Mohon tunggu...
sitinurunnafis
sitinurunnafis Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Mengungkap Tragedi Pelecehan Seksual di Pondok Pesantren: Langkah Pencegahan dan Penegakan Hukum"

25 Desember 2024   16:15 Diperbarui: 25 Desember 2024   16:09 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang guru ngaji dan pimpinan pondok pesantren di Desa Ciawi Gebangan yang berinisial AK, pelaku berusia 41 tahun. Oknum ini dilakukan sejak tahun 2022 hingga saat ini tahun 2024 akhir. Awal terungkapnya kasus ini, ketika ada salah satu korban yang mengundurkan diri daei pondok pesantren sehingga melanjutkan kepada pihak yang berwenang (POLRES). Polres menangani kasus ini secara transparan dan profesional. Dilansir dari data yang didapat terdapat 10 korban pencabulan, korban mayoritas berusia 14 hingga 16 tahun. 

Aski ini dilakukan AK sebagai pelaku ketika suasana pondok sepi, disaat para santriwati sedang melaksanakan kegiatan belajar. Pelaku dijerat pasal 82 UU no. 17 tahun 2016 tentang "Perlindungan Anak". Terkait pasal ini maka pelaku terancam hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun. Ditambah 1/3 karena pelaku adalah tenAdanya kasus ini membuka mata banyak pihak tentang pentingnya pengawasan dan langkah-langkah preventif di lingkungan pendidikan. Agar kasus serupa tidak kembali terjadi, berikut beberapa langkah yang dapat diterapkan oleh berbagai pihak. Lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren, harus melakukan pemeriksaan latar belakang terhadap tenaga pendidik sebelum memberikan tanggung jawab kepada mereka. Pemeriksaan ini mencakup riwayat pekerjaan, perilaku sosial, dan reputasi di masyarakat. Hal ini untuk memastikan bahwa tenaga pendidik memiliki integritas dan moral yang baik.

Para santri, guru, dan orang tua perlu diberikan edukasi tentang apa itu kekerasan seksual, bagaimana mengenali tanda-tandanya, serta cara melapor jika menjadi korban atau mengetahui kasus serupa. Pendidikan ini dapat dilakukan melalui seminar, pelatihan, atau kegiatan rutin di lingkungan pondok pesantren.

Lembaga pendidikan harus menerapkan sistem pengawasan yang lebih ketat, terutama saat kegiatan berlangsung. Pemasangan CCTV di area publik pondok pesantren dapat menjadi salah satu langkah untuk memantau aktivitas yang mencurigakan. Selain itu, adanya jadwal kegiatan yang terstruktur dan pengawasan langsung dari pengurus pesantren juga sangat penting.

Komite atau perkumpulan wali santri dapat berperan aktif dalam memantau perkembangan anak-anak mereka di pondok pesantren. Mereka juga dapat menjadi jembatan komunikasi antara santri, keluarga, dan pihak pesantren jika ada masalah yang dirasakan oleh anak-anak.

Penegakan hukum terhadap pelaku pelecehan seksual harus dilakukan tanpa kompromi. Hukuman yang diberikan harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku, seperti dalam kasus AK yang dikenakan Pasal 82 UU Perlindungan Anak. Langkah ini tidak hanya memberikan keadilan kepada korban tetapi juga menjadi efek jera bagi para pelaku lainnya.

Korban pelecehan seksual memerlukan dukungan psikologis agar dapat pulih dari trauma. Pemerintah dan lembaga terkait harus menyediakan akses untuk layanan konseling atau rehabilitasi gratis bagi korban, termasuk pendampingan hukum jika diperlukan.

Alhasil, kesimpulan dan hikmah dari kasus pelecehan seksual di Desa Ciawi Gebangan menunjukkan bahwa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dalam sistem pendidikan, terutama di lingkungan pondok pesantren. Semua pihak, baik pemerintah, lembaga pendidikan, masyarakat, maupun keluarga, memiliki peran besar untuk menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.

Dengan langkah-langkah pencegahan yang komprehensif, diharapkan tidak ada lagi kasus serupa yang mencoreng nama baik lembaga pendidikan, khususnya yang berbasis agama. Keberanian para korban untuk melapor juga harus menjadi inspirasi agar lebih banyak kasus terungkap, sehingga keadilan dapat ditegakkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun