Mohon tunggu...
Siti Nurafifah
Siti Nurafifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Mahasiswa Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Kewarisan Islam dalam Teori dan Praktik

19 Maret 2024   09:36 Diperbarui: 19 Maret 2024   09:44 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak:
Buku berjudul Hukum Warisan Islam dalam Teori dan Praktek ini ditulis oleh Dr. H.M. Anshary MK, S.H., M.H. Terdapat 3 bab, salah satunya adalah bab peraturan umum. Bab ini membahas banyak faktor, antara lain: pengertian dan kewajiban ahli waris sebelum membagi warisan, alasan pewarisan, dan alasan larangan pewarisan. Selain teori, buku ini juga memberikan contoh kasus dan solusi untuk membantu mereka yang ingin meneliti dan mempelajari lebih lanjut tentang hukum waris Islam di Indonesia dengan lebih mudah. Materi dalam buku ini penting bagi hukum waris karena berlaku bagi pengadilan agama dan pengadilan syariah dalam menjalankan fungsi peradilannya. Sebagaimana diketahui, persoalan sengketa waris sudah lama berada di luar kewenangan pengadilan agama di Jawa dan Madura serta sebagian Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur khususnya sejak tahun 1937, sehingga persoalan hukum waris juga tidak banyak mendapat perhatian. perhatian. perhatian para hakim agama. Hukum waris tidak lagi hangat diperbincangkan hingga Undang-Undang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama dan Pengadilan Syariah untuk mempertimbangkan, memutus, dan menyelesaikan sengketa waris.
Kata kunci: Hukum Kewarisan, Waris, QS An-Nisa

Pendahuluan
Hukum waris dalam Islam adalah hukum yang mengatur tentang peralihan hak waris (tirkah) ahli waris, menentukan siapa yang berhak menjadi ahli waris. Hukum waris ini merupakan bagian dari hukum keluarga (al-Ahwalus Syahsiyah) dan penting untuk dikaji karena mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia dalam masyarakat.
Sumber hukum waris dalam agama Islam terdapat dalam Al-Qur'an. a dan hadis yang mengatur pembagian warisan menurut aturan Islam. Warisan dalam Islam menjadi topik yang banyak diminati banyak orang karena pembagian warisan seringkali menimbulkan akibat buruk bagi keluarga yang ahli warisnya meninggal.
Hukum kewarisan islam di Indonesia mengalami pergeseran yang begitu signifikan sehingga terjadi kontradiksi hukum antara hukum terapan Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar'iyah dengan Hukum kewarisan yang diterapkan dalan masyarakat.

A. Pengertian

Hukum Kewarisan
    Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur ten- tang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (trkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
Dari definis di atas, ada beberapa aspek dalam hukum kewarisan:
Pertama, adalah tentang pemindahan hak pemilikan harta warisan pewaris. Peralihan hak milik pewaris kepada para ahli warisnya berlaku secara ijbar. Salah satu asas yang sangat prinsipil dalam hukum kewarisan Islam adalah asas ijbari. Asas ini mengandung arti bahwa peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli waris nya berlaku dengan sendirinya tanpa tergantung kepada ke- hendak pewaris atau kehendak para ahli warisnya.

Kedua, adalah mengenai siapa-siapa yang termasuk ahli waris. Hukum kewarisan juga menentukan tentang siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan bagiannya masing-masing. Ketentuan semacam ini dijumpai dalam penjelasan Pasal 49 huruf b Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 sebagai perubahan pertama atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Un- dang-undang Nomor 50 Tahun 2009 sebagai perubahan kedua. Yang bunyinya" Yang dimaksud dengan "waris" ada- lah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan menge- nai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang pe- nentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian ma- sing-masing ahli waris".
Ketiga, adalah menyangkut masalah bagian peroleh- an masing-masing ahli waris. Di dalam al-Qur'an surat an- Nisa' [4]: 11, 12 dan ayat 176 ditegaskan beberapa kelom- pok ahli waris yang memperoleh saham 1/2, 1/3, 14, 1/6, dan 1/8 bagian, kelompok ahli waris ini lazim dikenal dengan istilah ahli waris "dzawil furudh", yaitu ahli waris yang telah ditentukan besaran bagiannya secara tegas di dalam nash.

Pewaris:
    Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.

Ahli waris:
    Ahli Waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan per- kawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

Harta Peninggalan:
    Harta Peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi milik- nya maupun hak-haknya. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan pada saat pewaris meninggal dunia, masih bercampur antara harta bersama bagian pewaris dengan bagian pasangan yang hidup lebih lama, masih tergabung pula dengan harta wasiat, masih tergabung dengan biaya pengurusan mayat, biaya-biaya untuk pelunasan utang-utang pewaris.

B. Kewajiban Ahli Waris Sebelum Membagi Harta Warisan

    Setelah seseorang dinyatakan meninggal dunia, maka muncullah beberapa kewajiban bagi para ahli waris terha dap pewaris untuk menunaikannya sebelum harta warisan pewaris tersebut dibagikan kepada ahli warisnya. Kewa- jiban-kewajiban tersebut adalah sebagai berikut.
1. Biaya pentajhizan/pengurusan mayat. Biaya-biaya di maksud menyangkut biaya untuk membeli tanah ku- buran, biaya pemandian, pengkafanan, dan biaya pe- makaman
2. Membayar utang-utang si mayit, bila ada.
3. Menunaikan wasiat si mayit, bila ada.
Ketiga hal di atas harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum hartawarisan pewaris dibagikan kepada para ahli warisnya. Pembayaran ketiga hal tersebut dibebankan kepada harta warisan pewaris, yang terdiri dari harta asal pewaris ditambah dengan bagian dari harta bersama.

     a.) Harta asal dapat berupa
Harta yang diperoleh pewaris sebelum nikah, seperti hasil dari gajinya yang dibelikan tanah, rumah, emas, deposito dan sebagainya,
Harta yang diperoleh pewaris dalam bentuk hibah, wasiat atau warisan baik diperoleh sebelum maupun setelah pewaris menikah.
    b.) Harta bersama atau harta kekayaan dalam perkawin- an adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama-sama suami-istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun