Jepira tidak menyangka, bahwa ucapannya yang sepercik dapat membuatnya malu seumur hidup.
Kemarin siang, Jepira, si jerapah, melintas di depan rumah paman Rusa. Saat itu, pintu rumah paman Rusa terlihat terbuka, tetapi tak terlihat paman Rusa maupun Ruki, anak paman Rusa, dari pandangan Jepira. Namun begitu, Jepira bisa samar-samar mendengan percakapan yang terjadi di dalam rumah.
"Jangan pukul aku ayah, jangan pukul," suara Ruki yang terdengar oleh Jepira.
"Sini kau Ruki, jangan coba lari dari ayah," berikutnya terdengar suara paman Rusa dengan nada marah.
Jepira kaget mendengar percakapan ayah dan anak dari dalam rumah paman Rusa itu.
"Wah, sepertinya Ruki sedang dimarahi ayahnya," batin Jepira.
Ternyata percakapan dari dalam rumah itu masih berlanjut.
"Dimana kau taruh dompet ayah Ruki, mengakulah," ucap paman Rusa dari dalam rumah.
"Aku tidak tahu ayah, aku tidak mengambilnya," jawab Ruki mengelak.
Jepira ikut merasa deg-degan mendengar percakapan itu. Ia pun segera bergegas lari meninggalkan rumah Ruki.
"Hah, Ruki telah mengambil dompet paman Rusa? Kenapa Ruki sampai berani mencuri dompet paman Rusa?" Pertanyaan itu berkecamuk di dalam otak Jepira.
Saat sampai di tengah hutan, Jepira bertemu dengan Kikan, si kancil. Ia pun menceritakan apa yang dia dengar kepada Kikan.
"Kikan, Ruki telah mencuri dompet paman Rusa, tetapi dia tidak mau mengakuinya, padahal paman Rusa sudah hampir memukulnya," cerita Jepira.
"Ah yang benar Jepira, darimana kau tahu?" Tanya Kikan.
"Aku tadi lewat di depan rumahnya, dan aku mendengar percakapan mereka dari dalam rumah," terang Jepira kepada Kikan dengan muka serius.