Mohon tunggu...
Siti Nur Banin
Siti Nur Banin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Rajin beli buku, donlotin buku, minjam buku tidak dikembalikan, minta ditraktir buku... Tapi malas Membaca :(

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Catur Mengungkap Kepribadian Pemainnya!

16 Desember 2012   03:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:34 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kemarin hari Kamis, Finna dan saya mengikuti lomba Catur se-Unesa dalam acara Dies Natalis Unesa yang ke-48. Kami adalah dua-duanya peserta putri dari sekian banyak peserta putra yang terdiri dari para mahasiswa, staf/TU/Satpam, dan dosen Unesa. Kami sama sekali tidak takut menghadapi lawan-lawan kami itu, sebab memang kami sudah bisa melihatmasa depan(baca: Kami yakin kami pasti tidak menang :D ). Maka dari itu, entah lawan kami adalah dosen adalah satpam adalah presiden, gak peduli! Yang penting kami suka main-main :D

Saya pribadi merasa sangat beruntung telah mengikuti lomba tersebut, bukan sebabmasa depanyang saya yakini meleset, nyatanya masa depan dalam gambaran saya memang 100% benar. Meski demikian, saya mendapat pelajaran yang indahnya Subhanallah! Saya baru tahu kalau sikap jelek seseorang itu akan terpantul lewat permainan mereka. Hal ini berguna bagi seseorang yang ingin instropeksi diri. Namun, kejelekan ini baru bisa tercermin manakala seorang pemain menemui kondisi atau persoalan yang sangat baru. Oleh karena itu jika ingin melihat kejelekan diri sendiri, hendaknya pemain catur bermain dengan musuh-musuh yang baru. kenapa? Karena: bermain dengan lawan yang sama biasanya yang bersangkutan telah hafal bagaimana permainannya, caranya menyerang, bertahan, trik dan tipuannya sehingga yang bersangkutan tersebut-karena telah hafal-telah hafal jugalah bagaimana menanggulangi problem-problem dalam permainan tersebut.  Ya, mungkin ada beberapa hal/problem yang baru, tapi itu terlalu lemah untuk dijadikan analisis kepribadian.

Terus?

Bedakan jika seseorang dihadapkan pada problem-problem baru. Dari problem baru itulah akan muncul langkah spontanitas, entah spontanitas itu juga didapat dari berpikir atau sekedar spontan-spontan saja yang jelas langkah itu didapat bukan dari remembering the previous moves/the previous problem solving. Alhasil, langkah spontan itulah=siapa dia sebenarnya=titisan dari jiwanya=lukisan kepribadiannya!

Bukti I:

Dalam suatu permainan, saya yang tidak terlalu paham kemampuan lawan telah menganggap saya sedikit lebih unggul sebab beberapa kali saya unggul baik materi atau posisi. Alhasil pada suatu masalah di mana jika saya tidak segera mengamankan benteng saya, maka benteng itu akan lenyap secara gratis atas sebab skak paksaan yang mewajibkan raja saya mencaplok gajah yang melakukan skak. Nah, karena saya telah megambil kesimpulan bahwa lawan saya gak mungkin kepikiran sampai ke situ, alhasil, saya yang tidak jadi mengamankan benteng dilanda penyesalan berlapis karena nyatanya benteng saya musnah. Dari sini kentara sekali bahwa dalam permainan, saya menyepelekan hal-hal yang kecil atau hal-hal yang belum pasti. Pada kenyataanya: Tepat sekali! Saya sering dilanda masalah besar akibat menyepelekan hal-hal kecil L

Bukti II:

Waktu di babak awal saya melawan dosen dari FIK, saya merasa diuntungkan dengan posisi saya yang hampir me-mat-kan raja lawan. Raja lawan yang belum sempat rokade sangat rawan mengalami posisi open hingga saya memanfaatnkannya dengan menjumputi pion dengan perwira. Saya yang yakin sebentar lagi bisa mematkan raja lawan telah mengumpulkan perwira di daerah lawan, tak peduli perwira itu berada dalam ancaman karena toh lawan tetap disibukkan dengan melindungi raja. Pada suatu langkah di mana ternyata raja lawan telah aman barulah saya keteteran kerana nyatanya para perwira saya sedang sekarat semua. Satu perwira tewas dan yang lain berhasil dievakuasi. Dari kalah satu perwira, merembet kalah segala-galanya dan saya KO.

Nah, dalam permainan itu, setelah saya menemukan hal yang menjanjikan, saya berambisi penuh pada satu hal tersebut meski dibutuhkan pengorbanan-pengorbanan besar. Sebenarnya itu baik, namun, ada satu yang saya lupakan, SAYA TIDAK MENYUSUN RENCANA B. Dan itu fatal sekali.

Pada kenyataanya saya memang tipe orang yang sedikit banyak begitu. Pernah suatu kali saat saya sedang senang-senangnya menulis, saya bahkan tidak memedulikan urusan kuliah. Masa bodoh! Saya menempatkan “Menulis” sebagai ambisi tunggal. Tidak pernah membayangkan bahwa menulis itu susahnya minta ampun, hingga setidaknya, saya juga harus menyusun rencana B. Beruntung sekali untuk kasus ini segera saya tanggulangi.

Bukti III, IV, V

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun