Mohon tunggu...
siti Mubarokah
siti Mubarokah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

jadi lah diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bentrok Antara Warga dan Aparat Terkait Pertambangan di Deda Wadas

9 Oktober 2023   18:53 Diperbarui: 9 Oktober 2023   18:54 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sumber daya adalah suatu yang memiliki nilai potensi yang tersusun dari unsur dan materi yang dapat di manfaatkan dan dikelola.sumber daya sendiri memiliki dua jenis yaitu sumber daya yang dapat diperbaruhi (Renewable Resources). dan tidak dapat diperbaruhi (non-renewable atau deposit resources) . Desa wadas merupakan desa yang terletak di Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo Provensi Jawa Tengah yang berbatasan lansung dengan desa Kaliurip, Kaliwader, Kedungloteng, Bleber, Pekacang, Cacabankidul, Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Desa wadas ini berada didataran perbukitan dan lembah yang mencapai ketinggian kira-kira 213 -- 258 mdpl.  Perbukitan dan lembah ini membuat desa wadas memiliki segudang sumber daya yang menjadi bagian hidup mereka sekaligus sumber mata pencarian mereka.

Desa ini memiliki luas 405.820 hektar dengan 381.820 berupa tanah kering lalu 24.000 hektar sisinya adalah tanah sawah. pengelolahan yang baik oleh desa Wadas membuat ini terkenal sebagai desa dengan pengolahan masyarakat yang baik, hal ini di benarkan melalui bukti cacatan pada 2017 yang menyatakan bahwa desa wadas sebagai desa pertama yang melunasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).  Itu semua tidak luput dari potensi hayati yang dimiliki desa wadas diantara lain seperti aren, pisanng, pohon jati, mahoni, aksia, karet, kapulaga, petai, durian, sengon dan kopi.

Potensi sumber daya yang dimiliki oleh desa Wadas membuat warga didesa tersbut menjadi sejahtera. Namun, kesejahteraan masyarakat terganggu ketika muncul permasalahn yang menimpa mereka, dima terjadi bentrok anatara masyarakat desa Wadas dengan aparat yang disebabkan karena penolakan warga terhadap penambangan batu ardesit di desa mereka. Awalnya warga hanya mengetahui bahwa akan dibangunkan bendungan atau waduk yang merupakan salah satu dari proyek infrastruktur nasional (psn) diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional. Desa Wadas, Kecamatan Bener merupakan tempat yang akan dilakukan pemulihan lahan dan dijadikan tempat pengambilan  material berupa batuan andesit untuk keperluan pembangunan bendungan Bener. Berdasarkan Amdal proyek Bendungan Bener, luas lahan yang akan dimanfaatkan untuk lokasi penambangan (material) adalah 145 hektare dan 8,64 hektare dicadangkan sebagai jalan akses eksploitasi material. Penambangan akan dilakukan dengan cara peledakan yang diperkirakan menghabiskan 5.300 ton bahan peledak. Masyarakat menolak untuk mengeksploitasinya karena mengancam keberadaan 27 sumber  air di Desa Wadas, yang berarti juga berisiko menyebabkan kerusakan pada lahan pertanian masyarakat. Rencananya, Bendungan Bener akan menjadi bendungan tertinggi di Indonesia, dengan tinggi waduk 159 meter, panjang tanggul 543 meter, dan lebar dasar sekitar 290 meter. Akan menjadi bendungan tertinggi di Indonesia. Sumber air bendungan ini berasal dari  Sungai Bogowonto.

Masyarakat desa Wadas menyutujui akan pembangunan bendungan atau waduk karena menurut mereka hal itu menajdi upaya kebujakan program pemerintah yang menguntungkan untuk mereka terutama saluran irigasi perkebunan dan pertanian. Namun, ada peristiwa tak terduga oleh masayarakat yaitu munculnya pertambangan didesa Wadas dan menyebabkan konflik penolakan warga setempat dikarenakan apabila pertambangan terjadi akan menimbulkan beberapa kerugian untuk masyarakat desa Wadas terutama untuk lahan mereka yang menajadi bagian penting dari kehidupan warga. Beberapa konflik penolakan warga sempat terjadi, hingga puncaknya meletuslah konflik saat pengukuran paksa tanah warga oleh BPN yang dikawal pasukan kepolisian. Kompas.com memberitakan, pada 8 februari 2022 dilakukan pengukuran tanah secara paksa dengan pengawalan ketat aparat kepolisian dengan ratusan personil dan perlengkapan huru-haranya. Jalannya pengukuran diwarnai tindakan represif aparat kepolisian dengan melakukan pengepungan rumah dan tempat ibadah, juga menangkapi beberapa warga yang notabene menolak adanya penambangan tersebut.

 Tidak kali ini saja Peristiwa pengambil alihan paksa lahan warga yang berujung konflik semacam ini terjadi, di tahun-tahun terakhir juga terjadi konflik yang melibatkan petugas kepolisian dengan masyarakat yang juga dipicu atas penolakan beberapa pembangunan proyek strategis nasional diantaranya Konflik semen pembangunan pabrik semen di Kendeng, Konflik pembangunan bandara internasional Yogyakarta, Pembangunan PLTU di Batang, belum juga dengan lunaknya sikap pemerintah terhadap kasus-kasus pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh para swasta sebagaimana deforestasi dan pembakaran hutan di kalimantan dan luar jawa lainya. Begitu banyak penolakan masyarakat terhadap proses pembangunan proyek pemerintah yang paling sering ditengarai atas kehawatiran akan rusaknya bentang alam yang memiliki fungsi fatal terhadap ekosistem. Meski pemerintah mengaku telah melaksanakan prosedur pembangunan dan menghormati pedoman perizinan lingkungan, namun mengapa masih terjadi penolakan seolah-olah pemerintah telah kehilangan kepercayaan  masyarakat terkait.

Solusi yang bisa kita ambil untuk permasalahn ini adalah sebelum melakukan pronyek pembangunan atau apapun yang berkaitan dengan masyarakat harusnya perlu adanya evaluasi proses pembangunan dan pendekatan pada masyakatan karena tujuan dari semua pembangunana tersebut adalah demi kemajuan dan kenyamana  bersama. Hal ini juga tertuang dalam prinsip  kehidupan berkelanjutan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), oleh karena itu untuk mencapai kehidupan berkelanjutan harus ada keselarasan antara perlindungan lingkungan  dan pembangunan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai keseimbangan tersebut, pembangunan harus melibatkan partisipasi seluruh aktor pembangunan sehingga tercipta keseimbangan kekuasaan dalam pengambilan keputusan, di antara aktor tersebut adalah pemerintah sebagai investor publik, investor atau pihak swasta dan masyarakat sipil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun