ya, sedang terjebak di tengah fenomena proses populisme.

Setiap orang memiliki kecenderungan untuk bersikap egois, mementingkan diri sendiri dan fokus menerapkan "kepentingan dirinya sendiri" untuk kehidupan publik. Kecenderungan ini diperparah oleh sikap enggan memperhatikan orang lain, memposisikan orang lain hanya sebagai alat untuk memenuhi kepentingan diri. 

Berpikir bahwa hanya dirinyalah yang mampu menginterpretasikan kehidupan secara lebih baik, sementara yang lain hanya perlu mendukung saja. Slogan yang awalnya disembunyikan jauh di dasar pikir akhirnya tampil ke permukaan dan dapat terbaca jelas "Me first and then the others."

Slogan ini terbukti ampuh membidani lahirnya beragam gagasan baru dalam blantika kehidupan masyrakat, bahkan akhirnya menjadi pemicu diskursus berkepanjangan antar pecinta warna. Gagasan personal yang dikemukakan atas nama kelompok, lantas diadopsi secara paksa untuk menjadi gagasan publik. 

Melupakan implikasi dari segala sesuatu yang dipaksakan dominan akan berakhir tidak baik, memicu perdebatan bahkan perpecahan. Tengok saja imbas dari gagasan penundaan Pemilu, perpanjangan masa kerja presiden, usulan presiden 3 periode, BLT minyak goreng, Islam Nusantara, perempuan berhijab serupa manusia gurun, penghapusan 300 ayat pada kitab suci Al Qur'an dan sekarang dihebohkan lagi dengan gagasan Islam Merah Putih.

Ada beragam alasan pembenar yang disampaikan, mempolitisir keadaan dengan memanfaatkan kesempatan dan kedudukan untuk memperkenalkan ide dan ego personal lantas dipaksakan agar diterima oleh masyarakat luas. Tidak ragu juga untuk mengeluarkan modal capital demi membiayai pemaksaan ide dan ego tersebut melalui berbagai media. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun