Jika membahas tentang kesulitan dan gangguan dalam belajar, tentunya setiap orang pernah menemukan gangguan. Dan bagi seorang pelajar, terkhusus siswa Sekolah Dasar. Kesulitan dan gangguan dalam proses belajar ini bisa menjadi beban tersendiri. Karena bagi tiap individu anak merasa bahwa dirinya memiliki kekurangan dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Sehingga tidak jarang dapat menjadikan pribadi anak lebih tertutup, karena merasa tertinggal dan merasa iri dengan temannya yang tidak memiliki kesulitan dan gangguan seperti yang dialaminya.
Saya disini akan menceritakan tentang kisah seorang teman, yang mengalami kesulitan dan gangguan dalam belajar, berdasarkan sudut pandang saya.
Sebut saja namanya Mawar (samaran). Ia pada dasarnya merupakan anak yang rajin, baik, dan sopan. Mawar mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran yang diberikan oleh guru-guru, sehingga ia sering kali tidak naik kelas (tinggal kelas). Kalau tidak salah mengingat, saya bertemu dengan Mawar di bangku kelas tiga. Padahal jika tidak tinggal kelas, maka ia seharusnya sudah lulus Sekolah Dasar. Karena pada kenyataannya, teman-teman angkatan Mawar sudah duduk di bangku kelas enam ketika saya baru menduduki bangku kelas satu Sekolah Dasar.
Saya dan teman-teman yang mengerti keadaan Mawar, akan bersikap sopan karena menganggap ia lebih besar dari segi usia jika dibandingkan kami. Namun tidak sedikit teman-teman yang merundung Mawar, karena mereka menganggap Mawar anak yang bodoh, dan selalu menurut jika disuruh. Apalagi pada kenyataannya adik kandung Mawar yang satu angkatan dengan saya harus bertemu di jenjang kelas yang sama, hingga membuat Mawar semakin dibully teman-teman.
Mawar mengalami kesulitan dalam mengenal huruf dan membaca. Bahkan ketika saya bertemu di kelas tiga, ia masih belum bisa membaca dan hanya mengenal sedikit dari huruf alfabet. Sedangkan teman-teman yang lain semua pandai membaca, termasuk adik kandung Mawar, Melati (samaran). Bahkan guru sering meminta tolong kepada Melati untuk sering mengajak Mawar untuk belajar menulis dan membaca, dan tentu saja diiyakan Melati.
Saya tidak tahu menahu terkait apa yang menyebabkan Mawar mengalami kondisi itu. Bisa jadi ia mengidap disleksia. Disleksia sendiri merupakan kesulitan belajar yang menyebabkan masalah dengan membaca, menulis, dan mengeja tulisan. Tapi dengan kebaikan dan sopan santunnya, ia selalu ceria, meski ada beberapa teman yang masih terus merundungnya.
Ketika saya kenaikan kelas empat, Mawar kembali tinggal kelas hingga saya sudah tidak satu angkatan denganya. Namun selanjutnya ia kemudian naik kelas dan sampai kelas lima ketika saya kelas enam. Syukur pada Allah, guru di jenjang kelas lima termasuk guru yang disiplin di sekolah pada saat itu. Meski sering marah, beliau termasuk orang yang bersemangat dalam mengajar.Â
Hingga pada tahun ke 11 (sebelas) nya Mawar berada di bangku Sekolah Dasar, ketika Mawar berada di kelas lima. Guru kelas lima memerintahkan agar setiap anak di kelas lima harus berkontribusi untuk mengajarkan Mawar mengenal huruf sampai bisa membaca. Bahkan sampai diberi gertakan, jika Mawar tidak juga bisa membaca dan mengenal huruf, maka satu angkatan tidak akan diizinkan naik kelas. Sehingga seluruh siswa kelas lima bekerja sama untuk mengajar Mawar agar lekas panda membaca. Mereka mengajak Mawar belajar membaca saat di dalam kelas ketika jam kosong, saat jam istirahat, bahkan menjadwalkan belajar sepulang sekolah bagi Mawar.
Berkat kehendak Allah, dan kegigihan siswa kelas lima, akhirnya Mawar berhasil mengenal huruf dan pandai membaca. Hingga dia bisa lulus Sekolah Dasar bersama teman-temannya yang sudah berjuang membantunya.
Dari sini bisa kita lihat bahwa peran dan model metode pembelajaran guru sangat berperan penting dalam pencapaian seorang siswa. Selain itu lingkungan yang baik juga memberikan dampak yang baik bagi anak yang mengalami kesulitan, seperti teman-teman Mawar yang dengan gigihnya mau berjuang bersama hingga Mawar pandai membaca. Dan yang paling patut diacungi jempol adalah semangat Mawar yang tidak pernah runtuh. Bahkan jika berkali-kali ia gagal ketika kenaikan kelas, ia tetap berjuang untuk menyelesaikan pendidikannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H