Dalam proses kepailitan perusahaan asuransi, adakah akibat atau resiko bagi para nasabah yang melanggar perjanjian tersebut. Dan apa keuntungan bagi para nasabah tersebut?
Perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 1774 Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUHPerdata). Di dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti. Yaitu persetujuan pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan. Jika kita kembali memperhatikan bunyi Pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek, dapat disimpulkan bahwa perjanjian asuransi ini dikategorikan sebagai perjanjian untung-untungan (kans overeenkomst). Menurut Pasal 1774 tersebut selain perjanjian asuransi yang termasuk dalam perjanjian untung-untungan, juga adalah bunga cagak hidup (liferente) dan perjudian serta pertaruhan (spel en weddingschap).
Pengaturan asuransi yang umum dan luas terdapat dalam Kitab UndangUndang Hukum Dagang. Dalam pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koophandel dijumpai suatu pengertian atau definisi resmi dari asuransi, pasal tersebut menyatakan bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan, kerugian, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diterima olehnya karena kejadian yang tidak pasti.
Berdasarkan defini tersebut dapat diuraikan unsur-unsur asuransi atau pertanggungan yaitu sebagai berikut:
a. Pihak-pihak, Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu penanggung dan tertanggung adalah pendukung kewajiban dan hak. Pemegang wajib memikul risiko yang dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh pembayaran premi, sedangkan tertanggung wajib membayar premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya yang diasuransikan.
b. Status pihak-pihak Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum, dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan (Persero) atau Koperasi. Sedangkan tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan atau badan hukum dan harus pihak yang berkepentingan atas obyek yang diasuransikan.
c. Obyek asuransi Obyek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat kepada benda dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan risiko, sedangkan tertanggung bertujuan bebas dari risiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya.
d. Peristiwa asuransi Peristiwa asuransi adalah merupakan perbuatan hukum (legal act) berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dengan tertanggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti (evenement) yang mengancam obyek asuransi, dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta yang disebut polis, polis ini merupakan satu-satunya alat bukti yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi.
e. Hubungan Asuransi Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dengan tertanggung adalah keterikatan (legally bound) yang timbul karena adanya persetujuan atau kesepakatan bebas untuk memenuhi hak dan kewajiban masing-masing. Apabila terjadi evenement yang menimbulkan kerugian atas benda asuransi, penanggung wajib membayar ganti kerugian sesuai dengan polis asuransi sedangkan apabila tidak terjadi evenement premi yang sudah dibayar oleh tertanggung tetap menjadi milik penanggung.
Pada hakekatnya asuransi adalah suatu perjanjian antara nasabah asuransi (tertanggung) dengan perusahaan asuransi (penanggung) mengenai pengalihan resiko dari nasabah kepada perusahaan asuransi. Resiko yang dialihkan meliputi: kemungkinan kerugian material yang dapat dinilai dengan uang yang dialami nasabah, sebagai akibat terjadinya suatu peristiwa yang mungkin/belum pasti akan terjadi (Uncertainty of Occurrence & Uncertainty of Loss.
Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.