Suatu hal yang menarik untuk dapat dikaji antara Indonesia dan Amerika Serikat adalah sama-sama menggunakan sistem presidensial, namun kompleksitas dalam pelaksanaan pemerintahannya menunjukkan perbedaan dari kedua negara tersebut. Mulai dari pemilihan presiden, wewenang dan kekuasaan eksekutif, sampai bagaimana mekanisme ketika presiden dan wakil presiden diberhentikan.
Meskipun Indonesia telah menyatakan akan konsisten menerapkan sistem presidensial setelah penetapan UUD Negara Republik Indonesia 1945 sebagai dasar praktik pemerintahannya, tidak seperti Amerika Serikat yang sudah dinyatakan sebagai the best practice dengan penerapan sistem presidensial yang sukses. Bahkan, dalam pembangunan dan pembentukan sistem presidensial yang efektif dan efisien, Indonesia menjadikan Amerika Serikat sebagai panutan. Sehingga diharapkan semua warga negara, baik Indonesia maupun Amerika Serikat, memiliki hak yang sama untuk pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka, termasuk dalam berbangsa dan bernegara.
Terdapat persamaan sistem presidensial Indonesia dengan Amerika Serikat, yaitu sama-sama menerapkan sistem demokrasi modern dan sistem pemerintah presidensial. Namun, perbedaannya terdapat pada cara ketika memilih sang eksekutif, seperti masyarakat Indonesia secara langsung memilih presidennya dengan adanya pemilu, sedangkan masyarakat Amerika Serikat tidak memilih langsung presidennya, tetapi mereka hanya memilih perwakilan yang disebut sistem Electoral College untuk mewakili mereka dalam memilih presiden.
Pemerintahan presidensial adalah sistem di mana presiden dipilih secara langsung dan kekuasaannya diimbangi oleh lembaga legislatif yang tidak berada di bawah presiden. Sistem presidensial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Presiden bertindak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan,
2. Presiden mempunyai tugas atau wewenang mengangkat dan memberhentikan menteri,
3. Masa jabatan presiden yang dibatasi,
4. Ada pemisahan kekuasaan (Montesquieu).
Sistem presidensial di Indonesia sendiri hadir setelah maklumat no. 14 tahun 1945, namun masih menjadi sebuah anomali yang “absurd” dan cenderung “sinkretistik” karena mencampurkan sistem presidensial dengan sistem parlementer. Menurut UUD 1945, presiden berperan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, presiden mengangkat dan memberhentikan menteri, namun anehnya ada jabatan perdana menteri dan menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada KNIP (Parlemen Sementara). Hal tersebut menjadi bukti masa kelam sistem pemerintahan Indonesia karena inkonsistensi penerapan sistem pemerintahan pada masa itu. Sistem pemerintahan yang absurd ini berakhir pada tahun 1949 ketika UUD 1945 diganti dengan UUD RIS 1949. Berdasarkan UUD RIS 1949 (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950), Indonesia berusaha menganut sistem parlementer yang koheren. Hingga pada akhirnya, di masa Orde Lama, Indonesia kembali pada UUD 1945 yang berarti kembali pada sistem pemerintahan presidensial. Namun, pelaksanaan jabatan presiden juga bias pada saat itu karena Presiden Sukarno terlalu dominan dalam menguasai seluruh kekuasaan negara.
Selain itu, MPRS mencalonkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup pada tahun 1963, menandai penyimpangan dari sifat sistem presidensial yang mewajibkan presiden untuk menjabat dalam jangka waktu terbatas. Pertanggungjawaban Presiden Soekarno kepada MPRS pada tahun 1966-1967 juga menunjukkan "adanya" parlementer dalam sistem presidensial. Sistem presidensial parlementer (bisa juga disebut sistem semi-presidensial) terus berlanjut pada masa Orde Baru dan bahkan pada masa reformasi, ketika Presiden Abdurrahman Wahid bertanggung jawab kepada MPR, yang berujung pada pemakzulan presiden IV oleh MPR Republik Indonesia pada bulan Juli 2001. Selesainya Amandemen ke-4 UUD 1945 memberikan alasan untuk meyakini bahwa Indonesia sedang bergerak menuju pemurnian sistem presidensial.
Hal ini ditandai dengan beberapa ciri, antara lain:
1. Presiden dan wakil presiden dipilih melalui pemilu;
2. Pembatasan masa jabatan presiden;
3. Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diberhentikan dari jabatannya karena alasan politik dan hanya dapat dipanggil kembali karena tindak pidana (sementara);
4. Presiden dan wakil presiden mempunyai program kerja masing-masing. Berbeda dengan sebelumnya, presiden hanya melaksanakan GBHN yang dibuat MPR.
Sedangkan di Amerika Serikat menurut Jimly Asshiddiqie juga mengatakan bahwa Amerika Serikat adalah contoh sempurna pemerintahan presidensial di dunia. Namun, sebenarnya tidak ada satupun dalam UUD Amerika Serikat yang secara spesifik menyatakan bahwa AS menganut sistem presidensial. Tetapi sistem presidensial dapat dilihat beberapa pasal yang dapat ditarik kesimpulannya antara lain Pasal 2 ayat 1 paragraf 1 yang berbunyi:
"Kekuasaan eksekutif berada di tangan Presiden AS. Presiden menjabat selama empat tahun bersama dengan Wakil Presiden yang terpilih pada jangka waktu yang sama, dipilih dengan cara berikut."
Paragraf 2 pasal dan ayat yang sama berbunyi:
“Presiden mempunyai wewenang dengan nasihat dan persetujuan Senat untuk membuat perjanjian internasional dengan dukungan dua-pertiga anggota Senat; Presiden dengan nasihat dan persetujuan Senat mencalonkan dan mengangkat duta besar, duta-duta lain dan konsul, hakim agung dan semua pejabat lain di Amerika akan diatur dan ditetapkan dengan undang-undang."
Sistem presidensial Amerika Serikat sangat mirip dengan teori Trias Politika Monstesquieu, sehingga dalam banyak kasus pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif terlihat jelas. Presiden dan menteri tidak berpartisipasi dalam diskusi kongres (misalnya dalam revisi RUU). Kongres tidak dapat menggulingkan pemerintah (presiden), namun sebaliknya presiden tidak dapat membubarkan Kongres. Namun, ada juga kerjasama antara kekuasaan eksekutif dan legislatif, misalnya dalam pengangkatan pejabat penting, khususnya menteri dan Hakim Mahkamah Agung, diperlukan advice dan consent Senat, dan jika ada perjanjian dengan negara lain juga memerlukan persetujuan Senat. Melalui otoritas ini, kongres melakukan intervensi dalam urusan perdagangan internasional Amerika Serikat. Sistem checks and balances dapat dilihat pada beberapa praktik ketatanegaraan antara eksekutif dan legislatif. Sistem ini diperlukan untuk menyeimbangkan kekuasaan presiden yang relatif besar.
Ada beberapa hal yang telah dirangkum terkait sistem presidensial di Indonesia dan di Amerika serikat, yakni:
1. The State of the Union Address, pidato yang disampaikan presiden setiap tahun di hadapan sidang Kongres Amerika Serikat, hal ini dapat di adaptasi oleh Indonesia. Pidato kenegaraan diwajibkan oleh Pasal 2 ayat 3 UUD Amerika Serikat, yang berbunyi "Presiden memberikan informasi yang tepat waktu kepada Kongres negara bagian, dan untuk merekomendasikan tindakan-tindakan yang dianggap perlu dan bijaksana."