Kaidah Al Yaqinu La Yuzalu Bi Sak
A. DefinisiKaidah Al Yaqinu La Yuzalu Bi Sak secara harfiah berarti "kepastian tidak dapat dihilangkan dengan keraguan." Prinsip ini menegaskan bahwa ketika terdapat kepastian yang jelas dalam suatu masalah hukum, keraguan atau pendapat yang berbeda tidak dapat mengubah keputusan yang telah ditetapkan. Kaidah ini menjadi pilar dalam menegakkan kejelasan dan ketetapan dalam penentuan hukum Islam. Â Al-Yaqin artinya menggambarkan pemahaman yang mantap dan bebas dari ragu, sementara Asy-Syakk mencerminkan sesuatu yang memunculkan kebingungan.
Dalam konteks fatwa DSN MUI, kaidah ini memiliki peran penting dalam menyakinkan keputusan yang didasarkan pada kepastian yang tidak dapat diragukan. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh DSN MUI menggunakan prinsip ini sebagai dasar untuk memastikan bahwa setiap keputusan hukum yang diambil mencerminkan kejelasan dan ketetapan, sehingga tidak dapat dipertanyakan. Dengan demikian, Kaidah Al Yaqinu La Yuzalu Bi Sak tidak hanya menjadi konsep teoritis, tetapi juga menjadi landasan praktis yang kuat dalam menetapkan hukum Islam yang berlaku.
Kaidah ini memiliki Cabang atau Kaidah Furu'iyah. Salah satu dari cabang dari kaidah ini adalah "Asal sesuatu adalah boleh, sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya". Maka fatwa yang akan diterapkan dibawah ini:
B. Penerapan Kaidah Al Yaqinu La Yuzalu Bi Sak dalam Fatwa DSN MUI:
Fatwa DSN MUI No : 156/DSN-MUYV/2023 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penyediaan Infrastruktur melalui Skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) Berdasarkan Ketersediaan Layanan.
Didalam fatwa ini terdapat kaidah fikih yang cabangnya berbunyi "Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya." Fatwa ini menjelaskan bahwa KPBU boleh dilaksanakan dengan syarat dan ketentuan sesuai prinsip syariah sebagaimana ditentukan dalam fatwa ini dikarenakan KPBU merupakan untuk kemaslahatan umum dengan mengacu kepada spesifikasi yang telatr ditetapkan sebelumnya oleh Penanggung Jawab Proyek Kerjasama, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko antara para pihak.
Fatwa DSN MUI No : 155/DSN-MUI/V/2023 tentang Produksi Asuransi Dwiguna Murni (Pure Endoment) Syariah.
Didalam fatwa ini terdapat kaidah fikih yang cabangnya berbunyi "Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya." Fatwa ini menjelaskan bahwa Produk Asuransi Jiwa Dwiguna Murni Syariah boleh dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam fatwa ini dikarenakan pembayaran manfaat Produk Asuransi Jiwa Dwiguna Murnis syariah bersumber hanya dari Dana Tahahud.
Fatwa DSN NUI No : 53/DSN-MUIA/UZA22 tentang Pelunasaran Utang Pembiayaan Murabahah sebelum jatuh Tempo.
Didalam fatwa ini terdapat kaidah fikih yang cabangnya berbunyi "Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya." Fatwa ini menjelaskan bahwa PU-PMSJT boleh dilakukan dengan mengikuti ketentuan yang terdapat dalam fatwa ini. Pelunasan Utang Pembiayaan Murabahah Sebelum Jatuh Tempo atau PU-PMSJT adalah pelunasan utang murabahah lebih awal dari jangka waktu yang disepakati yang mana hal ini merupakan bentuk muamalah belum ada dalil yang menjelaskan tepat dengan pembahasaan ini maka diperbolehkan oleh MUI.
Fatwa DSN NUI No : : 14OIDSN-MUI/VII/2021 tentang Penawaran Efek Syariah melalui Efek Syariah melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah  (Income Securities Crowd Funding.
Didalam fatwa ini terdapat kaidah fikih yang cabangnya berbunyi "Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya." Fatwa ini menjelaskan bahwa Kegiatan Penawaran Efek Syariah Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi boleh dilakukan jika tidak bertentangan dengan prinsip syariah, yaitu antara lain terhindar dari Riba, Gharar, Maysir, Tadlis, Dharar, haram, Zgulm dan maksiat makan hukumnya diperbolehkan.
Fatwa DSN NUI No : : 145/DSN-MUI/XII/2021 tentang Dropship Bedasarkan Prinsip Syariah
Didalam fatwa ini terdapat kaidah fikih yang cabangnya berbunyi "Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya." Fatwa ini menjelaskan bahwa Dropship boleh dilaksanakan jika Dropshipper memasarkan atau menjual barang nya belum dimiliki. Jadi intinya Dropship boleh dilakukan karena merupakan bentuk muamalah yang baik.
Dalam seluruh rangkaian fatwa tersebut disebutkan penerapan kaidah fiqh "Pada prinsipnya segala sesuatu boleh dilakukan secara muamalah selama tidak ada dalil yang melarangnya"; sebagai landasan penting dalam penyusunan peraturan dalam berbagai konteks. DSN MUI senantiasa menggunakan prinsip ini untuk memastikan bahwa setiap keputusan hukum yang diambil mencerminkan kejelasan, penilaian dan kepatuhan terhadap ajaran Syariah. Dengan demikian, penggunaan aturan ini dalam fatwa DSN MUI menegaskan bahwa prinsip boleh muamalah mempunyai dasar yang kuat, namun mengutamakan kehati-hatian dan ketaatan pada nilai-nilai syariah dalam segala transaksi.
Siti Rahmah
Akuntansi Syariah
STEI SEBI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H