Sebenarnya bagaimana jika menikahi wanita yang sedang hamil? Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), permasalahan ada dalam bab VIII (delapan) tentang Kawin Hamil pasal 53 dan 54. Pasal 53 ayat 1,2, dan 3 dijelaskan: (1) Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang telah menghamilinya; (2) Perkawinan dengan wanita hamil (pada ayat 1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu kelahiran dari anaknya; dan (3) Dilangsungkannya perkawinan saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anaknya lahir. Jadi pada pasal 53 ini memang cukup jelas menjawab terkait perkawinan yang dilangsungkan ketika dalam kondisi hamil tidak perlu diulang dan pernikahannya tetap sah.
Setelah penjabaran dari KHI diatas, lalu bagaimana pandangan dari para ulama mahzab? Dari madzhab Hanafi mengungkapkan boleh menikahi wanita tersebut dengan syarat tidak boleh melakukan wathi’ (disetubuhi) sampai melahirkan.Â
Pendapat Madzhab Maliki menyatakan tidak sah sehingga kandungannya lahir disamakan dengan wanita hamil yang menjalani masa iddah karena ditinggal mati suaminya. Kemudian, Mahzab Syafi’î sendiri menyatakan perkawinan tersebut sah baik yang mengawini laki-laki yang menghamili atau orang lain dengan alasan anak yang dikandung wanita tersebut tidak mempunyai hubungan nasab dengan siapapun.
Cara Yang Dilakukan untuk Menghindari Perceraian
- Senantiasa menjaga komunikasi yang baik dengan pasangan
- Apabila terjadi perselisihan, diusahakan menyelesaikannya dengan baik-baik dan masing-masing harus lebih bersabar terhadap pasangan
- Menghindari segala hal yang dapat menyakiti pasangan
- Senantiasa berdoa dan berserah diri kepada Allah serta memohon pertolongan dan petunjuk-Nya untuk dipermudah dalam penyelesaian masalah yang terjadi dalam rumah tangga
- Dan lain sebagainya
Hasil Review Book
Buku karya Aulia Muthiah yang berjudul Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga berisi pembahasan tentang hukum perkawinan; hukum kewarisan; harta kekayaan dalam perkawinan; wasiat; dan hibah yang berlandaskan kepada pendapat para fuqaha dan dipadukan peraturan yang ada di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).Â
Hukum Islam mempunyai artu yang sangat luas, ia bersumber dari Al-Qur’an; As-Sunnah; dan ijtihad, bertujuan untuk kemaslahatan hidup manusia baik rohani maupun jasmai, dan individual maupun sosial. Kemudian munculnya ide KHI sebagai hukum positif yang ada di Indonesia, sumber utamanya dari Al-Qur’an dan Sunnah yang memuat berbagai ajaran dasar sebagai pedoman hidup manusia.
Hukum Islam telah mengatur segala aspek dalam kehidupan manusia, hukum Islam yang bersifat solutif berarti ia mampu memberikan solusi-solusi untuk penyelesaian permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, termasuk didalamnya ada perkawinan; kewarisan; wasiat; hibah; dan lain sebagainya. Dengan membaca dan memahami buku ini menambah wawasan saya terkait hal-hal diatas, terutama bisa menjadi bahan referensi dalam penyelesaian permasalahan kasus hukum yang ada kaitannya dengan perkawinan atau kewarisan yang berlandaskan aturan Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H