Tantangan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Pendidikan Islam juga pendidikan pada umumnya sebagai sarana menghadapi tantangan dunia yang saat ini disebut saja dengan era 5.0. yang menuntut para manusianya untuk bisa bergelut dengan digital. Pendidikan umumnya mampu melahirkan peserta didik yang sukses dalam dunia kerja maupun dalam pembangunan masyarakat madani. Dua pilar ini yakni dunia pekerjaan dan masyarakat harus seimbang dan menjadi pertimbangan. Dalam lingkup perguruan tinggi ada yang namanya miniatur negara. Di dalamnya mahasiswa berperan layaknya kehidupan politik di luar sana. Hal seperti itulah yang menjadi srana mempersiapkan mahasiswa maupun peserta didik untuk menghadapi dunia luar. Dengan adanya pendidikan Islam, akan menjawab tantangan globalisasi saat ini maupun yang mendatang. Jika kita melihat kondisi pendidikan Islam saat ini, kita akan menemukan bahwa tantangan yang dihadapinya berasal dari dua sumber: internal dan eksternal. Tantangan internal terkait dengan bagian dan sistem pendidikan Islam itu sendiri.
 Dalam pendidikan Islam, ada beberapa masalah internal. Yang pertama adalah bagaimana delapan standar nasional pendidikan telah dicapai dan berhasil. Ini adalah masalah internal dalam ruang lingkup pendidikan. Standar pendidikan nasional memiliki delapan standar: standar isi, standar proses, kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, pengelolaan, pendanaan, dan penilaian[5].
Kedua, populasi Indonesia meningkat. Menurut profil populasi, Indonesia akan mendapat manfaat dari bonus demografi pada tahun 2035. Bonus demografi mengacu pada proporsi sumber daya manusia yang jauh lebih besar di kalangan penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) dibandingkan dengan usia muda dan usia lanjut. Pada tahun 2020--2030, 70% dari angkatan kerja usia produktif (15-64 tahun) akan terpenuhi, dengan 30% sisanya adalah warga negara yang tidak produktif (anak usia 0--14 tahun dan orang tua berusia 65 tahun ke atas)[6].Â
Ketiga, pendidikan karakter. Problem karakter masih ada sampai hari ini, terutama karena dunia sedang mengalami revolusi yang begitu cepat yang mengikis moralitas dan karakter anak bangsa. Dengan perubahan budaya yang serba teknologi, degradasi moral yang melanda siswa sulit dibendung. Ini terjadi karena perspektif peserta didik berubah, yang berdampak pada pola fikir dan karakter mereka. Inilah mengapa pendidikan Islam harus ada untuk terus menggalakkan pendidikan karakter untuk memberikan moral kepada peserta didik. Dengan kata lain pendidikan Islam sebagai penguat aqidah sebelum mereka terjerumus sisi gelap dari teknologi bagi anak yang kurang pengawasannya oleh orang tua.
Keempat, sudut pandang  yang salah untuk memahami kurikulum. Dalam pendidikan Islam, perspektif kurikulum yang diterapkan masih cukup dikenal dan dipahami, tanpa memberi perhatian khusus pada area aplikasinya. Artinya, sistem pendidikan Islam masih terlalu menekankan aspek kognitif atau memperoleh pengetahuan dari sebuah pengalaman daripada aspek nilai atau pengaplikasiannya.
Pengembangan kurikulum merupakan langkah penting yang harus dilakukan untuk memenuhi tujuan pengembangan kurikulum. Tidak sekedar menerima ide atau usulan pemahaman tapi sebuah problem solving dalam menghadapi tantangan pengembangan kurikulum. Selain itu, pemerintah harus menata kembali sistem pendidikan di satuan pendidikan kejuruan dan kejuruan. Ini harus menjadi sistem pendidikan yang komprehensif dengan mekanisme sistematis di setiap aspek, seperti menyinkronkan kurikulum antara lembaga. Untuk menghasilkan tenaga kerja terdidik yang siap bekerja dalam perekonomian global, sebagai pengguna yang terus memperhatikan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
Pada tantangan eksternal yang dihadapi pendidikan Islam lebih cenderung kepada tantangan masa depan. Diantaranya tantangan eksternal tersebut yaitu pertama, kebutuhan dan tuntutan masa depan. Adanya kebutuhan yang banyak meracuni pikiran orang yang terkadang ada yang mencari jalan pintas dalam pencapaiannya. Tentu hal tersebut melenceng dari syaria'at dan perlu pondasi dengan adnya pendidikan Islam. Kedua, Â persepsi publik. Seiring berjalannya teknologi dibarengi dengan ramainya sosial media yang berebut popularitas. Jika dalam penggunannya benar maka orang tersebut aman-aman saja, tapi jika sudah keluar batas atau sampai terjadi penculikan, penipuan hal tersebut menjadi tantangan kehidupan. Ketiga, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Haqiqi, 2019, p. 170). revolusi dari setiap era dan berbagai kesulitan yang berhubungan dengan persoalan lingkungan, perkembangan kemajuan teknologi dan informasi, pertumbuhan yang pesat dalam wilayah industri kreatif dan budaya, serta pengembangan pendidikan internasional seperti halnya word calss university memberikan dampak yang signifikan yang secara otomatis menuntut adanya formulasi dan strategi baru yang dirancang oleh dunia pendidikan (Masdar Hilmy, 2016, p. 23). beberapa hal tersebut merupakan tantangan pendidikan islam yang berorientasi pada masa depan.Â
Tuntutan yang ditimbulkan oleh era revolusi kemudian menjadi era society saat ini menuntut pendidikan Islam khususnya mampu mengembangkan peserta didik yang memiliki kemampuan hight order thingking skill (HOTS), kemampuan pemecahan masalah, keterampilan berpikir kritis, dan keterampilan kreatif, untuk mempersiapkan mereka menghadapi kenyataan. Kehidupan di era 5.0 dan masa depan yang dibentuk dalam kepribadian peserta didika memiliki landasan akhlakul karimah (Khoirin, 2021, p. 85).
Lembaga pendidikan Islam tidak sepatutnya mengalami kestagnanan dalam bahasa sekarang harus gaul, tapi juga perlu ada batasan.Pendidik harus memiliki beberapa skill dalam menyiapkan generasi SDM yang baik. Pertama, Â penguasaan kompetensi pedagogik yaitu mensyaratkan penguasaann pembelajaran secara komprehensif. Kedua, penguasaan kompetensi kepribadian, yaitu mengharuskan pendidik sebagai tauladan bagi peserta didik yang memiliki kepriribadian yang mantap, memiliki akhlak terpuji, bijak, bermartabat dan berwibawa. Ketiga, penguasaan kompetensi profesional yaitu penguasaan materi pembelajaran secara mendalam. Dan keempat kompetensi sosial yaitu bagaimana pendidik mampu menjalin stake holders dan berinterkasi dengan efektif dan efesien dengan peserta didik, orang tua atau wali, masyarakat dan perubahan sosial yang terjadi, mampu mengembangkan kurikulum yang integratif yang relevan dengan kebutuhan perkembangan IPTEK dan perkembangan masyarakat yang semakin komfetetif (Zainiyati, 2014, p. 296).Â
Solusi Menghadapi Tantangan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam Di Era Kontemporer