Mumpung si kecil tidur, saya harus segera menulis lagi tentang acara Intip Buku kemarin Sabtu, 28 April 2012 di Gedung Sjafrudin Prawiranegara Bank Indonesia. Maklumlah, status ibu beranak empat mengharuskan saya pintar-pintar cari waktu luang. Kalau Alisha bangun, pasti ikut-ikut pencet keyboard.. Tahu ga, jam setangah enam saya keluar dari rumah sambil membawa si kecil ke rumah bermainnya. Masih gelap benar di kampung saya ini. Saya pesankan betul agar para pengasuhnya bersedia datang jam 6 pagi di sana. Masalahnya, saya penasaran benar sama orang-orang yang akan jadi pembicara hari ini. Ada Pa Johan Wahyudi, Mas Imam FR, Mas Taufik Effendi, Kang Pepih Nugraha, Mas Isjet, dan Omjay. Kalau yang terakhir disebut sih saya sudah kenal betul. Guru besar yang membuat saya terus semangat mengisi blog-blog saya. Kata lainnya, saya sangat ingin menjaga motivasi dalam menulis. Hadir di acara-acara seperti ini adalah salah satu caranya. Naik bis 52 AC jurusan Bekasi Tanah Abang sepagi itu benar-benar membuat saya menggigil dan merindukan suasana bis 50 nonAC. Kami pergi berempat. Ternyata, ada beberapa orang juga dengan tujuan BI. Terdengar dari pesannya pada kondektur : "Pa, turunkan di Gedung BI ya". Dari tempat duduk saya, saya menduga, .. sepertinya orang-orang ini bernasib sama dengan saya: mengejar ilmu sampai ke BI. [caption id="attachment_178009" align="aligncenter" width="300" caption="tiba juga di BI, saat masih sepi .. lanjut foto session deh"][/caption] Tiba di BI sebelum pukul delapan pagi loh. Tapi dasar masih berdarah muda dan berjiwa gayaisme, kami berfoto-foto dulu dengan para peserta lain yang juga sudah tiba. Lagipula, panitianya belum siap membuka ruangan. [caption id="attachment_177871" align="aligncenter" width="300" caption="saya di acara Intipbuku "]
[/caption] Begitu masuk ruangan, woow.. indah bener. "Kita duduk di mana nih ?", kata seorang teman bingung melihat tatanan kursinya. Ada yang bermeja bulat dan ada yang tanpa meja. " Sepertinya ini untuk pembicara, Bu", jawab saya agak sanksi. Soalnya banyak bener kursi dan mejanya... Ah, sudahlah. Tiba-tiba datang Mas Yulef dari MeetPro yang langsung meminta kami keluar lagi dan masuk dari pintu yang benar. Ooh.. ternyata kami salah masuk. Pukul delapan empatpuluhan, ruangan yang mulai terisi peserta mulai terasa dihadiri selebritis buat saya. Soalnya, berturut-turut terlihatlah para pengisi acara, ada Omjay dan Pak Johan (pada saat itu saya masih menduga). Lalu ada Mas Taufik Effendi yang tunanetra. Saya pernah baca
postingannya Omjay, jadi saya yakin beliaulah orang yang dimaksud Omjay. Ada Kang Pepih, saya baru tahu ketika ada yang menyapanya. Lalu ada teman-teman kompasianer, IGIÂ dan ternyata banyak juga dari Blogger Bekasi. Ada Mbak Mira Ayank yang jadi MC, Mas Amril sang moderator, dan masih banyak lagi. Seru juga ya.. Acara dimulai pukul 80.50 di jam HP saya. Diawali dengan sambutan dari Pak Ben sebagai perwakilan dari Ikatan Guru Indonesia (IGI). Pak Ben senang betul IGI menjadi bagian dari acara yang penuh motivasi ini. [caption id="attachment_177874" align="aligncenter" width="300" caption="para pembicara di sesi pertama"]
[/caption] Ternyata acara yang didukung
iB Perbankan Syariah ini dibagi ke dalam dua sesi. Sesi pertama diisi oleh Kang Pepih, Mas Imam dan Mas Taufik dengan dipandu oleh Pa Amril. Pepih Nugraha memulai perbincangan dengan menceritakan pengalamannya kecil hingga menjadi jurnalis handal di Kompas. Saya merasa punya kesamaan sama Kang Pepih ini. Sejak kecil ternyata keluarganya, terutama ayahnya yang guru suka membawa buku untuk dibaca anak-anaknya. Saya baru menyadari ternyata alm. bapak juga dulu berlangganan majalah-majalah untuk anak-anaknya. Femina dan Kartini untuk dua anak gadisnya, Hai untuk anak laki-lakinya. Ada juga majalah Tempo dan Panjimasyarakat. Pantesan saja saya yang masih SD waktu itu sudah kenal Indira Gandhi yang mati ditembak anak buahnya sendiri. Saya masih ingat halaman sampul Tempo yang menggambarkan anak korban Chernobyl. Bacaan yang berat ya, walaupun saya juga kebagian majalah Bobo dan Sahabat. Rupanya, kebiasaan para orang tua inilah yang menciptakan hobi baca dan tulis pada Kang Pepih dan saya. Cie.. saya langsung menyamakan saja statusnya, walaupun akhirnya Kang Pepih jadi wartawan dan saya jadi guru.Tapi saya agak malu pada Kang Pepih. Beliau ini sudah puluhan tahun menulis tapi belum membuat buku. Sementara saya yang masih belajar menulis, sudah nekat pingin juga menulis buku. Tapi salut deh sama pengalaman dan kepiawaian Kang Pepih dalam menulis. Pembicara kedua adalah Mas Imam FR, yang walaupun masih mahasiswa namun sudah berhasil menulis buku : Jadi Jurnalis itu Gampang. Emang segampang itu ya ? Mas Imam menceritakan pengalamnnya membawa naskah ke Elex Media hingga buku itu jadi.
Inspiring. Pembicara terakhir dalam sesi pertama ini adalah Mas Taufik Effendi, sang pemburu beasiswa ke luar negeri. Hebatnya, Mas taufik ini sudah berhasil mendapatkan delapan beasiswa. Hiks, sambil agak pedih mendengarnya karena belum satupun saya mendapatkan beasiswa ke luar negeri, namun saya yakin semua orang di dalam ruangan salut sama Mas Taufik. Pasalnya,
Mas Taufik ini buta. Beberapa isakan terdengar dari kursi-kursi peserta pada saat sang motivator menceritakan pengalaman kelamnya di masa kecil yang mengakibatkan matanya tak bisa melihat. Sekarangpun Mas taufik masih berjuang agar matanya bisa berfungsi lagi. Mudah-mudahan berhasil ya Mas. Terharu sekali. Mas Amril mengakhiri sesi ini dengan beberapa pertanyaan. Sayangnya, saya tidak terpilih menjadi seorang penanya. Lenyaplah harapan dapat doorprize buku.. (hehe.. maklumlah, kolektor buku gratisan). Dalam sesi ini semua orang menyatakan sangat terinspirasi dari para pembicara. Satu diantaranya malah bertanya bagaimana bisa menuliskan kebenaran dalam statusnya sebagai PNS ? Wow, ternyata jadi penulis merupakan profesi yang agak menakutkan bagi sebagian orang karena berhubungan dengan pekerjaan dan jabatan. Kuncinya menurut Kang Pepih adalah
keberanian. Cuma ada dua pertanyaan: Berani atau tidak untuk mengungkapnya? Acara ngasonya diisi dengan snack yang enak dari panitia, walaupun agak kurang buat saya, hehehe.. ( Eh ada panitia yang nyeletuk : udah gratisan pengen enak pula..). Setelah acara
coffee break, dihadirkanlah pihak dari BI yang menjelaskan tentang iB Perbankan Syariah. kalau saya sih jelas tidak asing dengan iB Syariah ini, kan saya guru ekonomi.. beberapa hari lalupun saya dan rombongan MGMP Ekonomi menyempatkan diri melakukan kunjungan ke sini untuk mengenal BI lebih jauh. Kalau mau lebih tahu tentang Perbankan Syariah silahkan buka
di sini. Sesi kedua diisi oleh mas Isjet dari Kompasiana, Pak Johan Wahyudi, dan Omjay. Sebelumnya, peserta dikenalkan dengan seorang Kompasianer gaek, Pak Prayitno Ramlan. Ternyata Kompasiana penuh dengan orang-orang hebat ya ? Pak Prayitno menceritakan berbagai pengalaman hidupnya yang sangat keren dan kenyataan percaturan politik negeri ini, maklumlah, beliau ini mantan anggota BIN. Wow. Ada satu pesan Pak Prayitno yang saya ingat benar : Menulis membuat kita awet muda. Mau awet muda kan ? ayo menulis, jangan ditunda-tunda! Menurut Pak Prayitno, sebelum bermimpi membuat buku sebaiknya kita belajar menulis dulu di blog sosial sejenis kompasiana ini. Untuk sebagian orang yang belum mengenal apa itu Kompasiana, tentu bertanya-tanya, makhluk apakah kompasiana itu ? Mas Isjet menjelaskannya dengan sangat singkat, karena memang waktunya juga terbatas. Menurut Mas Isjet, kompasiana itu merupakan
citizen report, atau laporan warga yang ditulis dan dituangkan ke dalam blog keroyokan. Berbagai profesi ada di Kompasiana. Kebanyakan mereka menulis tentang apa yang mereka kuasai. Dan memang harus begitu ! Menurut Mas Isjet, kita lebih baik menulis dunia di sekitar kita agar orang tahu kekhususan atau spesialisasi yang kita miliki. Satu lagi pesan Mas Isjet : Dilarang copas di Kompasiana! Mas Isjetpun menceritakan tentang rubrik-rubrik yang ada di Kompasiana. Dari rubrik tersebut, rubrik
edukasi menempati urutan pertama, mungkin karena banyak guru yang menjadi kompasianer. Sayang, waktu menjelaskan blog keroyokan ini sangat sedikit padahal banyak pertanyaan yang masih ingin ditanyakan oleh para peserta, termasuk hasrat kompasianer yang ingin tulisannya masuk Freez cetak. [caption id="attachment_178004" align="aligncenter" width="300" caption="Pak Johan menyemangati bapak ibu guru untuk menulis.."]
[/caption] Kehebohan terjadi pada saat Pak Johan Wahyudi menceritakan pengalamannya menulis puluhan buku pelajaran. Wow. Ternyata, guru juga bisa kaya, bapak ibu.. asal kreatif dan mau meluangkan waktu menulis buku. Dengan logat Jawanya yang banyak... banyak banget malah, sampai-sampai saya bertanya pada beliau, Bapak ini Guru Bahasa Indonesia atau Bahasa Jawa sih ? Hehe.. begitulah, Pak Johan sangat menghibur dalam menyentil guru-guru untuk turut kreatif menuliskan buku pelajarannya. pak Johanpun berbagi ilmu bagaimana caranya menemukan dan menghadapi para penerbit. Jangan sekali-kali memberikan soft copy pada penerbit ! Jreng jreng.. ternyata, tindakan ini merupakan tindakan ceroboh, karena bisa saja karya kita dicuri orang lain. Omjay menempati urutan terakhir sebagai pembicara kali ini. Saya sih sudah berkali-kali mengikuti session dengan Omjay. Selain seminar Guru Tangguh Berhati Cahaya, Omjaypun pernah membagi ilmu PTKnya. Saya juga aktif meresensi buku-buku beliau di Buletin Jendela Pendidikan. Omjaylah orang yang pertama kali membuat saya PD mengisi terus blog-blog saya dengan semangatnya : menulislah setiap hari, dan buktikan apa yang terjadi. Tak terasa ya, pertemuan ini, ternyata diselesaikan di hampir pukul 14. Wow.
An Inspiring day. Kapan lagi ya kembali diadakan ? [caption id="attachment_177975" align="aligncenter" width="300" caption="sama mas Isjet.. "]
[/caption] [caption id="attachment_177988" align="aligncenter" width="300" caption="Pa Agus Hermawan memandu sesi kedua.."]
[/caption] [caption id="attachment_177993" align="aligncenter" width="300" caption="Yey.. akhirnya dapet juga buku gratis plus pulsa 100 ribu pula.."]
[/caption] Saya sudah sangat pesimis ketika Pak Agus Hermawan tak memberikan waktu pada saya untuk bertanya. Hiks. Untungnya saya menjadi salah satu pemenang lomba tweet, sehingga sebuah voucher pulsa senilai 100 ribu rupiah dan sebuah buku berhasil jadi milik saya. Alhamdulillah. (semua foto bersumber dari jepretan sendiri)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Pendidikan Selengkapnya