Kesadaran Kesehatan Mental Di Indonesia Masih Terganjal Stigma
Oleh : Siti Rohmah
Berbicara mengenai kesehatan, biasanya hal yang pertama terlintas dalam pikiran orang adalah tentang kesehatan fisik saja, tanpa memikirkan ada kesehatan mental yang juga tidak kalah pentingnya bagi kehidupan manusia.
Namun, masyarakat Indonesia masih sering lupa bahwa kesehatan mental itu sangatlah penting, bahkan mereka cenderung tak peduli dan menganggap tabu hal tersebut. Hal ini dapat terjadi karena banyaknya stigma negatif tentang isu kesehatan mental di lingkungan masyarakat yang belum teredukasi dengan baik dan menyeluruh.
Mungkin akhir-akhir ini kita sering mendengar bahkan melihat berbagai komunitas gencar memberikan edukasi tentang isu kesehatan mental kepada masyarakat melalui media sosial seperti instagram, facebook, twitter dan media sosial lainnya.
Sayangnya, hal tersebut masih di nilai kurang cukup untuk menyadarkan masyarakat Indonesia tentang pentingnya kesehatan mental. Tentu kondisi ini sangatlah memprihatinkan karena untuk mencapai kehidupan yang nyaman kita sebagai manusia memiliki dua sisi kesehatan yang mesti dijaga, yakni kesehatan jasmani dan rohani (fisik dan psikis).
Sebelum menjelaskan lebih jauh, tahukah kalian apa itu kesehatan mental?
Menurut World Health Organization (WHO), sehat adalah “health as a state of complate physical, mental, and social well-being and not merely the absence of disease or infinity.”yang artinya, “kesehatan adalah keadaan fisik, mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan.”
Dari pernyataan tersebut sudah jelas bahwa kesehatan itu adalah hal yang kompleks. Tidak hanya terfokus pada kesehatan fisik saja, namun termasuk juga dengan kesehatan mental.
Ketika kesehatan mental kita baik, maka kita berada dalam kondisi batin yang tenang dan tentram sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain di sekitar. Selain itu, kita juga mampu untuk menggunakan potensi yang kita miliki secara maksimal.
Di masa pandemi Covid-19 ini masalah tentang kesehatan mental kian hari semakin meningkat. Hal ini terjadi karena banyaknya tekanan yang dialami mulai dari segi ekonomi, sosial, kesehatan dan lain sebagainya.
Tingkatan masalahnya pun berbeda-beda mulai dari yang ringan, sedang sampai berat. Banyak sekali masyarakat Indonesia bahkan dunia yang mengalami masalah kesehatan mental akibat pandemi Covid-19 ini.
Mulai dari stres, kecemasan berlebihan, depresi, gangguan bipolar, skizofrenia dan sebagainya. Tentu hal ini sangatlah mengganggu aktivitas sehari-hari mereka.
Dengan kondisi tersebut, ternyata masih banyak masyarakat Indonesia yang menganggap enteng hal tersebut dan bahkan acuh tak acuh. Hal ini salah satunya disebabkan oleh stigma negatif yang beredar di masyarakat tentang kesehatan mental. Tentu sikap seperti itu sangatlah memprihatinkan, karena ini menyangkut kesejahteraan hidup seseorang.
Stigma negatif tentang kesehatan mental yang telah mengakar di kalangan masyarakat akhirnya mengakar juga dalam pikiran masing-masing individu.
Masih banyak yang beranggapan gangguan kesehatan jiwa muncul karena kurang iman dan kurang beribadah padahal gangguan ini dapat terjadi karena adanya gangguan otak dan dapat dibuktikan secara klinis.
Stigma apa saja sih yang beredar di masyarakat tentang kesehatan mental?
Kesadaran masyarakat Indonesia mengenai isu kesehatan mental terlihat semakin meningkat. Hal ini terlihat dari beberapa komunitas yang mengadakan kampanye, dan obrolan di sosial media tentang isu kesehatan mental. Meskipun sudah banyak dibicarakan, ternyata masih banyak masyarakat Indonesia yang terjebak dalam stigma.
Para penderita masalah kesehatan jiwa masih mengalami berbagai stigma negatif di lingkungannya. Mereka para penderita seakan-akan dianggap manusia yang berbahaya sehingga diberikan perlakuan yang kurang wajar bahkan dinilai tidak manusiawi.
Banyak ditemui di daerah pelosok Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) di perlakukan tidak manusiawi, dengan cara dipasung dengan rantai. Hal itu dianggap masyarakat sebagai penanganan yang baik. Padahal ODGJ juga manusia yang memiliki hak untuk kesejahteraan. Tentu dengan pemasungan seperti ini bukannya membuat ODGJ merasa lebih baik justru makin memperparah keadaannya.
Dari segi verbal, banyak masyarakat yang menyebut Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) dengan sebutan orang gila. Sebutan tersebut padahal dapat menyakiti perasaan penderitanya, tapi parahnya masyarakat menganggap hal itu adalah hal yang wajar bahkan menjadi tradisi yang terus diturunkan secara turun-temurun.
Selain itu, masyarakat juga cenderung menganggap orang yang memiliki gangguan kesehatan mental adalah orang yang kurang bersyukur, orang yang kurang beribadah, orang yang lemah, orang yang kurang iman, orang yang mencari perhatian, orang yang mengalami gangguan jin dan berbagai macam tudingan negatif lainnya.
Dari banyaknya labeling yang diberikan masyarakat kepada penderita gangguan jiwa akhirnya membuat penderitanya enggan untuk berkonsultasi dengan para ahli, seperti psikolog dan psikiater.
Cemoohan negatif yang diberikan kepada penderita gangguan jiwa bukannya membuat penderitanya membaik, justru sebaliknya, membuat penderitanya semakin terpuruk karena merasa terasingkan, terisolasi dan tak memiliki harapan sehingga akhirnya berujung melakukan tindakan bunuh diri.
Stigma negatif ini bukan hanya tertuju kepada orang lain saja, tetapi bisa terjadi juga oleh dan kepada diri sendiri. Banyak masyarakat menganggap dirinya mengalami gangguan jiwa tanpa melakukan diagnosa terlebih dahulu kepada psikolog atau psikiater.
Self diagnosed ini tentu tidak dapat dibenarkan, karena yang berhak mendiagnosa keadaan jiwa seseorang adalah tenaga profesional seperti psikolog dan psikiater. Proses diagnosanya tidak sembarang dilakukan tentu dengan tahapan-tahapan tertentu yang dilakukan oleh psikolog atau psikiater.
Lantas bagaimana cara menghilangkan stigma negatif yang beredar di masyarakat tentang kesehatan mental?
Ada berbagai cara yang dapat dilakukan agar stigma negatif tentang kesehatan mental di masyarakat ini dapat menurun. Cara yang pertama adalah mengedukasi masyarakat awam mengenai kesehatan mental dan manfaat dari layanan kesehatan mental. Hal ini dinilai dapat menurunkan stigma negatif terhadap orang-orang yang mengalami gangguan jiwa. Edukasi ini harus terus dilakukan secara terus-menerus tidak hanya satu atau dua kali saja. Edukasi masyarakat ini diharapkan dapat membentuk pemahaman baru yang lebih baik dan menghapus sedikit demi sedikit tentang stigma yang ada.
Pemberian edukasi ini dapat dilakukan secara personal atau kelompok. Apalagi sebagai generasi muda yang berkecimpung dalam dunia kesehatan mental sangat memiliki peran penting untuk mengedukasi masyarakat di sekelilingnya. Tidak hanya itu, peran pemerintahpun sangat penting dalam hal ini, misalnya mengadakan gerakan-gerakan peduli terhadap kesehatan mental baik melalui media sosial atau penyuluhan-penyuluhan langsung terjun kepada masyarakat.
Adapun cara yang kedua adalah memberikan akses kepada masyarakat untuk layanan kesehatan mental. Ini adalah PR penting bagi pemerintah guna kesejahteraan rakyatnya. Pemerintah perlu memaksimalkan layanan bagi masalah kesehatan mental karena mirisnya sampai sekarang di Indonesia hanya memiliki 34 rumah sakit jiwa. Tentu ini tidak sebanding dengan jumlah penderita kesehatan mental di Indonesia yang semakin tinggi.
Selanjutnya, stigma negatif pada penderita gangguan mental dapat menurun secara signifikan dengan cara menjalin kontak dengan orang yang mengalami gangguan mental. Secara tidak langsung, dengan menjalin kontak sosial kita dapat menerima informasi lebih banyak mengenai kehidupan seseorang yang mengalami gangguan mental.
Kesimpulan
Kesadaran masyarakat tentang kesehatan mental di Indonesia masih dinilai kurang karena berbagai macam stigma negatif yang tertanam dalam diri masyarakat. Padahal kesehatan mental ini menyangkut kesejahteraan kita sebagai manusia. Maka dari itu, penting adanya upaya yang dilakukan untuk menghilangkan stigma tersebut. Salah satunya adalah dengan menyeimbangkan antara edukasi, sosialisasi dan peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan mental di Indonesia.
Upaya tersebut tidak hanya menjadi tugas pemerintah saja, namun menjadi tugas bersama mulai dari masyarakat, tenaga profesional kesehatan mental, serta komunitas dibidang kesehatan mental. Hal ini penting dilakukan guna mewujudkan kesejahteraan Indonesia peduli kesehatan mental.
Siti Rohmah (Mahasiswa UIN SMH Banten)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H