D. Keempat, Menyekolahkan anak ke pesantren, berbeda dengan menyekolahkan anak di tempat kursus jahit, bermain musik, ataupun les matematika. Karena tujuan kita mengantarkannya tidak hanya sekadar mendapatkan ilmu pengetahuan atau keterampilan saja, melainkan juga terbinianya  akhlak dan watak  serta mendapatkan keberkahan ilmu, maka dibutuhkan beberapa perspektif sekaligus membutuhkan kerja sama yang baik antara orang tua, kyai dan ustad -- ustazah:
a) Menciptakan suasana belajar yang sehat. Contohnya , jika orang tua sedang mempunyai masalah/berantem, janganlah sesekali memberitahu anak dan diperlihatkan kepadanya. Biarkan mereka belajar dengan baik dan tenang.
b)nirakati. Setelah itu akan menjadi kewajiban guru dan pondok pesantren untuk nirakati.
c)memberikan bekal yang baik dan  halal. Tidak kalah penting, dengan dua aspek A dan B adalah aspek kesucian harta yang kita manfaatkan  untuk membiayai dan melengkapi kebutuhan belajar anak  di pesantren.
E. Kelima, bila  orang tua bukan alumni pesantren, ataupun baru pertama kali berhubungan dengan dunia pesantren, maka berlatihlah untuk mempelajari budaya pesantren, etika, dan metode pendidikannya. Maka dari itu ketika kita berhubungan dengan pihak pesantren kita harus mengikuti budaya, bahasa dan etika. Dan bagaimana adab dan tatacara santri berkata-kata, bersikap terhadap ustad-ustazah dan teman-temannya, wajib dipahami dan ikut juga diterpakan oleh para calon orang tua santri.
F. Keenam, ikatan/wasilah batin antara kyai dan santri serta almamaternya adalah wasilah yang abadi. Dalam dunia pesantren, Tidak ada yang namanya mantan santri  ataupun mantan kyai . Wasilah ustad -- ustazah murid  itu akan terus terjaga walaupun kelak seorang g murid itu telah jauh melampaui keilmuan gurunya. Ustad -- ustazah adalah orang tua kedua  bagi santri-santrinya , itu akan berlaku sampai kapanpun. Santri adalah anak bagi  sang kyai dan para ustad -- ustazah nya di pesantren. Dan pondok Pesantren adalah rumah kedua bagi santri-santrinya ,dan sampai kapan pun. Akan terus begitu, selama salah satu dari mereka tidak ada yang memutuskan Wasilah / ikatannya, misalnya dengan saling menyakiti perasaan satu sama lain.
Tidak jarang seorang santri dan santriwati yang telah lulus dan tidak lagi menetap di pondok pesantren, masih ditegur dan dinasihati  kyainya karena melakukan hal-hal  yang menurut sang kyai dan ustad -- ustazahnya kurang baik. Hal ini semata-mata karena rasa sayangn sang kyai dan ustad -- ustazah kepada santri-santrinya yang telah dianggap seperti anak-anaknya sendiri. Seringkali pada saat memarahi pun masih dengan gaya dan cara kyai terhadap santri -- santrinya saat masih menuntut ilmu di pondok pesantren. Santri-santri biasanya mafhum ( faham ) , tapi tidak jarang pula walisantri yang kurang faham dengan dunia pesantren akan baperan atau tersinggung , lalu marah dengan teguran kyai dan ustad -- ustazahnya itu.
Hanya ini yang bisa saya jabarkan dan Jangan bosan ya untuk bergaul dan bertanya kepada para kyai, ustad -- ustazah dan juga santri.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H