Seringkali kuharus melintasi hutan jati yang tumbuh di kakimu,
Dari pagi menyapa, hingga senja menutup  mata,
Riuh anak ilalang berebut napas sabana, bersanding liukan anak sungai bercadas
Matahari tengah tegak memanggang isi alam, namun pada keangkuhannya, masih ia sudi berkaca pada mata laut juga telaga bumi,
Jalan tanah nan becek menjadi laluan para pencinta ladang, dengan telanjang dada, penuh gairah mereka gauli tanah hitam berhumus demi lahirnya sekuncup  tunas dan batang yang menghijau dari bibit unggul yang mereka semaikan dalam percintaan sejati
Lalu pada lorong-lorong yang riuh dengan pekikan para pedangang di perut pasar,
Tak ayal sering terlihat penjual berlomba sodorkan barang dagangan,
Tanpa dihiraukan nyamuk yang tingkahi wajah mereka dan lalat yang datang tanpa diundang
Aku tak sedang menghujat sudut kehidupan rakyat kecil yang kian sekarat, sedang di tubuhku tengah terjadi persaingan hidup dan mati anak-anak ilalang
Hingga pada rungu di ujung senja, masih kupilih jalan terjal bertabur duri, demi kuraih satu mimpi yang meminta petik oleh pemilik mata biru yang menantiku di persinggahan terakhir
Johor Bahru: 1 Agustus 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H