Di suatu pagi yang cerah Inara bergegas menyusuri jalan menuju sekolah. Sesampainya di tempat tujuan bel sekolah berdering, memanggil seluruh warga sekolah untuk segera berbaris di lapangan. Setelah kegiatan pagi dilakukan, semua anak-anak langsung masuk ke ruang kelas masing-masing begitu juga yang dilakukan Inara bersama teman-temannya.
Meskipun pelajaran berjalan cukup lama, hal itu tak membuat siswa-siswi kelas XII merasa lelah. Dikarenakan adanya koneksi antara guru dengan murid. Jam istirahat yang dinantikan oleh penghuni sekolah pun tiba, nyanyian bel istirahat membuat banyak hati berdendang gembira. Pada kesempatan itu Inara meluangkan waktunya untuk barter uang dengan cilok kuah favoritnya. Banyak orang tahu kalau dia selalu menuangkan banyak bubuk cabai, dan tidak suka menambahkan kecap. Selesai berbisnis bersama para pedagang, Inara menggendong makanan serta minumannya menuju kelas.
Di kelas ia duduk seorang diri karena teman sebangkunya berada di koridor. Posisi kursinya sangat tepat berhadapan dengan meja guru. Di meja guru ada kesukaannya yang memegang benda pipih berlensa tiga, sesekali ia memerhatikan Inara melahap makanan dengan kuah merah di gelas itu.
Melihat Inara mulai membersihkan jejak makannya, ia -Devan- mengeluarkan permen KIS hijau dari saku seragam putihnya. Ia menanggalkan permen itu dari kemasan lalu mencecahnya ke dalam mulut. Devan bangkit seraya mendatangi kediaman Inara -gadis yang pernah mengutarakan perasaan terhadap dirinya- yang masih terduduk. Usilnya pikiran dia rancang sedemikian rupa, menaruh cangkang permen di meja Inara. Sampai target terlihat sedikit kesal akibat ulahnya.
"Buang atuh ke tempat sampah," ucap Inara dengan santai. Padahal yang sebenarnya terjadi jauh di dalam sana jantungnya sedang hajatan.
Devan tak berkutik, dia hanya membalas kalimat Inara dengan sesimpul senyuman, tanpa ia sadari Inara menahan diri untuk tidak goyang pargoy. Selepas kepergian Devan dari dekatnya, Inara mengatur napas yang sempat tak beraturan. Penyebabnya siapa lagi kalau bukan Devan.
Gadis berwajah oval itu pun beranjak memangul sepah dari atas mejanya, kemudian membuangnya ke dalam wadah sampah di depan ruang kelas. Ternyata diam-diam dia tak mengikutsertakan kemasan permen Devan terbuang. Dia menggunakan kesempatan dalam kesepian itu untuk membaca apa yang tertulis di balik plastik kecil tersebut.
Senyum manis terukir di wajah Inara ketika membaca sedikit kutipan dari Devan, yang entah hal itu disengaja atau tidak. Mulai dari tidak ada siapa-siapa di samping Inara, senyuman Devan, dan catatan kecil permen KIS itu sepertinya memang sengaja diberikan untuk Inara.
Dengan egonya Inara menangkap opini Devan mulai menyukainya, padahal secara logika lelaki pujaan hatinya hanya menumpang untuk membuang sampah. Selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H