Selama dekade terakhir, konvergensi layanan kesehatan dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan peluang bagi pasien untuk mengatasi masalah kesehatannya. Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi diharapkan dapat menciptakan keragaman solusi layanan kesehatan yang efektif dan efisien di seluruh aspek layanan klinis, sehingga meningkatkan kualitas, kesetaraan, dan akses terhadap layanan (Feng, Kim, Khadra, Hudson dan Roux, 2015).
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) adalah satu- satunya hadan RIC obstetri-besar yang telah menerbitkan panduan tentang model telehealth. ACOG mendefinisikan model telehealth sebagai "sinkron" (setara dengan setura real-time), "asynchronous" (mengirimkan gambar medis ke spesialis untuk interpretasi nanti) atau pemantauan jarak jauh.
Sebelum pandemi, telehealth masih asing di telinga, karena dokter dan pasien cenderung lebih memilih pertemuan tatap muka dibandingkan bertukar informasi. Layanan Telehealth hanya digunakan untuk membantu mencapai persiapan e-Health 2015-2019 sebagai strategi kebijakan dan peta jalan implementasi E-Health di masa depan. Kemudian ketika pandemi merebak, pemerintah Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES/303/2020 yang bertujuan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Teknologi ini menyediakan informasi kesehatan dan layanan kesehatan di wilayah yang menghadapi permasalahan terkait kondisi geografis, aksesibilitas, tingkat sosial dan budaya (Ardyles dan Ilyas, 2022).
Pandemi Covid-19 telah memaksa manusia untuk beradaptasi dan memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada, telehealth merupakan salah satu upaya untuk membantu mengatasi pandemi Covid-19. Telehealth merupakan upaya pelayanan kesehatan yang dikelola oleh tenaga medis profesional untuk berkomunikasi, mendiagnosis, mengobati, mengamati dan mengevaluasi status kesehatan pasien (Lee et al. 2020). tenaga kesehatan harus memiliki surat registrasi atau STR dan mengutamakan kenyamanan dan keselamatan pasien (Departemen Kesehatan, 2020).
Pada masa COVID-19, telehealth digunakan secara luas di seluruh dunia. Negara yang menggunakan telehealth untuk melawan wabah COVID-19 termasuk Australia (Hall et al, 2021). Arab Saudi, Swiss, Finlandia Kanada, Amerika Serikar - Amerika Serikat dan Meksiko (Atique et al., 2020).
Telehealth dibagi menjadi dua metode yaitu langsung (real-time) dan tidak langsung (store-and-forward) (Farrur, 2015). Konsep layanan telehealth secara langsung menggunakan konferensi video langsung yang dikirimkan pasien kepada perawat untuk mengkomunikasikan masalahnya. Pasien berinteraksi langsung dengan perawat mengenai kesehatannya dan kemudian menerima umpan balik langsung dari perawat (Farrar, 2015) Hal ini berbeda dengan metode penerapan telehealth secara tidak langsung.. Pasien dan perawat berinteraksi menggunakan email sebagai penghubung keduanya (Farrar, 2015).
Manfaat telehealth berdampak positif pada promosi kesehatan untuk meningkatkan pola kesehatan. Salah satu penerapannya adalah menjaga keseimbangan berat badan, mengurangi risiko penyakit kronis, mencegah potensi gejala darurat, dan merencanakan kehamilan (Sri & Sahar, 2012; Wiwicko, Zesario, & Aulia, 2016).
Penggunaan telehealth dinilai lebih nyaman karena menghemat biaya hingga 60% (Wiadji et al., 2021). Selain itu, telehealth bermanfaat bagi pasien karena biaya yang lebih rendah dan waktu intervensi yang lebih singkat (Mller et al., 2016). Pasien dapat membuat janji dengan dokter tanpa harus datang langsung ke fasilitas kesehatan, sehingga menghemat biaya perjalanan ke fasilitas kesehatan (K. Alharbi et al., 2021).
Tidak hanya kelebihan telehealth juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan penggunaan telehealth dalam implementasinya disebabkan sulitnya pasien dalam mengakses telehealth menggunakan sistem komputer. Kelemahan lainnya adalah kesenjangan distribusi Internet yang merupakan tantangan yang perlu dihadapi. Permasalahan yang menghambat penerapan telehealth antara lain permasalahan etika (kerahasiaan dan keamanan data, validitas informasi, dan sikap kepedulian perawat dan klien). Perbedaan infrastruktur di kota besar dan pedesaan. Minimnya dukungan pemerintah sebagai pengambil kebijakan hendaknya tidak menjadi penghalang bagi perawat Indonesia dalam menyikapi isu perkembangan teknologi informasi.
Hal ini sesuai dengan penelitian Foster & Sethares (2014) bahwa telehealth menghadapi sejumlah kendala teknis dalam penggunaannya, seperti ukuran font yang ditampilkan dalam karakter website dan beberapa pasien mengalami kesulitan dalam menggunakan ponsel pintar. Hambatan yang dijelaskan dalam berbagai penelitian muncul pada saat teknis penerapan telehealth.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H