Siang itu terik mentari menyengat di sekitar daerah Bandung Timur. Di sebuah masjid yang kubahnya telah usang digerus waktu namun tampaknya tetap menjadi tempat ibadah para pelancong serta warga pribumi untuk menemui sang penciptanya. Sebagai tempat mengadu nasib serta pelipur lara tentunya beragam sosok manusia yang  berbeda latar belakang akan sering ditemui. Tepatnya di selasar masjid seorang nenek tua renta tengah merentangkan badannya yang sudah membungkuk. Â
"Cape neng," sahut beliau sembari merapikan dagangannya.
Boboko namanya, sebuah tempat makanan yang terbuat dari bambu.
"buatan sendiri ini mah neng, emak bikin tahun lalu sama cucu,"
Disibaknya kain penutup boboko tersebut lalu tampak terlihatlah apa yang dijual nenek ini
"kemarin ada yang pesen dagangan emak, si horeng sanes rezeki, dibalikeun dei daganganna, saurnamah mahal cenah,"
Makanan ini sering ditemui kala berkunjung ke desa-desa di daerah cianjur hingga cililin. Makanan ini dibuat dari olahan singkong yang dikeringkan, opak namanya. Orang Bandung pasti tahu bentuk dan rasanya seperti apa.
Opak ini dijual dengan harga Rp5.000,00 per pieces, untuk orang yang tinggalnya di daerah perkotaan tentunya tak akan tercetus kata mahal di bibirnya. Terlebih di daerah Bandung Timur mobilitas penduduk dapat dikatakan sudah berjalan baik seperti di perkotaan pada umumnya.
"udah biasa emak mah ditolak wae dagangan teh,"Â
Nenek ini asli Bandung, Majalengka, setiap hari berdagang dari satu tempat ke tempat baru, hal-hal yang dirasa oleh orang awam kejam dikatakan, nenek sudah biasa mendengar dan mendapatkan respon seperti itu.
"emak gak bisa nyesuain zaman, sekarang makin pusing, banyak anehnya dunia tuh,"