Anemia, yang sering disebut "kurang darah" adalah kondisi yang bisa mempengaruhi produktivitas dan kualitas hidup seseorang secara signifikan. Di Indonesia, anemia masih menjadi masalah Kesehatan yang serius, terutama dikalangan Perempuan dan anak-anak. Secara global, prevalensi anemia turun sebesar 12% antara tahun 1995 dan 2011 -- dari 33% menjadi 29% pada wanita tidak hamil dan dari 43% menjadi 38% pada wanita hamil.Â
Di beberapa tempat, penurunan prevalensi anemia secara signifikan telah tercapai; namun, secara keseluruhan, kemajuan yang dicapai masih belum memadai. Tindakan lebih lanjut diperlukan untuk mencapai target Majelis Kesehatan Dunia yaitu pengurangan 50% anemia pada wanita usia subur pada tahun 2025.
Anemia adalah suatu kondisi di mana jumlah dan ukuran sel darah merah, atau konsentrasi hemoglobin, berada di bawah nilai batas yang ditetapkan, sehingga mengganggu kapasitas darah untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Anemia merupakan indikator gizi buruk dan kesehatan yang buruk.
Meskipun penyebab anemia bervariasi, diperkirakan separuh kasus disebabkan oleh kekurangan zat besi. Anemia dan kekurangan zat besi menurunkan kesejahteraan individu, menyebabkan kelelahan dan kelesuan, serta mengganggu kapasitas fisik dan performa kerja. Hilangnya median produktivitas fisik akibat kekurangan zat besi merupakan hal yang penting.Â
Pada populasi rentan seperti ibu hamil, anak-anak dan orang tua, anemia dapat menyebabkan peningkatan risiko kematian dan morbiditas. Penurunan prevalensi anemia pada perempuan usia subur yang berhasil akan meningkatkan prestasi sekolah anak-anak dan produktivitas kerja perempuan, serta meningkatkan hasil kehamilan bagi ibu dan bayi, sehingga menghasilkan manfaat antargenerasi bagi kesehatan individu, kesejahteraan dan potensi ekonomi serta pengembangan masyarakat.
Penyebab paling umum anemia di seluruh dunia adalah defisiensi zat besi, akibat keseimbangan zat besi negatif yang berkepanjangan, yang disebabkan oleh kurangnya asupan atau penyerapan zat besi dari makanan, peningkatan kebutuhan zat besi selama kehamilan atau masa pertumbuhan, dan peningkatan kehilangan zat besi akibat menstruasi dan cacing ( cacingan) infestasi.Â
Diperkirakan 50% anemia pada wanita di seluruh dunia disebabkan oleh kekurangan zat besi. Â Â Â Penyebab anemia penting lainnya di seluruh dunia termasuk infeksi, kekurangan nutrisi lainnya (terutama folat dan vitamin B12, A dan C) dan kondisi genetik (termasuk penyakit sel sabit, talasemia -- kelainan darah bawaan -- dan peradangan kronis).Â
Remaja hamil sangat rentan terhadap anemia karena mereka mempunyai kebutuhan ganda akan zat besi, misalnya pertumbuhan mereka sendiri dan pertumbuhan janin, dan kecil kemungkinannya untuk mengakses layanan antenatal.
Menghindari anemia agar tidak menguasai hari-harimu dimulai dengan tindakan pencegahan yang tepat. Untuk mencegah dan mengendalikan anemia yaitu dapat mencakup perbaikan keragaman pangan, fortifikasi pangan dengan zat besi, asam folat dan zat gizi mikro lainnya; distribusi suplemen yang mengandung zat besi, dan pengendalian infeksi dan malaria.Â
Untuk mencapai penurunan prevalensi anemia di kalangan perempuan usia subur sebesar 50% pada tahun 2025, diperlukan penurunan relatif prevalensi anemia pada kelompok ini sebesar 6,1% per tahun. Menyadari kompleksitas anemia dapat mengarah pada penetapan strategi yang efektif.
Salah satu tantangan utama dalam mengatasi anemia adalah keterbatasan akses ke perawatan Kesehatan dan edukasi yang memadai di daerah-daerah tertentu. Solusi yang bisa diimplementasikan meliputi program-program yang ditujukan untuk meningkatkan akses makanan bergizi, serta kampanye Kesehatan yang berfokus pada peningkatan kesadaran tentang pentingnya gizi seimbang.