Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengesahkan Kurikulum Merdeka pada tahun 2022 lalu. Merujuk dari laman Pusat Informasi Kemendikbudristek, Kurikulum Merdeka bertujuan agar guru dapat lebih fokus pada materi esensial dan pengembangan karakter sekaligus kompetensi peserta didik. Kurikulum Merdeka sudah diterapkan pada jenjang TK-B, SD, SMP, SMA dan SMK sejak tahun ajaran 2021/2022.
Guru bidang studi Bahasa Sunda di SMA PGII 1 Bandung, Nia Mulyanti menjelaskan bahwa perbedaan Kurikulum Merdeka dengan kurikulum pendahulunya terdapat pada program P5.
“Perbedaannya kalau Kurikulum Merdeka ada kegiatan yang namanya P5 (Proyek Profil Penguatan Pelajar Pancasila). Itu yang tidak ada di kurikulum sebelumnya. Jadi, terdapat satu kegiatan dengan tujuan agar siswa memiliki lima karakter yang diharapkan oleh bangsa dan negara, yaitu beriman dan bertakwa pada Tuhan, berkebinekaan global, bernalar kritis, mandiri, dan kreatif,” ujar Nia saat diwawancara di SMA PGII 1 Bandung pada Jumat (22/12/2023).
Nia memaparkan bahwa program P5 berbeda dengan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN). Menurutnya, program P5 dapat diimplementasikan pada seluruh mata pelajaran.
“PKN kan setahu kita hanya mencakup aspek ketuhanan dan kebinekaan, sementara aspek berpikir kritis, kreatif, dan mandiri ada di mata pelajaran lain. Nah, P5 tidak hanya mencakup PKN, semua pelajaran bisa dialokasikan pada kegiatan P5,” tuturnya.
Lebih lanjut, Nia menjelaskan Kurikulum Merdeka yang dirancang oleh Kemendikbudristek tidak menuntut peserta didik untuk mencapai target kompetensi dasar tertentu.
“Kalau di Kurikulum Merdeka ini tidak ada tuntutan siswa itu harus memenuhi sepuluh kompetensi dasar. Jadi, guru juga dibebaskan untuk mengajarkan materi sesuai dengan waktunya saja, tidak ada target yang harus dipenuhi. Setiap siswa juga dibebaskan untuk mencari, mengobservasi, dan menganalisis apa ilmu pengetahuan yang mereka dapat. Guru hanya menjadi fasilitator yang menyimak dan mengevaluasi,” jelasnya.
Nia berpendapat bahwa Kurikulum Merdeka memang lebih efektif dalam mengembangkan minat bakat para peserta didik. Bahkan, guru dapat menerima masukan langsung dari peserta didik atas apa yang telah mereka ajarkan.
“Menunjang ya sangat menunjang, karena bagi siswa yang punya idealisme dan pola pikir yang lebih luas, mereka akan leluasa untuk mengungkapkan apa yang mereka temukan. Bisa jadi mereka memberi feedback kepada kita (guru) lebih banyak. Mereka punya cara untuk mencari pengetahuan, kita punya cara untuk merefleksikan pengetahuan itu,” ucapnya.
Di sisi lain, Nia merasa bahwa kurikulum terdahulu lebih efektif bagi para guru dalam menyampaikan pembelajaran.