Mohon tunggu...
Siti Nurhaliza
Siti Nurhaliza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Ilmu Komunikasi/UIN Sunan Ampel Surabaya

Saya adalah mahasiswa ilmu komunikasi di UIN Sunan Ampel Surabaya, hobi saya sendiri sangat beragam diantaranya yaitu, saya sangat suka traveling apalagi traveling ke alam selain itu hobi saya itu membaca novel dan menonton Drama Korea. Saya sendiri termasuk orang yang memiliki kepribadian cukup ramah dan hangat untuk semua orang apalagi waktu ketemu orang baru dikenal ataupun lingkungan baru saya cukup bisa mengakrabkan diri dan cepat beradaptasi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dream Crazy, Ketika Iklan Menjadi Suara Perubahan Sosial

8 Desember 2024   14:06 Diperbarui: 9 Desember 2024   11:45 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kampanye Dream Crazy (sumber : https://images.app.goo.gl/dLkEjqRdgFSSNQ8Z9) 

Kampanye "Dream Crazy" yang diluncurkan oleh Nike pada tahun 2018, dengan Colin Kaepernick sebagai wajah utamanya, telah menjadi sorotan signifikan dalam industri periklanan dan pemasaran. Di satu sisi, kampanye ini dipuji karena keberaniannya dalam mengambil posisi jelas terhadap isu sosial, khususnya ketidakadilan rasial dan protes Kaepernick terhadap perlakuan tidak adil terhadap komunitas kulit hitam. Banyak konsumen merasa terinspirasi oleh pesan bahwa impian dan keadilan harus diperjuangkan, serta menghargai Nike karena berani mendukung nilai-nilai tersebut. Ini berhasil memperkuat loyalitas merek di kalangan konsumen yang peduli terhadap isu sosial.

Namun, kampanye ini juga menghadapi kritik tajam. Beberapa konsumen dan pemangku kepentingan berpendapat bahwa Nike seharusnya tidak terlibat dalam politik, dan iklan tersebut dianggap sebagai bentuk provokasi yang dapat memecah belah masyarakat. Reaksi negatif ini bahkan menyebabkan beberapa kelompok memboikot produk Nike, yang mengakibatkan penurunan penjualan di segmen tertentu. Kritikus menyatakan bahwa meskipun Nike ingin menunjukkan komitmennya terhadap keadilan sosial, mereka berisiko alienasi konsumen yang tidak setuju dengan posisi tersebut.

Fenomena kampanye "Dream Crazy" menunjukkan bagaimana periklanan kreatif dapat mendorong diskusi penting tentang isu sosial, tetapi juga menimbulkan tantangan bagi merek dalam mengelola reaksi beragam dari publik. Dalam dunia yang semakin terpolarisasi, perusahaan harus mempertimbangkan dengan seksama risiko dan manfaat dari mengambil posisi pada isu-isu yang kontroversial. Selain itu, kampanye ini juga memunculkan pertanyaan tentang tanggung jawab sosial perusahaan dalam konteks pemasaran modern. Apakah merek seharusnya mengambil sikap terhadap isu sosial, ataukah lebih baik tetap netral untuk menjaga pangsa pasar mereka? Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan isu-isu seperti keadilan rasial, banyak perusahaan yang kini merasa terpanggil untuk berkontribusi dalam perubahan sosial, meskipun hal ini bisa berisiko. Kampanye Nike menjadi contoh nyata bahwa keberanian dalam beriklan dapat membuka dialog penting, tetapi juga memerlukan strategi yang bijaksana untuk menghindari potensi backlash dari konsumen.

Siti Nurhaliza, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UINSA.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun